Daerah tidak bisa berlama-lama atau menunda mengadopsi digitalisasi transaksi karena cepat atau lambat teknologi digital harus diterapkan. Menunda hanyalah membuang waktu.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Satu per satu masalah akses komunikasi digital diurai. Masih ada kendala, tetapi kemajuan teknologi digital tidak terbendung. Semua proses bisa efisien dan transparan.
Kita menyambut baik langkah Bank Indonesia (BI) yang meluncurkan Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (P2DD). Saat ini terdapat 110 tim P2DD dari 542 daerah otonom. Tugas tim ini adalah mempercepat dan memperluas digitalisasi transaksi keuangan di daerah. Pemerintah menyiapkan payung hukum untuk mempercepat digitalisasi transaksi keuangan daerah
Upaya BI itu juga didukung pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terutama dalam pemerataan akses jaringan di wilayah terdepan, tertinggal, dan terpencil. Pemerintah menganggarkan Rp 17 triliun hingga tahun 2024. Sebelumnya, pemerintah berusaha keras meningkatkan akses internet melalui jaringan serat optik Palapa Ring. Meski sudah terbangun sejak 2019, pemakaian fasilitas itu membutuhkan peningkatan karena utilisasi masih rendah. Presiden Joko Widodo meminta agar jaringan itu sampai ke rumah warga. Akses warga memang masih terhalang, tetapi tulang punggung komunikasi sudah terbangun.
Kita melihat mulai dari fasilitas, payung hukum, anggaran, sumber daya manusia dikerahkan untuk proses digitalisasi. Semua sudah ada. Kita kemudian bertanya, apa masalah yang muncul sehingga digitalisasi selama ini tidak bisa cepat?
Di beberapa kasus kita kerap mendengar kehendak melakukan digitalisasi terhambat oleh segelintir orang yang masih ingin memanfaatkan peluang aji mumpung. Digitalisasi akan menghambat dan mengurangi tindakan aji mumpung yang berujung pada korupsi. Sepertinya masalah kehendak agar proses lebih efisien dan transparan ini kalah dengan mereka yang menginginkan transaksi manual dan konvensional yang mudah sekali diakali.
Jika saja BI dan pemerintah memberikan perhatian khusus pada digitalisasi transaksi keuangan daerah tentu selama ini ada masalah yang hendak diselesaikan. Dari berbagai wacana yang muncul, mereka ingin keuangan daerah dikelola secara efisien, tidak mengalami kebocoran, dan lebih transparan.
Kita tentu berharap tim yang dibentuk BI segera terlibat ikut membenahi pelaporan transaksi keuangan daerah. BI dengan sistem, sumber daya yang ada, dan juga kerja sama dengan lembaga keuangan pasti mampu melakukan perubahan. Bila semua berjalan, sebenarnya digitalisasi menguntungkan daerah karena pendapatan asli daerah bisa meningkat 50 persen menurut salah satu ahli.
Daerah tidak bisa berlama-lama atau menunda mengadopsi digitalisasi transaksi karena cepat atau lambat teknologi digital harus diterapkan. Menunda hanyalah membuang waktu. Apalagi, ketika nantinya menggunakan teknologi rantai blok (blockchain), transparansi tidak bisa lagi ditolak. Uang mengalir ke mana pun akan diketahui secara pasti.