Dalam rentang dua pekan, kapal Israel dan Iran menjadi target serangan misterius. Kedua negara itu saling tuduh, dan diam-diam mengobarkan perang di laut.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Kasus serangan misterius di laut terakhir menimpa kapal laut milik Israel berbendera Bahamas, MV Helios Ray, di Teluk Oman, 26 Februari lalu. Kurang dari dua pekan berselang, serangan misterius berganti dialami kapal kargo Iran, MV Shahr-E-Kord, di Laut Tengah. Misterius, karena pelaku serangan di dua laut terpisah itu tak diketahui. Tiada yang mengklaim bertanggung jawab, seperti lazimnya serangan teroris.
Setelah serangan terjadi, muncul tuduhan—oleh Israel dan Iran terhadap kubu lawan—tanpa konfirmasi pihak tertuduh. Dalam insiden serangan atas kapal MV Helios Ray, Israel menuding Iran sebagai pelakunya. Dalam insiden kapal MV Shahr-E-Kord, Iran menuduh Israel berada di balik serangan itu.
Pihak tertuduh selalu membantah keterlibatannya. Kedua belah pihak cenderung menutupi permusuhan itu dengan melibatkan intelijen, memperlihatkan kedua negara menerapkan ”perang senyap”, istilah yang digunakan harian ini untuk melukiskan konfrontasi baru itu (Kompas, 16/3/2021).
Harian The Wall Street Journal (WSJ), Kamis (11/3/2021), dengan mengutip sumber pejabat di Amerika Serikat (AS) dan Timur Tengah, melaporkan, sejak 2019 Israel sedikitnya 12 kali menyerang kapal milik Iran. Pada 2020 serangan itu dilancarkan sedikitnya enam kali. Sasarannya adalah kapal Iran pengangkut minyak mentah ke Suriah. Israel, demikian ditulis WSJ, menggunakan berbagai jenis senjata, termasuk ranjau laut. Meski dilaporkan sudah berlangsung dua tahun terakhir, permusuhan di front laut antara Israel dan Iran itu baru akhir-akhir ini menjadi perhatian.
Permusuhan di laut itu, dengan lokasi utama di Laut Tengah, Laut Merah, dan Teluk Persia, menambah arena konfrontasi Iran-Israel, dua negara musuh bebuyutan. Meski tidak spesifik merujuk pada insiden terakhir, sejumlah pejabat Israel, antara lain Menteri Pertahanan Benny Gantz dan Menteri Urusan Komunitas Tzachi Hanegbi, mengakui siap berperang dengan Iran di semua front: udara, laut, dan darat. Serangan udara sudah dilancarkan Israel di Suriah. Serangan darat melibatkan intelijen yang menewaskan pejabat Iran, seperti Jenderal Qassim Soleimani dan ahli nuklir Mohsen Fakhrizadeh.
Dalam responsnya atas insiden MV Shahr-E-Kord, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran menegaskan, Teheran mempertimbangkan seluruh opsi perlawanan. Eskalasi permusuhan ini terjadi di tengah upaya kembalinya AS pada kesepakatan nuklir Iran tahun 2015 dan merapatnya Israel dengan negara-negara Arab Teluk, rival Teheran di kawasan.
Meskipun hingga saat ini tak ada tanda eskalasi itu akan berujung pada perang besar di Timur Tengah, ketegangan akibat permusuhan di front baru antara Iran dan Israel itu jelas menjadi bara di kawasan. Akibat insiden di laut itu, bara itu semakin terasa panas, menyebabkan konflik di Timur Tengah seolah abadi dan tidak akan pernah padam.