Era revolusi industri 4.0 telah mendisrupsi berbagai lini kehidupan manusia, termasuk media cetak. Teknologi membuat manusia ingin serba instan, termasuk dalam memperoleh informasi dan berita.
Oleh
Budi Sartono Soetiardjo
·2 menit baca
Kompas
Sejumlah mahasiswa dari berbagai latar belakang yang mengambil program Bahasa Indonesia di University of Washington di Seattle, Amerika Serikat, Jumat (4/11) petang waktu setempat atau Sabtu (5/11) waktu Indonesia bagian barat, melihat-lihat koran berbahasa Indonesia yang ada di perpustakaan Suzallo di University of Washington. Membaca koran menjadi salah satu cara mereka untuk memperlancar bahasa Indonesia.
Sungguh memprihatinkan nasib media cetak Indonesia. Awal tahun 2021 ditandai dengan berhentinya tiga media cetak nasional yang hadir dalam bentuk koran konvensional meski kabarnya masih hadir secara digital.
Hingga kini, sudah puluhan media cetak nasional dan daerah tutup akibat serbuan media digital. Media cetak Indonesia telah memasuki masa senja seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi via internet. Bersyukur beberapa masih mampu bertahan.
Era revolusi industri 4.0 telah mendisrupsi berbagai lini kehidupan manusia, termasuk media cetak. Teknologi membuat manusia ingin serba instan, termasuk dalam memperoleh informasi dan berita. Padahal, kehadiran media arus utama dengan pemberitaan yang diverifikasi secara jurnalistik masih diperlukan. Melihat situasi ini, tebersit gagasan untuk menerbitkan media cetak bersama dengan metode pembiayaan sponsorship.
Koran cukup dicetak 8 halaman (16 muka), seperti harian Kompas sekarang, dengan beragam konten (berita, opini, tajuk, pojok, dan lain-lain), hasil sumbangan gratis masyarakat umum, termasuk jurnalis, tanpa embel-embel apa pun, alias tidak dapat honor.
Tujuan penerbitan media cetak bersama semata-mata adalah untuk tetap mempertahankan eksistensi koran sekaligus membantu masyarakat kecil yang tak mampu membeli koran atau mengakses media digital.
Koran cetak tidak boleh lenyap karena dari media ini kita banyak belajar, memperoleh kedalaman informasi dan berita, bahkan bisa dijadikan referensi, yang tak bisa kita peroleh dari media lain saat ini.
Budi Sartono Soetiardjo
Cilame, Ngamprah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat
Asuransi
Saya sudah 11 tahun mengikuti Asuransi Bumiputera 1912 kategori Mitra Sehat. Premi asuransi saya bayar secara teratur tiap enam bulan dengan nilai Rp 2.695.350 selama 10 tahun.
Pada April 2020, masa kontrak asuransi saya sudah selesai (diperlakukan inforce) dan saya akan mendapat manfaat uang pertanggungan senilai Rp 50 juta. Namun, hingga saat ini tidak sepeser pun uang kami terima dari pihak Bumiputera. Tidak ada kejelasan dan kepastian kapan uang saya akan dibayarkan.
Mohon kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan para anggota DPR untuk mengawal permasalahan ini.
Puji Lestari
Gg Raya VII, Sungai Raya, Kubu Raya, Kalimantan Barat