Pandemi menunjukkan bahwa kemandirian nasional sangat krusial. Terlalu bergantung pada pihak asing dalam urusan yang mendasar, seperti vaksin, tak bisa lagi dilakukan.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Pandemi Covid-19 menunjukkan wajah lain dari dunia. Proteksionisme menguat. Kebebasan dalam berdagang pun dikesampingkan.
Pada awal pandemi, perlengkapan medis, seperti masker, menjadi barang langka. Upaya menghambat pengiriman masker ke luar negeri ditempuh guna menjamin pasokan domestik. Setelah masker tidak lagi menjadi barang langka, giliran vaksin Covid-19 diperebutkan. Suplai vaksin sangat sedikit dibandingkan dengan kebutuhannya. Tidak banyak negara yang mampu memproduksi vaksin. Padahal, untuk mengakhiri pandemi, diperlukan langkah awal berupa vaksinasi bagi begitu banyak orang di dunia.
Situasi itulah yang dihadapi Indonesia dan Inggris ketika menteri luar negeri kedua negara bertemu di Jakarta, beberapa hari silam. Oleh karena itu, tak mengherankan muncul gagasan agar kerja sama RI-Inggris di bidang kesehatan diperkuat. Seperti dikutip Kompas edisi 8 April 2021, Menlu Retno Marsudi berharap kemitraan Indonesia-Inggris diwujudkan, antara lain melalui kolaborasi produksi vaksin. Adapun Menlu Inggris Dominic Raab hanya menyebut Indonesia-Inggris bekerja sama, antara lain, dalam upaya pengurutan genom. Selain bertemu Retno, Raab menemui Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Masalah jumlah vaksin yang tak memadai dihadapi negara-negara di dunia. Upaya RI untuk memberi vaksin kepada lebih dari 180 juta penduduknya, misalnya, mendapat tantangan tambahan setelah 10 juta dosis vaksin gratis dari skema multilateral gagal didatangkan karena ada embargo oleh pihak asing. Tak pelak, negara produsen vaksin, seperti Inggris dan China, menjadi harapan. Tawaran kolaborasi produksi vaksin merupakan hal yang relevan dan sesuai dengan kebutuhan.
Kelangkaan vaksin kini telah memicu tarik-menarik antara Inggris dan Uni Eropa. Jumlah vaksin yang belum memadai memaksa pula beberapa negara maju untuk membuat kesepakatan rahasia dengan perusahaan produsen, yang intinya bertujuan memastikan suplai bagi penduduk negara itu.
Foreign Affairs dalam artikel ”The New Age of Protectionism” menyebut pihak-pihak yang dulu mendorong perdagangan terbuka kini menunjukkan sikap condong mendukung proteksionisme. Perang vaksin membuat negara-negara mengutamakan kepentingan penduduk mereka. Kalau perlu, ekspor dicegah guna memenuhi kebutuhan domestik.
Di titik inilah, negara-negara dapat mulai mendesain ulang kerja sama internasional dengan menggeser fokus pada bidang kesehatan. Pandemi menunjukkan betapa bidang itu sangat penting sehingga peningkatan kolaborasi antarnegara dalam isu kesehatan harus menjadi prioritas. Ancaman pandemi pada masa mendatang sangat nyata dan hampir dipastikan pandemi seperti sekarang akan terulang.
Pandemi juga menunjukkan bahwa kemandirian nasional sangat krusial. Terlalu bergantung pada pihak asing dalam urusan yang mendasar, seperti vaksin, tak bisa lagi dilakukan.