”You're Cancelled!”
Di sini muncul tantangan besarnya. Cancel culture dapat terpeleset menjadi mobocracy, di mana massa tidak lagi berangkat dari alasan nilai-nilai prinsipal untuk meninggalkan seseorang atau suatu entitas
Kisah pembreidelan tabloid Monitor di masa kepemimpinan Presiden Soeharto menjadi salah satu episode yang cukup diingat oleh para Gen Y dan seniornya. Kala itu, rezim Orde Baru menghentikan penerbitan tabloid Monitor karena protes massa Muslim terhadap artikel hasil survei pembaca tentang tokoh yang paling dikagumi.
Survei ini menempatkan Nabi Muhammad SAW pada posisi ke-11, dan gelombang protes dari massa Muslim yang merasa tersinggung pun merebak. Dampaknya, Arswendo Atmowiloto, Pemimpin Redaksi Tabloid tersebut diadili dan dipenjarakan selama 5 tahun.
Dalam bahasa kaum muda masa kini, tabloid Monitor ini cancelled, merujuk kepada budaya baru cancel culture yang kian ramai dipercakapkan setelah merambah ranah politik secara global. Bahkan CPAC (Conservative Political Action Conference), arena berkumpul para politisi dan aktivis konservatif di Amerika Serikat pun mengangkat tema "America Uncancelled". Tema ini dipilih sebagai reaksi atas cancel culture yang menimpa beberapa politisi partai Republik, misalnya Senator Josh Hawley yang kehilangan kontrak buku dengan penerbit Simon Schuster setelah ia mengambil posisi politis menolak hasil Pemilihan Presiden AS tahun 2020 lalu.


