Matematika merupakan salah satu cabang dari ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk membentuk pola pikir matematis, yaitu sistematis, akurat, dan terarah.
Oleh
Diko Ahmad Riza Primadi
·3 menit baca
Banyak orang salah memersepsikan matematika sehingga pembelajaran matematika di Indonesia tidak berkembang secara berarti. Materi ajar tidak berubah sesuai konteks zaman, selain guru-guru yang masih dibebani urusan administrasi yang tidak terkait langsung dengan kualitas siswa, khususnya matematika.
Kenyataannya adalah ketika mendengar kata matematika, yang terbayang adalah angka dan hitung-hitungan, padahal matematika bukan tentang itu. Matematika berbicara tentang konsistensi logika setiap manusia. Matematika merupakan salah satu cabang dari ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk membentuk pola pikir matematis, yaitu sistematis, akurat, dan terarah.
Selain alat untuk melatih logika, sesungguhnya matematika juga merupakan salah satu cabang dari ilmu bahasa. Cara alam berbicara dengan manusia adalah dengan menggunakan bahasa matematika. Angin berembus, air mengalir, matahari membakar, daun-daun berguguran.
Matematika memiliki hubungan harmonis dengan semua aspek kehidupan. Seluruhnya menjadi pola dari matematika. Dengan kata lain, matematika adalah sastra tingkat tinggi yang hanya dipahami oleh insan berkesadaran. Matematika adalah wujud dari ketidakpastian meski selama ini selalu dikesankan sebagai kepastian (ilmu pasti).
Untuk menghilangkan kesalahpahaman ini, perlu ada reformasi besar-besaran di dalam manajemen pendidikan kita. Artinya, perlu ada terobosan berani untuk keluar dari kebiasaan dengan mengubah seluruh aspek yang sudah tidak relevan dengan pendidikan modern saat ini.
Manajemen pendidikan harus mampu mengubah cara pandang lama tentang makhluk yang bernama matematika. Ia bukan binatang buas yang mengerikan, ia juga bukan binatang peliharaan yang imut menggemaskan. Matematika adalah manusia bijaksana yang dapat menuntun kita menyibak cakrawala keilmuan dan keindahan alam semesta.
Perubahan harus dimulai dari diri sendiri. Mari memandang matematika dari sisi berbeda, sebagai narasi semesta kepada kita, bukan sekadar hitung-hitungan.
DIKO AHMAD RIZA PRIMADI
Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Matematika,
Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta
Merdeka Mengajar
Saya sangat mengapresiasi program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang bernama Kampus Mengajar, sebagai pendukung kebijakan Merdeka Belajar.
Program inovasi dalam kemerdekaan belajar dan mengajar ini tentunya perlu dukungan semua pihak, bukan hanya mahasiswa, melainkan juga para dosen. Dosen terlibat sebagai dosen pendamping lapangan (DPL).
Saya dan beberapa dosen di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala beramai-ramai mendaftarkan diri sebagai DPL. Saya mendaftar 19 Februari 2021.
Pada 21 Maret 2021, diumumkan kelulusan DPL pada akun setiap calon DPL. Saya tidak lolos dengan alasan belum layak menjadi DPL. Saya tidak tahu persis apa penilaian kelayakan yang dimaksud karena calon DPL tidak menjalani tes apa pun.
Setiap dosen hanya diminta mengisi surat pernyataan rekomendasi dari pimpinan perguruan tinggi masing-masing.
Sampai saat ini, saya masih tidak paham dengan kriteria penilaian calon DPL oleh panitia Kampus Mengajar. Ketika saya cek ke dosen lain yang mendaftar, banyak juga yang tidak lulus, termasuk dosen senior, dosen berpangkat lektor kepala, dan bahkan sudah profesor.
Demikian juga dengan 39 mahasiswa jurusan kami yang mendaftar dan memiliki akun peserta kampus merdeka mengajar, tidak ada satu pun yang lulus.
Semoga program Kampus Merdeka Mengajar ini benar-benar memberikan kemerdekaan berpikir dan kemerdekaan belajar bagi setiap orang, termasuk tentunya tentang transparansi.
Mohon kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dapat memberikan penjelasan mengenai hal ini.