Pandemi telah meluluhlantakkan 219 negara dan wilayah. Namun, seperti dua sisi mata uang, penderitaan pandemi juga membangkitkan solidaritas global untuk bekerja sama.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Setahun pandemi membuat para pemimpin dunia bekerja sama membentuk sistem multilateral. Tujuannya agar masyarakat global segera lepas dari penderitaan.
Manusia ternyata tak berdaya menghadapi mikroba, makhluk-makhluk yang tidak kasatmata. Hingga Selasa (30/3/2021), tercatat masih lebih dari 128 juta orang terinfeksi Covid-19 dan 2,8 juta di antaranya meninggal.
Menurut Laurie Garrett, penulis buku The Coming Plague: Newly Emerging Diseases in a World Out of Balance dan penerima Pulitzer 1996, dalam rantai makanan, mikroba adalah predator manusia. Jika kita tidak belajar hidup selaras, kita akan terus menghadapi serangan mikroba.
Sejarah menunjukkan, mikroba sudah bersinggungan dengan manusia bahkan dari zaman prasejarah. Dalam era kedokteran modern, ketika cacar berhasil dikalahkan dan polio masuk giliran eradikasi berikutnya, virus, bakteri, dan pelbagai jenis mikroba baru masih saja bermunculan. Sebutlah AIDS, ebola, SARS, MERS, flu burung, dan kini SARS-CoV-2.
Bisa dikatakan, perjuangan menghadapi mikroba akan terus berlangsung sepanjang kehidupan manusia. Saat ini, meski ilmu pengetahuan dan kerja keras para ilmuwan telah menghasilkan vaksin dalam waktu yang luar biasa singkat, bahkan juga dengan masyarakat yang antusias untuk mendapatkan vaksinasi, pandemi masih belum berakhir. Selain belum meratanya akses dan ketersediaan vaksin, muncul varian virus SARS-CoV-2 yang mungkin tidak tercakup vaksinasi.
Namun, manusia pula yang menyebabkan mikroba keluar dari habitatnya. Kerusakan ekosistem akibat pembabatan hutan, pertanian dan peternakan monokultur, kepadatan penduduk, serta mobilitas manusia yang luar biasa akibat kemajuan transportasi membuat puluhan penyakit baru tidak hanya bermunculan, tetapi juga mendunia.
Padahal, jauh sebelumnya, Rene Jules Dubos dalam Mirage of Health (1959) telah mengingatkan semua konsekuensi yang harus dihadapi ketika manusia mengubah dunia. Bahwa banyak faktor tak terduga, dan alam akan menyerang balik dengan cara yang tak pernah bisa diramalkan.
Itulah yang kita alami hari-hari ini. Pandemi telah meluluhlantakkan 219 negara dan wilayah. Memisahkan keluarga dengan orang-orang tercinta. Namun, seperti dua sisi mata uang, penderitaan pandemi juga membangkitkan solidaritas global untuk bekerja sama. Penelitian vaksin adalah contoh bagaimana para ahli industri farmasi dan lembaga penelitian bekerja sama, sementara sejumlah negara berpartisipasi dalam uji klinisnya. China pun akhirnya mau membuka diri untuk penelitian asal-usul virus SARS-CoV-2 oleh tim Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Oleh karena itu, kesadaran para pemimpin dunia—termasuk Presiden Joko Widodo—membentuk sistem multilateral dalam komunike traktat pandemi (Kompas, 30/3/2021) pantas diapresiasi. Ini menjadi kunci untuk bersama-sama segera mengakhiri pandemi, dengan memastikan akses universal yang merata atas vaksin, obat, dan alat diagnostik.