Artinya, seluruh kawasan Indonesia dibagi berdasarkan wilayah DAS/pulau/provinsi, lalu dihitung satu per satu luas kecukupan hutan dan tutupan hutannya oleh KLHK dan ditetapkan dalam surat keputusan Menteri LHK.
Oleh
Pramono Dwi Susetyo
·3 menit baca
Misteri penghapusan luas minimal 30 persen kawasan hutan yang harus dipertahankan dari luas daerah aliran sungai (DAS) dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional, dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020, terjawab sudah. Telah terbit Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23/2021 tentang penyelenggaraan kehutanan.
Dalam pasal 41 PP baru itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri LHK) menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan berdasarkan pertimbangan a) biogeofisik; b) daya dukung dan daya tampung lingkungan; c) karakteristik DAS; dan d) keragaman flora dan fauna.
Artinya, seluruh kawasan Indonesia dibagi berdasarkan wilayah DAS/pulau/ /provinsi, lalu dihitung satu per satu luas kecukupan hutan dan tutupan hutannya oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan ditetapkan dalam surat keputusan Menteri LHK.
Menjadi pertanyaan, pertama, bukankah UU Cipta Kerja dimaksudkan memberi kemudahan investasi dan menciptakan lapangan kerja dengan memangkas jalur perizinan? Berarti UU Cipta Kerja harus berlaku operasional.
Kedua, dalam suatu wilayah DAS, perhitungan kecukupan luas hutan dan tutupan hutan untuk keseimbangan hidroorologis hulu-hilir lebih mudah dihitung karena batas DAS, yaitu punggung bukit atau gunung jelas di peta topografi.
Namun, kawasan lindung wajib dipertahankan dan dijaga tutupan hutannya, tidak dapat ditambah dan dikurangi luasannya dan datanya tersedia di KLHK.
Yang perlu dihitung adalah tutupan hutan dalam kawasan hutan produksi dan tutupan hutan di luar kawasan hutan sebagai tambahan dari tutupan luas hutan konservasi dan lindung. Itu pun kalau luas kawasan lindung dalam kawasan hutan dianggap belum cukup.
Ketiga, kapan perhitungan kecukupan luas hutan dan tutupan hutan akan diselesaikan KLHK, khususnya untuk daerah yang membutuhkan luas kawasan hutan untuk pembangunan seperti di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera? Apalagi sejak ada akses jalan tol Sumatera dan Jawa.
Investor tentu ingin segera memanfaatkan kemudahan UU Cipta Kerja di bidang kehutanan. Kerja besar dan cepat KLHK dalam menghitung kecukupan luas hutan dan tutupan hutan benar-benar dibutuhkan sekarang.
PRAMONO DWI SUSETYO
Pensiunan KLHK, Vila Bogor Indah, Ciparigi, Bogor
Kendalikan Banjir
Saya penghuni perumahan Graha Raya kluster Fortune Breeze dari pengembang PT Jaya Property Realty.
Pada 20 Februari 2021 perumahan kami banjir lagi, mengulang banjir besar pada awal tahun 2020. Hal ini terjadi karena pihak pengembang tidak memitigasi banjir dengan baik, tidak membangun level ketinggian perumahan lebih tinggi daripada muka air sungai.
Kesalahan ini diperparah dengan tidak ada upaya normalisasi sungai yang melintasi kluster Fortune. Pengembang juga tidak membangun pintu air pada saluran air yang terhubung dengan sungai serta tidak ada holding pond untuk mengantisipasi curah hujan tinggi.
Saya berharap pengembang dapat mengatasi masalah banjir kluster kami.