Penyakit ginjal mengancam jiwa dan membutuhkan biaya mahal untuk perawatan. Ada banyak penyebabnya. Terbaru, Covid-19 bisa memicu gagal ginjal akut. Penggantian sel ginjal dengan terapi sel punca masih dalam penelitian.
Oleh
ATIKA WALUJANI MOEDJIONO
·5 menit baca
Penyakit ginjal merupakan penyakit katastropik, yakni mengancam jiwa dan membutuhkan biaya mahal untuk perawatan. Masalahnya, pada tahap awal gangguan ginjal tidak menunjukkan gejala yang jelas. Gejala baru tampak ketika penyakit berada di stadium lanjut alias gagal ginjal sehingga membutuhkan cuci darah rutin seumur hidup atau transplantasi ginjal.
Studi Global Burden of Disease 2017 menunjukkan, pada tahun itu prevalensi penyakit ginjal kronis (PGK) adalah 9,1 persen pada penduduk dunia (697,5 juta kasus). PGK mengakibatkan 1,2 juta kematian pada 2017 dan merupakan penyebab kematian ke-12 di dunia. Prevalensi PGK di Indonesia, menurut Riset Kesehatan Dasar 2018, sebesar 3,8 persen.
Sebagai gambaran, penelitian yang dilakukan Metty Azalea, Tri Murti Andayani, dan Satibi, dari Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, yang dimuat di Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi, Juni 2016, mendapatkan, rata-rata biaya perawatan pasien PGK rawat inap dengan hemodialisis dan tindakan operatif Rp 23.732.520 per episode rawat inap. Untuk pasien PGK rawat inap dengan hemodialisis non-operatif rata-rata Rp 12.800.910 per episode rawat inap. Penelitian dilaksanakan 1 September 2014 hingga 31 Agustus 2015 di RSUP dr Sardjito Yogyakarta.
Belum semua penderita bisa mengakses pengobatan mengingat keterbatasan fasilitas perawatan dan dokter ahli nefrologi di Indonesia. Bagi peserta program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), perawatan PGK ditanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Menurut BPJS Kesehatan, penyakit ginjal merupakan salah satu penyakit yang menghabiskan banyak biaya. Total pembiayaan pelayanan kesehatan untuk gagal ginjal pada 2018-2020 mencapai Rp 6,4 triliun.
Fungsi ginjal tidak hanya menyaring limbah (sisa metabolisme) dan racun dari darah serta mengatur kadar cairan tubuh. Ginjal juga berperan penting dalam pelepasan hormon untuk mengatur tekanan darah, produksi sel darah merah, menjaga keseimbangan mineral darah (natrium, fosfor, kalium), dan mengaktifkan vitamin D untuk kesehatan tulang.
Karena itu, gangguan fungsi ginjal, apalagi PGK stadium lanjut, mengakibatkan penumpukan cairan, elektrolit, dan limbah berbahaya dalam tubuh. Selain itu, gangguan ginjal juga menyebabkan tekanan darah tinggi, gangguan jantung dan stroke, anemia, penurunan respons kekebalan tubuh, kerapuhan tulang, serta gangguan saraf.
Faktor risiko penyakit ginjal, antara lain, diabetes, tekanan darah tinggi, obesitas, merokok, penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid dalam waktu lama, obat penghilang rasa sakit, infeksi saluran kemih kronis, batu ginjal, berat badan lahir rendah, lupus dan gangguan autoimun lain, serta usia lanjut (60 tahun ke atas). Hal lain yang penting diwaspadai adalah adanya riwayat keluarga dengan gagal ginjal, diabetes, tekanan darah tinggi, dan gangguan jantung.
Ginjal sangat mudah beradaptasi dan mampu mengimbangi fungsi yang hilang. Akibatnya, gejala baru muncul saat kerusakan sudah parah dan permanen.
Menurut laman Mayo Clinic, gejala penyakit ginjal sering tidak spesifik. Serupa dengan penyakit lain. Ginjal sangat mudah beradaptasi dan mampu mengimbangi fungsi yang hilang. Akibatnya, gejala baru muncul saat kerusakan sudah parah dan permanen.
Karena itu, penting mendeteksi penyakit ginjal secara dini. Hal itu bisa dilakukan lewat pemeriksaan rutin, terutama bagi yang berisiko. Pemeriksaan, demikian laman National Kidney Foundation Amerika Serikat (AS), dilakukan dengan mengukur tekanan darah, keberadaan protein dalam urine, dan pemeriksaan untuk mengukur kemampuan ginjal dalam menyaring darah (GFR).
Perlu diperhatikan gejala awal, seperti kelelahan kronis, rasa haus terus-menerus; sering ingin buang air kecil; urine berbusa, berwarna merah muda atau gelap yang menunjukkan ada darah; mata sembab; wajah, tangan, perut, pergelangan kaki, dan kaki bengkak; gatal-gatal; mual; muntah; serta sulit berkonsentrasi.
Menjaga kesehatan ginjal bisa dilakukan lewat olahraga teratur, menjaga berat badan ideal, menerapkan pola makan sehat, minum cukup air, tidak merokok, tidak minum alkohol, berhati-hati mengonsumsi obat penghilang rasa sakit dan obat antiinflamasi nonsteroid, dan periksa kesehatan setiap tahun.
Dipicu Covid-19
Belakangan pemicu gagal ginjal bertambah. Medical News Today, 10 Maret 2021, menyebutkan, para peneliti menemukan, Covid-19 tak hanya memicu gangguan pernapasan parah akut (ARDS), tetapi juga cedera atau gagal ginjal akut (AKI). Sejumlah riset mendapatkan, 4-37 persen kasus Covid-19 mengganggu ginjal.
Penyebabnya, untuk menginfeksi sel, SARS-CoV-2 menempel pada reseptor enzim pengubah angiotensin 2 (ACE2). Reseptor ini berada di membran sel yang melapisi ginjal, paru, saluran pencernaan, jantung, dan arteri.
Beberapa penelitian menunjukkan, virus penyebab Covid-19 cenderung menargetkan ginjal dibandingkan dengan bagian tubuh lain karena ekspresi ACE2 sangat tinggi pada sel yang melapisi tubulus proksimal, bagian utama ginjal yang bertanggung jawab atas reabsorpsi air dan nutrisi dari darah.
Sejauh ini diketahui, ginjal yang terganggu fungsinya tidak bisa pulih. Pengobatan hanya memperlambat perburukan.
Upaya para ilmuwan untuk mengatasi masalah ginjal menemukan titik terang. Laman Stanford Medicine, 19 Juni 2014, memaparkan, lewat teknologi sel punca, para peneliti di Stanford Institute for Stem Cell Biology and Regenerative Medicine, AS, serta Fakultas Kedokteran Sackler, Israel, menemukan molekul spesifik yang memicu pertumbuhan sel ginjal, yakni protein Wnt. Ini membuka jalan bagi terapi seluler dan molekuler untuk regenerasi ginjal dan mengatasi kekurangan organ ginjal untuk transplantasi.
Penelitian pada tikus laboratorium mendapatkan, sel ginjal mampu melakukan regenerasi. Hal itu dilaporkan di jurnal Cell Reports.
Namun, menurut Yuval Rinkevich, penulis utama laporan dan peneliti pasca-doktoral di Stanford, penerapan pada manusia tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Setiap jenis jaringan ginjal memerlukan jenis sel punca yang berbeda.
”Menumbuhkan seluruh ginjal di laboratorium rumit karena perlu mengatur aktivitas berbagai jenis sel prekursor dengan rangsangan tepat di setiap bagian ginjal, tidak seperti darah dan sistem kekebalan yang dapat dibentuk kembali dari satu jenis sel punca,” kata Benjamin Dekel, penulis senior laporan dan Guru Besar Pediatri di Sackler.
Jadi, jalan masih panjang. Karena itu, bagi yang sehat, jaga baik-baik ginjal Anda dengan gaya hidup dan pola makan sehat. Bagi penderita PGK, jangan putus asa, tetap disiplin berobat, menjaga gaya hidup dan pola makan sehat.