Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pernah mengeluhkan daya saing Indonesia turun karena mayoritas pekerja berpendidikan SD dan SMP. Padahal, anggaran pendidikan terus diperbesar.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Pameran industri terbesar di dunia, Hannover Messe, dibuka Presiden Joko Widodo dan Kanselir Jerman Angela Merkel, Senin (12/4/2021).
Pameran ini digelar secara digital untuk pertama kalinya. Presiden Jokowi pun memamerkan sejumlah perkembangan ekonomi digital di Indonesia. Indonesia memiliki 2.193 pelaku usaha rintisan (start up). Dalam hal jumlah, Indonesia menjadi terbesar kelima dunia. Jumlah penduduk Indonesia yang memiliki akses internet merupakan terbesar keempat di dunia, yaitu sekitar 185 juta penduduk.
Tidak berlebihan jika Presiden mengungkapkan fakta itu karena tema besar pameran itu adalah transformasi teknologi. Transformasi menjadi keharusan. Indonesia juga menyiapkan diri dengan membuat peta jalan transformasi bernama Making Indonesia 4.0. Dengan peta jalan itu, Indonesia yakin mampu menjadi negara dengan ekonomi terbesar kesepuluh dunia pada tahun 2030.
Seirama dengan peta jalan itu, Indonesia menyiapkan sumber daya manusia unggul, iklim investasi yang kondusif, dan investasi untuk pembangunan hijau. Ketiga faktor itu akan saling menunjang sehingga keyakinan menjadi ekonomi terbesar ke sepuluh dunia bisa dicapai. Semua persiapan itu sungguh menarik dan perlu mendapatkan dukungan.
Walakin, kita perlu melakukan lompatan besar sebab tahun 2030 tinggal sembilan tahun lagi. Dari sisi persiapan, untuk menjadikan sumber daya manusia unggul, kita perlu upaya lebih keras lagi. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pernah mengeluhkan daya saing Indonesia turun karena mayoritas pekerja berpendidikan SD dan SMP. Padahal, anggaran pendidikan terus diperbesar. Tahun 2019 sebesar Rp 505 triliun dan tahun ini mencapai Rp 550 triliun.
Pemerintah mendorong percepatan peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan vokasi, baik tingkat menengah maupun akademi atau politeknik. Presiden pernah mengatakan, pendidikan vokasi penting di tengah kemajuan industri digital. Meski demikian, jumlah dan kualitas pendidikan vokasi masih perlu ditingkatkan.
Menurut data Kementerian Riset dan Teknologi, pendidikan vokasi kita terdiri atas 1.365 lembaga: 1.103 akademi kejuruan dan 262 politeknik. Jumlah ini hanya sekitar 16 persen dari lembaga pendidikan tinggi. Proporsi lembaga pendidikan sejenis di China telah mencapai 56 persen. Kita masih harus memperbanyak lembaga pendidikan vokasi.
Melihat data, kita tidak perlu bersikap pesimistis karena sejumlah pendidikan kejuruan menengah dan pendidikan vokasi di perguruan tinggi di Tanah Air ada yang memiliki kualitas baik, seperti pendidikan untuk animasi dan teknologi informasi.
Kanselir Jerman mengatakan, Indonesia merupakan negara yang tepat untuk inovasi, transformasi teknologi, dan pendidikan vokasi. Pesan ini perlu disambut untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia kita di era digital lewat pendidikan vokasi. Jerman punya pendidikan vokasi berkualitas.