Jalan tengah atau alternatif solusi dalam poin-poin krusial di dalam pembahasan RUU PDP kini sungguh dinanti. Rakyat menanti perlindungan bagi data pribadi mereka.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Kebocoran data pribadi di beberapa platform tidak boleh dipandang sebelah mata, terutama karena data pribadi itu merupakan hak asasi.
Selain itu, kepastian terhadap perlindungan data pribadi dapat meminimalkan kerugian ekonomi. Sementara di sisi lain mendorong pertumbuhan ekonomi dengan mengawal pertumbuhan industri kreatif hingga keuangan digital.
Data kini juga menjadi salah satu sumberdaya paling berharga di muka Bumi ini menggantikan minyak bumi. Dengan demikian, bila dahulu suku, kerajaan, atau kemudian negara siap bertempur untuk menjaga deposit minyak bumi, hal serupa sebaiknya dilakukan demi data.
Tiap pembobolan data pribadi, terutama milik warga negara Indonesia, dapat dimaknai sebagai serangan terhadap bangsa Indonesia. Permasalahannya, instrumen hukum—sebagai wujud perlindungan negara—untuk mengantisipasi serangan belum memadai. Rancangan Undang-Undang (UU) Perlindungan Data Pribadi (PDP) belum juga disahkan. Padahal, hingga kini, setidaknya 125 negara telah memberlakukan UU PDP. Salah satu hambatan untuk mengesahkan RUU PDP terletak pada silang sengketa terkait kelembagaan otoritas pengawas pengelolaan data pribadi.
Pemerintah mengusulkan pengawasan dikoordinasikan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Sebaliknya, DPR mengusulkan pembentukan lembaga pengawas independen. Usulan DPR sejalan dengan usulan masyarakat sipil yang mendamba pengawasan independen di sektor mana pun. Negara-negara di Eropa membentuk lembaga independen.
Kedua belah pihak mempunyai dasar argumen masing-masing. Namun, bila tidak ada yang mau mengalah, perlu dicari solusi alternatif. Salah satu alternatif solusinya melekatkan fungsi pengawasan pada salah satu lembaga negara yang sudah ada.
Salah satu alternatif solusinya melekatkan fungsi pengawasan pada salah satu lembaga negara yang sudah ada.
Alternatif solusi ini dapat dipilih karena tidak mudah membangun lembaga baru. Dibutuhkan anggaran yang tidak sedikit, belum lagi dibutuhkan berbagai penyesuaian sebelum lembaga itu dapat berjalan efektif.
Alternatif solusi juga dapat saja dipilih mengingat penyalahgunaan hingga pembobolan data terus terjadi di tengah pembahasan RUU PDP. Ingat, tidak pernah terlihat ada ”gencatan senjata”.
Hasil jajak pendapat Kompas pada akhir Februari 2021 mengungkapkan, sebanyak 14,4 persen responden pernah menjadi korban serangan terhadap data pribadi.
Pada awal April 2021, lebih dari 1 miliar rekaman data profil pengguna Facebook, Linkedin, dan Clubhouse telah dijual bahkan dibagikan secara gratis di forum peretas. Ini termasuk rekaman data profil dari 130.331 akun di Indonesia.
Jalan tengah atau alternatif solusi dalam poin-poin krusial di dalam pembahasan RUU PDP kini sungguh dinanti. Rakyat menanti perlindungan bagi data pribadi mereka.