Pancasila dan Bahasa Indonesia merupakan identitas bangsa yang harus ditanamkan kepada anak bangsa sejak usia dini. Lembaga pendidikan mempunyai tanggung jawab memperkuat nilai-nilai itu.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Kompas/Hendra A Setyawan
Mural bertema toleransi beragama tergambar di dinding sebuah rumah di kawasan Meruyung, Depok, Jawa Barat, 12 September 2020.
Desakan untuk menjadikan Pendidikan Pancasila sebagai pelajaran wajib semakin kuat ketika Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan tidak mencantumkan pendidikan Pancasila sebagai kurikulum wajib.
Memasukkan Pendidikan Pancasila ke dalam Pendidikan Kewarganegaraan sebagaimana amanah Kurikulum 2013 membuat nilai-nilai keutamaan Pancasila yang diberikan kepada siswa menjadi tidak utuh (Kompas, 21/4/2021). Substansi nilai-nilai Pancasila dalam mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraaan (PPKn) belum maksimal diarusutamakan.
Karena itu, Pendidikan Pancasila harus menjadi mata pelajaran khusus yang berdiri sendiri dan wajib di semua jenjang pendidikan. Lembaga pendidikan dinilai mempunyai tanggung jawab untuk menguatkan nilai-nilai Pancasila bagi pembentukan karakter siswa di tengah melemahnya pemahaman Pancasila dan tingginya intoleransi atas keberagaman di masyarakat.
Kebutuhan tersebut semakin relevan dengan konsep Profil Pelajar Pancasila yang tertuang dalam draf Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035. Nilai-nilai Pancasila harus ditegaskan sebagai mata pelajaran khusus dan wajib untuk mewujudkan pelajar yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan beraklak mulia; berkebinekaan global; gotong royong; mandiri; bernalar kritis; serta kreatif.
SUMBER: KEMENDIKBUD
Profil Pelajar Pancasila
Langkah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengajukan revisi PP No 57/2021 terkait substansi kurikulum wajib diharapkan menjadi awal untuk menegaskan mata pelajaran yang wajib diberikan kepada siswa, sesuai kebutuhan dan tuntutan zaman. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Sisdiknas (Sidiknas) memang tidak menyebutkan Pendidikan Pancasila dan juga Bahasa Indonesia sebagai kurikulum wajib.
Namun, maraknya kasus intoleransi di masyarakat, mulai dari aturan yang mewajibkan ataupun melarang penggunaan seragam sekolah dengan atribut keagamaan hingga polarisasi di masyarakat yang semakin tajam karena perbedaan pandangan politik ataupun kepercayaan, menunjukkan ada kebutuhan untuk memperkuat nilai-nilai kebangsaan. Demikian juga, globalisasi mengikis nilai budaya bangsa, termasuk Bahasa Indonesia.
Pendidikan Pancasila yang seperti apa yang tepat untuk menjawab kebutuhan tersebut, tentu perlu dirumuskan lebih detail. Kembali ke Pendidikan Moral Pancasila belum tentu tepat sesuai tuntutan zaman, apalagi pelajaran tersebut selama ini dinilai sebagai salah satu bentuk indoktrinasi nilai-nilai yang ingin dibentuk oleh rezim Ode Baru.
Kompas/AGUS SUSANTO
Pengendara melewati di depan mural keberagaman di kolong jalan layang Rawa Panjang, Kota Bekasi, Jawa Barat, 7 Agustus 2020.
Pelajaran yang memberikan contoh dan teladan, bukan hafalan, akan lebih relevan untuk menyemaikan nilai-nilai Pancasila kepada siswa. Ini tidak sekadar masalah bagaimana menyusun kurikulum ataupun materi pelajaran Pendidikan Pancasila, tetapi bagaimana guru bisa menyampaikan nilai-nilai tersebut dengan baik kepada siswa. Dengan banyaknya praktik intoleransi oleh guru, penyemaian nilai-nilai Pancasila harus terlebih dulu kepada para guru.
Demikian juga untuk pelajaran Bahasa Indonesia, hendaknya disampaikan pula sebagai bagian identitas bangsa. Bahasa Indonesia tidak sekadar sebagai alat pemersatu berbagai suku bangsa, tetapi juga identitas nasional, lambang kebanggaan nasional. Pendidikan Pancasila dan Bahasa Indonesia yang dilakukan secara simultan untuk menjawab kebutuhan dan tuntutan zaman diharapkan dapat memperkuat identitas kita sebagai bangsa Indonesia.