Pemerintah memutuskan mengimpor beras, gula, garam, serta daging sapi dan kerbau meskipun berulang kali menargetkan akan berswasembada.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Pemerintah beralasan, impor beras dilakukan guna memenuhi cadangan beras pemerintah dan Bulog. Rencana impor gula naik tahun ini sebagai barter ekspor sawit ke India. Garam diimpor karena produksi garam industri lokal tidak mencukupi.
Impor dan ekspor adalah praktik lumrah di tengah globalisasi yang ditandai, antara lain, oleh perdagangan bebas dan terbuka. Nusantara terbiasa berdagang dengan luar negeri sejak zaman Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Pada era kolonial, ekspor hasil perkebunan selalu surplus. Kita bahkan pernah menjadi pengekspor gula terbesar di dunia. Indonesia juga menjadi anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Mengimpor menjadi konsekuensi dari kita mengekspor.
Dalam menjalankan ekspor-impor, Indonesia wajib memiliki strategi, kebijakan, dan program. Prinsip strategi perdagangan internasional kita seyogianya adalah mendapatkan gains from trade, manfaat neto bagi produsen dan pengekspor. Mendapatkan surplus perdagangan sangat penting untuk menguatkan dan menstabilkan nilai tukar rupiah, memperkuat perekonomian, dan memakmurkan masyarakat.
Manfaat itu dapat dilihat pada neraca perdagangan. Devisa hasil ekspor harus lebih besar dari devisa yang keluar untuk membayar impor. Devisa tersebut sepatutnya masuk di dalam sistem keuangan negara, tidak parkir di rekening luar negeri produsen atau pengekspor.
Untuk mendapatkan surplus perdagangan, kita harus mampu menciptakan keunggulan komparatif. Keunggulan ini dapat berasal dari sesuatu yang sudah terberikan, seperti sumber daya alam yang kaya dan berada di garis khatulistiwa. Di luar itu, produk yang diekspor sebaiknya bernilai tambah.
Untuk mendapatkan surplus perdagangan, kita harus mampu menciptakan keunggulan komparatif.
Dalam berdagang, kita seharusnya memilih negara-negara yang menghasilkan barang kebutuhan kita. Kita perlu melakukan strategi promosi dan proteksi sekaligus.
Pada beras, misalnya, kita berlakukan kuota impor dan bea setinggi-tingginya yang diizinkan WTO untuk melindungi petani kita. Beras adalah bahan pangan pokok penting. Jangan sampai banjir beras impor menjadi disinsentif petani menanam padi. Ketahanan dan kedaulatan pangan nasional akan terancam. Apalagi jumlah penduduk terus bertambah, terjadi perubahan iklim, dan tanah subur semakin langka.
Kita saat ini masih kekurangan pasokan gula dan garam industri dalam negeri. Dengan pilihan mengimpor, akan baik apabila strategi kita, adalah mengarahkan impor kedua produk itu digunakan dalam produk olahan, seperti makanan dan minuman, yang diekspor agar terjadi surplus.
Intinya, kita perlu melakukan audit produksi, konsumsi, dan kebutuhan komoditas yang akan diimpor. Audit perlu terbuka dan transparan setiap tahun, disertai pemantauan serta evaluasi implementasi strategi dan kebijakan perdagangan kita. Berdasarkan data audit menyeluruh itu, strategi perdagangan kita susun untuk menghasilkan surplus.