Presiden Joko Widodo, pekan lalu, melalui akun Youtube Sekretariat Presiden menyampaikan pesan agar warga tidak mudik. Namun, imbauan tersebut tak akan cukup mencegah warga mudik.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Penjelasan Presiden Joko Widodo sangat jelas. Pemerintah melarang mudik berlandaskan empat pengalaman sebelumnya. Pada libur Idul Fitri 2020; libur panjang 20-23 Agustus 2020; libur panjang 28 Oktober-1 November 2020; serta libur Natal dan Tahun Baru 24 Desember 2020-3 Januari 2021 terjadi kenaikan luar biasa kasus harian Covid-19 dan tingkat kematian mingguan. Kasus aktif harian meroket 78-119 persen, tingkat kematian mingguan melonjak 46-75 persen.
Presiden juga khawatir tren penurunan kasus aktif dalam dua bulan terakhir, ataupun penambahan kasus harian di Indonesia yang juga sudah relatif menurun, tidak bisa dijaga. Alih-alih terus membaik, malah bisa-bisa berbalik melonjak. Kerja keras semua pihak akan menjadi sia-sia.
India yang sempat dinyatakan sukses menangani Covid-19 karena berhasil menurunkan angka kasus secara drastis kini justru dilanda tsunami Covid-19.
Belajar dari kasus India dan Thailand, perayaan keagamaan ataupun liburan apabila tidak dibarengi dengan pengetatan protokol kesehatan secara disiplin dapat melejitkan kembali kasus Covid-19, bahkan melampaui yang terjadi sebelumnya. India yang sempat dinyatakan sukses menangani Covid-19 karena berhasil menurunkan angka kasus secara drastis kini justru dilanda tsunami Covid-19. Menyeramkan.
Baca juga : Warga Mempercepat Mudik pada Pekan Pertama Puasa
Berdasarkan data di Kementerian Kesehatan, jumlah pasien Covid-19 di sejumlah rumah sakit di daerah pun mulai menunjukkan peningkatan pada pertengahan April ini. Sementara itu, vaksinasi kedua baru mencapai 5,9 juta warga. Situasi ini perlu diantisipasi dengan baik.
Pemerintah telah melarang aparatur sipil negara, TNI/Polri, karyawan Badan Usaha Milik Negara ataupun swasta mudik. Namun, seberapa efektif larangan tersebut, tanda tanya besar. Pelarangan atau pembatasan mobilitas penduduk kerap diterbitkan, tetapi tidak sedikit yang kucing-kucingan menelusuri jalur-jalur tikus. Rencana mudik pun dipercepat.
Baca juga: Enam Juta Bahan Baku Vaksin Covid-19 Tiba, Prioritas Masih Tetap Warga Lansia
Sosialisasi masif mengingatkan bahaya mudik di tengah munculnya varian-varian baru Covid-19 yang lebih cepat menular menjadi vital. Seluruh kanal komunikasi perlu digunakan. Presiden selaku Kepala Negara perlu mengerahkan seluruh kekuatan nasional, aparat pusat hingga ketua rukun tetangga, pemimpin agama, organisasi kemasyarakatan, pendidikan, dan pers, untuk menyadarkan warga akan bahaya mudik bagi keselamatan diri, keluarga, sanak saudara, dan orangtua di kampung halaman, bahkan bangsa.
Aesop, penulis fabel asal Yunani, mengatakan, hanya keledai yang jatuh di lubang yang sama dua kali. Keledai dianalogikan sebagai binatang bodoh dan keras kepala. Kita tentu bukan bangsa keledai. Setelah empat kali masa liburan dan kasus Covid-19 di negeri ini melonjak, kita harus berupaya keras mencari cara efektif agar fenomena serupa tidak berulang.
”Semua orang membuat kesalahan, tetapi hanya orang bijak yang belajar dari kesalahan mereka,” kata Winston Churchill, Perdana Menteri Britania Raya (1940-1945, 1951-1955), yang juga seorang jurnalis. Semoga kita menjadi bangsa bijak.