Untuk memastikan keselamatan siswa ketika mengikuti pembelajaran tatap muka, meski masih secara terbatas, terlebih dahulu perlu memastikan kondisi lingkungan juga aman bagi siswa dari paparan Covid-19.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Uji coba pembelajaran tatap muka (PTM) secara terbatas menjadi ujian untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka dengan aman di masa pandemi.
Izin PTM terbatas ada pada pemerintah daerah setelah sekolah memenuhi persyaratan yang diatur dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, serta Menteri Kesehatan. Meski demikian, orangtua tetap menjadi penentu siswa mengikuti PTM terbatas.
Tak sedikit orangtua yang mengizinkan anaknya mengikuti PTM terbatas, tetapi banyak juga yang masih meragukan keamanan PTM terbatas. Di DKI Jakarta, misalnya, baru 20-30 persen siswa yang diizinkan mengikuti PTM terbatas (Kompas, 9/4/2021).
Upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memastikan uji coba PTM terbatas pada 7-29 April 2021 di 85 sekolah dilaksanakan dengan protokol kesehatan yang ketat patut diapresiasi. Pemprov juga memastikan semua guru dan tenaga kependidikan di sekolah-sekolah itu telah divaksinasi dan tersedia 50 bus sekolah untuk mengantar siswa pulang hingga halte terdekat rumah.
Disiplin 5M (mecuci tangan pakai sabun, mengenakan masker dengan baik dan benar, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, serta membatasi mobilisasi dan interaksi) harus pula ditegakkan di luar sekolah untuk mencegah penyebaran Covid-19. Apalagi pandemi belum dapat dikendalikan.
Dengan rasio positif Covid-19 masih berkisar 12 persen, jauh di bawah standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang minimal 5 persen, risiko penularan Covid-19 di masyarakat masih tinggi. Beberapa penelitian berdasarkan praktik pembukaan sekolah di sejumlah negara menunjukkan, meski dilaksanakan dengan protokol kesehatan yang ketat, pembukaan sekolah di tengah pandemi yang belum terkendali berisiko menimbulkan kluster sekolah. Di Indonesia juga terjadi sejumlah kluster sekolah berasrama.
Guru dan tenaga kependidikan bisa saja telah divaksinasi, tetapi tidak menjamin mereka tidak tertular dan menularkan Covid-19. Demikian juga, siswa berisiko tertular dan menularkan Covid-19 sebagaimana orang dewasa, bahkan risiko menularkan Covid-19 bisa lebih tinggi.
Screening termometer juga tidak menjamin sekolah aman dari Covid-19 karena orang dengan Covid-19 bisa tidak bergejala, apalagi pada anak-anak. Sementara tes usap PCR tidak dilakukan karena alasan biaya, apalagi jika harus rutin dilakukan.
Karena itu, keraguan orangtua harus pula dijawab dengan upaya yang lebih keras untuk mengendalikan pandemi ini. Penerapan praktik 3T (tracing, testing, treatment) yang konsisten juga sama pentingnya dengan penerapan perilaku 5M. Penurunan kasus Covid-19 tidak bisa menjadi acuan ketika praktik 3T tidak masih lemah.
Ini menjadi tanggung jawab bersama, baik pemerintah maupun masyarakat, jika ingin memastikan keselamatan siswa ketika mengikuti pembelajaran tatap muka di sekolah.