Netralitas para pendiri partai diuji ketika konflik terjadi, sebagai upaya untuk menyelamatkan partai, bukan mengamankan kelompok. Partai politik adalah aset demokrasi, seharusnya memberi teladan kepada masyarakat.
Oleh
Pangeran Toba P Hasibuan
·7 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO
Mustawan, loper koran Kompas, selalu menawarkan koran Kompas di jembatan penyeberangan orang Ratu Plaza, Jakarta Pusat, seperti terlihat pada Jumat (3/7/2020). Penumpang bus Transjakarta, yang sebagian besar pekerja kantoran di kawasan Senayan, salah satu pelanggan potensialnya.
Kompas termasuk salah satu surat kabar nasional yang peduli perkembangan bahasa Indonesia. Kompas senantiasa memberikan pengetahuan bahasa Indonesia kepada pembaca melalui pelbagai artikelnya.
Tidak jarang Kompas menyosialisasikan istilah ataupun bentukan kata baru dalam kosakata bahasa Indonesia. Dengan demikian, pembaca tahu ada istilah ataupun kosakata baru setelah membaca Kompas. Saya mengusulkan Kompas juga membuat rubrik tata bahasa. Orang Indonesia umumnya bisa berbahasa Indonesia, tetapi belum tentu memahami tata bahasanya.
Pada Kompas, 25 Oktober 2019, di rubrik Pendidikan & Kebudayaan, tertulis ”Metode Pemelajaran” sebagai judul salah satu artikel. Judul tersebut saya tanggapi melalui Surat kepada Redaksi, dimuat Kompas, 17 Desember 2019. Saat itu saya mempertanyakan mana kata yang tepat sesuai tata bahasa Indonesia, pemelajaran atau pembelajaran. Pembandingnya kata pembuatan, bukan pemuatan untuk kata dasar buat.
Kompas menanggapi dengan menyebutkan bahwa pemelajaran adalah salah satu sublema sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi IV.
Namun, pada Kompas, 23 Februari 2021, di rubrik Pendidikan & Kebudayaan, Kompas menulis judul salah satu artikelnya, ”Pembelajaran Teknologi Digital Menjadi Kemutlakan”. Tentu menjadi pertanyaan kembali apakah kata pembelajaran tersebut sudah benar? Apa sebenarnya makna kata pembelajaran tersebut?
Menurut Anton M Moeliono (Pondok Bahasa), pembelajaran untuk padanan instruction, pembelajar-instructor, pemelajaran untuk learning dan pemelajar-learner.
Sudi kiranya Kompas memberikan penjelasan makna yang dimaksud terkait judul artikel 23 Februari 2021, sebagai instruction atau sebagai learning.
PANGERAN TOBA P HASIBUAN
Sei Bengawan, Medan 20121
Catatan Redaksi:
Pemelajar, pemelajaran, pembelajar, dan pembelajaran tersua di KBBI Edisi V halaman 28-29. Pemelajar: ’orang yang mempelajari; murid; siswa’; pemelajaran: ’proses, cara, perbuatan mempelajari’; pembelajar: ’orang yang membelajarkan; pengajar’; pembelajaran: ’proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar’.
Tanggapan Allianz
Terkait keluhan yang disampaikan Bapak Des Bernata Lim di rubrik Surat kepada Redaksi (Kompas, 12/3/2021) berjudul ”Klaim Asuransi”, dengan ini kami sampaikan tanggapan berikut.
Pada Jumat (12/3/2021) pukul 16.00 tim Layanan Nasabah kami sudah menghubungi Bapak Des Bernata Lim. Kami sudah berkomunikasi lebih lanjut untuk menyelesaikan keluhan tersebut.
Allianz berkomitmen memberikan pelayanan terbaik dan menjaga kepercayaan semua nasabah. Oleh karena itu, keluhan ini menjadi perhatian penuh bagi kami dan kami berkomitmen membantu nasabah menyelesaikan permasalahan tersebut.
MURTIANI WAHYUNI
Head of Corporate Communications, Allianz Indonesia
Cetak Akta dan KK
Dengan adanya video viral dari Prof Zudan, Dirjen Dukcapil Kemendagri, yang mengabarkan bahwa masyarakat sudah bisa mencetak sendiri kartu keluarga (KK) dan akta kelahiran dengan printer dan kertas HVS biasa, saya ingin menanyakan lebih lanjut.
Jika akta kelahiran dan KK kami masih model lama, apakah kami dapat otomatis mencetak KK dan akta kelahiran terbaru?
Apakah dapat dijelaskan lebih rinci, bagaimana cara kami mendapatkan KK dan akta kelahiran model baru tersebut, yang ada QR code-nya?
Semoga Prof Zudan berkenan menjelaskan di forum Surat kepada Pembaca Kompas sehingga juga membantu warga lain yang memerlukan.
KK RAHARDJO
Permata Buana,Jakarta Barat 11610
”Ghosting”
Di rubrik Pendidikan & Kebudayaan Kompas, terbit 13 Maret 2001, ada artikel berjudul ”Etiket Akhiri Pacaran”.
Penggunaan kata etiket itu—vis-à-vis etika—tepat. Akan tetapi, dalam artikel setengah halaman itu kemudian bertaburan 16 kata ghosting, yang dipakai sebagai nomina atau adjektiva.
Tak dapatkah kata asing itu dipadankan dengan salah satu dari kata-kata Indonesia/daerah? Misalnya, menghilang, meraib, minggat, murca, mb(e)lenes, ng(e)limun, dan sebagainya?
L WILARDJO
Klaseman, Salatiga
Catatan Redaksi:
Terima kasih atas kesetiaan Anda membaca tulisan-tulisan di Kompas dan mencermati penggunaan bahasanya.
Kata ghosting memang sedang viral, terutama di kalangan anak muda, sehingga Kompas pun menurunkan bahasan tentang itu. Karena itu pula, kata ghosting banyak muncul dalam tulisan.
Memang betul, padanan kata tersebut ada banyak dalam bahasa Indonesia dan daerah. Kami akan mempertimbangkan pada tulisan selanjutnya.
Sekali lagi kami berterima kasih atas saran yang telah Anda sampaikan.
Keadilan untuk Masyarakat
KOMPAS/DIAN DEWI PURNAMASARI
Bekas Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi; menantunya, Rezky Herbiyono; didampingi kuasa hukum Maqdir Ismail mengikuti persidangan putusan kasus suap dan gratifikasi secara daring dari Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu (10/3/2021).
Menarik membaca berita Kompas, 13 Maret 2021, tentang ”Pedoman Pemidanaan Terukur Diperlukan” (Senin, 15/3/2021), ”Komitmen Penegak Hukum Disoal”, dan Tajuk Rencana (Kompas, 16/3/2021) ”Elegi Panggung Pengadilan”. Keduanya membahas putusan hakim yang mengecewakan publik dalam menjatuhkan hukuman kepada koruptor.
Apalagi hakim gagal mengungkap siapa king maker di balik kembalinya pengusaha Joko Tjandra ke Indonesia dengan bebas walaupun dalam status buron.
Kasus Joko Tjandra sensi karena melibatkan oknum jaksa dan polisi. Korupsi telah menjadi pandemi, tidak kalah dengan Covid-19, malah lebih ganas karena hampir semua elemen bernegara terlibat.
Pasal 5 Ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan, ”Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”. Ini berarti hakim tidak boleh mengesampingkan perasaan keadilan dalam masyarakat. Hakim tidak hidup dalam menara gading.
Tidak adil bagi masyarakat kalau korupsi yang menyangkut uang miliaran bahkan triliunan rupiah hanya dijatuhi hukuman penjara dan denda ratusan juta rupiah. Seharusnya semua uang hasil korupsi disita untuk negara.
Bahkan, ada putusan yang aneh dalam kasus First Travel, uangnya tidak dikembalikan kepada mereka yang sudah membayar, tetapi disita untuk negara, padahal tidak ada uang negara.
Terbalik dengan kasus panitera Mahkamah Agung Nurhadi. Hakim menolak agar Nurhadi membayar uang pengganti Rp 83 miliar dengan alasan uang dari pihak swasta, seperti ditulis Tajuk Kompas.
MUSTAKIM
Pondok Duta 1, Tugu Cimanggis, Depok 16451
Parpol untuk Rakyat
Mengena sekali sentilan di Pojok Kompas, Selasa (9/3/2021), ”Konflik parpol bisa ganggu atasi pandemi—Enggak yakin partai itu mikirin pandemi...”.
Sebuah narasi yang obyektif, karena kenyataannya memang demikian adanya. Kontribusi nyata parpol di masa pandemi untuk membantu rakyat, minimal buat konstituennya, belum terlihat.
Akhirnya, konflik yang terjadi pada partai politik, hanya menjadi tontonan rakyat karena tidak ada kepentingan rakyat yang diperjuangkan. Parpol sibuk dengan urusannya sendiri, terutama kepentingan pengurusnya.
Rakyat paham bahwa mereka baru dibutuhkan menjelang pilkada atau pileg. Gonjang-ganjing parpol, apa pun penyebabnya, selalu berujung dengan perebutan jabatan ketua umum, munculnya pengurus tandingan, atau lahirnya partai baru. Sejarah keparpolan di Indonesia banyak mencatat peristiwa semacam ini.
Intervensi dari luar partai, dalam banyak kasus, selalu diawali oleh ketidakkompakan atau disharmoni di internal partai. Ketidakpuasan, kekecewaan, keresahan, bahkan keprihatinan, selalu menjadi pemantik konflik.
Kearifan dan kedewasaan berdemokrasi terwujud apabila pihak-pihak yang berseteru mau duduk bersama saling mendengar. Namun, dalam praktik, harapan ini sulit terwujud karena masing-masing merasa paling berhak dan paling benar.
Netralitas para pendiri partai diuji ketika konflik terjadi, sebagai upaya untuk menyelamatkan partai, bukan mengamankan kelompok. Partai politik adalah aset demokrasi, seharusnya banyak memberi teladan kepada masyarakat.
Perseteruan terbuka di depan publik tentu saja bukan teladan buat rakyat. Pada akhirnya, rakyat akan menilai, bukan pada soal benar-salah, melainkan pada aspek kontribusi dan sumbangsih apa yang telah parpol berikan untuk kesejahteraan rakyat.
BUDI SARTONO SOETIARDJO
Cilame, Ngamprah, Kabupaten Bandung
Penipu ”Online”
Saya membeli masker KN 95 di Vit_store8 Tokopedia. Foto dan deskripsi yang dijual menyebutkan, masker itu sudah mendapat izin BNPB dan kemasan higienis per masker.
Namun, alih-alih mendapat masker tebal, bersih, dan dibungkus per lembar seperti di foto dan deskripsi, masker yang saya terima sudah kusut, banyak bekas lipatan, dan kawatnya tertekuk-tekuk. Semua dibungkus jadi satu kantong.
Sangat diragukan apakah itu masker baru atau daur ulang. Sayangnya, setelah saya komplain dan ajukan pengembalian, terjadi kendala di Pusat Resolusi Toped Care.
Penjual memberi alamat pengembalian ke Purworejo, Jawa Tengah. Padahal, alamat pengiriman dari Jakarta. Sesuai anjuran Toped Care, saya mengembalikan barang tersebut ke Jawa Tengah. Saya juga dianjurkan untuk mengajukan klaim berkas pengiriman ongkos kirim untuk diganti oleh asuransi Toped.
Sayangnya, penggantian ongkos kirim hanya maksimal sebatas ongkir awal yang dikirim dari Jakarta. Saya sangat kecewa dengan mediasi Toped Care yang tak tegas terhadap penjual yang telah menipu.