Bagaimana proses impor masker abal-abal dilakukan dan akhirnya bisa diperdagangkan di Indonesia perlu segera diusut karena sangat merugikan, bahkan membahayakan konsumen, terlebih para tenaga kesehatan.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Investigasi Kompas menemukan adanya pemalsuan masker medis. ”Luar biasa kejahatan di negeri ini!” kata pembaca merespons. Mereka jengkel, bahkan marah.
Reaksi murka itu masuk akal. Di tengah para tenaga medis berjibaku mempertaruhkan nyawa demi menyelamatkan, merawat lebih dari 1,5 juta warga yang terpapar Covid-19, ada pihak yang tega memalsukan atau memperdagangkan masker medis respirator abal-abal, yang merupakan tameng andalan para tenaga kesehatan dalam menjalankan tugas.
Hasil uji 50 helai masker respirator dari lima model berbeda yang dibeli Kompas secara daring (online) ataupun luring (offline) setelah dites di Laboratorium Kualitas Udara Institut Teknologi Bandung (ITB) menunjukkan tidak satu pun yang lolos uji beda tekan. Standar maksimal beda tekan masker tidak lebih dari 4 hingga 6 milimeter H2O per sentimeter persegi (mmH2O/cm2).
Angka beda tekan semua masker itu di atas standar sehingga berpotensi membuat penggunanya sesak napas jika dipakai berjam-jam. Salah satu model masker yang dibeli di Pasar Pramuka, Jakarta Timur, bahkan mempunyai beda tekan 16,53 mmH2O/cm2 dan 24,69 mmH2O/cm2.
Saat diuji efektivitas filtrasi bakteri (BFE), ada sejumlah masker yang jauh lebih rendah daripada minimal 95 persen sesuai label pada masker. Semakin rendah angka BFE, semakin berpotensi bakteri melintasi masker. Terkait parameter efektivitas filtrasi partikel (PFE), masker tersebut tidak lolos uji karena perbedaan hasil pengukuran yang terlalu lebar. Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk PFE minimal 95 persen (tingkat pengujian 1) dan 98 persen (tingkat 2 dan 3).
Bagaimana proses impor masker abal-abal ini dan akhirnya bisa diperdagangkan di negeri ini perlu segera diusut karena sangat merugikan, bahkan membahayakan konsumen, terlebih para tenaga kesehatan.
Relaksasi impor alat kesehatan pada masa pandemi, di satu sisi, mempercepat proses masuk keluar barang. Di sisi lain membuat Indonesia kebanjiran masker respirator tak berkualitas. Kebijakan ini layak dievaluasi guna menutup berbagai celah yang dimanfaatkan para ”penumpang gelap”.
Guna memastikan semua alat kesehatan yang didistribusikan kepada masyarakat sesuai standar, izin edar dari Kementerian Kesehatan adalah wajib adanya. Sistem pelayanan kilat izin edar alat kesehatan perlu dibangun.
Hukum perlu ditegakkan tanpa kompromi untuk memberikan efek jera. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya Pasal 8 Ayat (1), menyatakan, pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai standar yang dipersyaratkan. Pasal 63 Ayat (1) menyatakan, pelaku usaha yang melanggar dipidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 2 miliar.
Semua yang terlibat dalam importasi dan perdagangan masker abal-abal perlu diburu dan diusut. Mereka yang terbukti bersalah perlu dihukum berat.