Sebelum berinvestasi, pahami tujuan berinvestasi, kebutuhan penggunaan dana, dan potensi imbal hasil dan risikonya. Anda akan memahami uang tersebut bekerja dan keputusan investasi yang akan membantu mencapai impian.
Oleh
Prita Hapsari Ghozie
·5 menit baca
ARSIP PRIBADI
Prita H Ghozie
Tahun 2020, Bursa Efek Indonesia mencatat ada 1.695.268 Single Investor Identification alias meningkat 53,47 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini juga linear dengan penambahan investor SBN Ritel dari Kementerian Keuangan dan juga penambahan investor emas di pegadaian. Berita baik ini menunjukkan bahwa tingkat inklusi keuangan di Indonesia kemungkinan besar meningkat. Namun, bagaimana dengan literasinya?
Pakar investasi Warren Buffet mengatakan, ”Someone’s sitting in the shade today because someone planted a tree a long time ago.” Dari kalimat tersebut bisa dipahami bahwa investasi adalah proses non-instan dan membutuhkan beberapa kondisi untuk bisa mencapai tujuan. Mengelola kekayaan ibarat mengelola sebuah taman yang cantik. Butuh kombinasi antara bibit yang ciamik, lingkungan yang mendukung, dan alat berkebun yang baik. Tanah subur tanpa alat yang tepat, tentu tidak akan mencapai hasil kebun yang diimpikan.
Sama halnya dengan berinvestasi. Aset keuangan seperti deposito, surat berharga negara ritel, saham, dan reksa dana adalah alat untuk mencapai tujuan keuangan yang diinginkan. Setiap aset keuangan tersebut memiliki karakteristik dan risiko yang berbeda-beda. Marilah kita menjadi investor yang memiliki pemahaman dalam berinvestasi.
Pertama, paham tujuan berinvestasi. Ada dua alasan mendasar kenapa seseorang berinvestasi. Seseorang dapat mengharapkan adanya kenaikan modal atau mengharapkan adanya arus kas yang cukup rutin. Saya dan konsultan ZAP Finance menyarankan untuk kritis saat memutuskan untuk membeli sebuah produk keuangan. Membeli produk tanpa mengenal, apalagi memahami, ibarat mengendarai mobil dengan mata tertutup. Bisa sampai tujuan? Mungkin saja. Namun, risiko yang dihadapi akan sangat berlipat ganda.
Jika Anda adalah seorang investor saham, tentu mengharapkan adanya kenaikan modal dari sejak pertama menanamkan uang sampai dengan saat menjual kembali. Anda tentu mengharapkan harga saham akan terus meningkat sehingga harga beli jauh di bawah harga jual. Sementara jika Anda adalah seorang investor yang memiliki Surat Berharga Negara Ritel seperti Savings Bond Ritel, Anda mengharapkan pemasukan arus kas yang berkala dari kupon SBR. Bagaimana jika menginginkan keduanya? Bisa saja terjadi bagi investor properti yang disewakan maupun investor saham yang membagikan dividen.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Suasana pelayanan terpadu satu pintu di Gedung Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta, Selasa (26/1/2021). BKPM mencatat total realisasi investasi pada 2020 sebesar Rp 826,3 triliun.
Lalu, masih ada lagi tujuan ketiga, yaitu mempertahankan nilai kekayaan terhadap kenaikan inflasi. Dalam hal ini, umumnya seseorang akan memilih aset investasi yang terbukti tahan inflasi yang sering dikenal dengan istilah ”safe haven”. Pilihannya kerap jatuh ke emas sebagai sarana untuk mempertahankan nilai kekayaan.
Kedua, paham kebutuhan penggunaan dana. Seseorang harus dapat menjawab kapan dan untuk apa kebutuhan untuk membeli produk tersebut. Jika kebutuhannya adalah jangka pendek, menabung adalah solusi terbaik. Jika kebutuhannya jangka menengah atau panjang, berinvestasi adalah hal yang bijaksana. Dalam dunia keuangan, jangka pendek biasanya dikategorikan antara beberapa bulan hingga dua tahun. Sementara jangka menengah hingga lima tahun ke depan dan jangka panjang adalah selebihnya.
Pemilihan produk investasi juga sebaiknya disesuaikan dengan jangka waktu berinvestasi. Contoh termudah adalah dana pendidikan anak. Apabila anak akan memasuki jenjang SMP dalam waktu satu tahun, tabungan berjangka adalah pilihan yang cukup bijaksana. Orangtua membutuhkan hasil investasi yang stabil karena uang akan dipakai dalam jangka pendek. Sementara jika anak akan memasuki jenjang SMP dalam waktu 10 tahun, penggunaan tabungan berjangka berpotensi memberikan imbal hasil yang akan sangat kalah dengan tingkat inflasi. Alternatif investasi yang lebih baik adalah reksa dana berbasis saham atau bisa juga investasi saham secara langsung.
Ketiga, paham potensi imbal hasil dan risikonya. Saya kerap menyarankan kepada semua investor untuk selalu kritis terhadap potensi imbal hasil dari setiap produk yang dibeli. Anda harus waspada jika ditawarkan produk yang imbal hasilnya jauh di atas rata-rata karena ada kemungkinan penawarannya merupakan penipuan berkedok investasi.
Saat ini, Anda dapat mengharapkan hasil rata-rata 2-3 persen setahun untuk aset kas seperti deposito, 5-6 persen setahun untuk Surat Berharga Negara Ritel, dan di atasnya reksa dana campuran. Bagaimana dengan investasi saham secara langsung atau bahkan aset kripto? Tidak bisa dimungkiri, fenomena kenaikan harga saham pada tahun 2020 memang membuat banyak calon investor tergiur akan hasil tinggi dalam waktu singkat. Bukan tidak mungkin, potensi imbal hasil dari investasi pada saham langsung bisa saja dipatok hingga 15 persen dalam setahun atau bahkan lebih. Namun, pahami juga bahwa calon investor membutuhkan kejelian dalam memilih saham perusahaannya dan juga dalam mengelola risiko investasi.
Langkah awal yang disarankan untuk dilakukan saat ini adalah mendata aset investasi apa saja yang telah dimiliki saat ini. Untuk masing-masing aset, jawablah dengan jujur seberapa jauh pemahaman Anda terhadap produk ini. Ada tiga jawaban yang paling memungkinkan: pembelian produk karena ada rencana keuangan yang telah dikonsultasikan dengan perencana keuangan independen, pembelian produk karena disarankan oleh customer service atau relationship manager dari lembaga keuangan tertentu, dan pembelian produk karena yang berjualan adalah teman maupun saudara. Ayo jujur, yang manakah Anda?
Setelah menjawab tiga pertanyaan di atas, Anda akan menyadari bahwa menginvestasikan uang hasil kerja dengan pemahaman akan kebutuhan masing-masing adalah langkah yang sangat bijak. Anda akan lebih memahami bagaimana uang tersebut bekerja, dan keputusan investasi mana yang akan membantu mencapai apa yang diimpikan dan mana yang tidak. Tidak ada orang lain yang lebih bertanggung jawab terhadap rezeki yang diamanahkan, selain diri Anda sendiri.