Ternyata banyak pasien yang mengalami penundaan pemeriksaan dan terapi, termasuk operasi. Mereka dapat memahami keadaan ini, tetapi khawatir perubahan yang terjadi ini akan menetap meski pandemi telah berakhir.
Oleh
Samsuridjal Djauzi
·5 menit baca
Saya bukan dokter, tetapi senang mengikuti berita kesehatan. Di rumah, selama pandemi Covid-19 ini ada dua anggota keluarga saya yang kesulitan mengakses layanan kesehatan. Ibu saya, 68 tahun, penderita diabetes melitus, sejak Maret tahun lalu tak dapat bertemu dengan dokter spesialis yang merawat beliau. Dokter ibu sudah senior dan hanya bersedia memberikan konsultasi jarak jauh dengan video call. Untunglah keadaan diabetes ibu terkendali dan obat yang biasa dapat diteruskan. Pemeriksaan laboratorium dilaksanakan lebih jarang.
Namun, ketika paman saya didiagnosis kemungkinan kanker paru, prosedur untuk menegakkan diagnosisnya agak tertunda-tunda. Paman saya agak takut ke rumah sakit, pihak rumah sakit juga membatasi pemeriksaan penunjang serta laboratorium sehingga paman harus menunggu. Untunglah hasil akhirnya paman bukan kanker paru, tetapi kemungkinan terkena infeksi jamur. Sekarang paman dalam pengobatan dan hasilnya baik, terapi dapat dilanjutkan di rumah dengan minum tablet.
Kita belum tahu kapan pandemi Covid-19 akan berakhir. Jika pandemi berakhir, apakah layanan kesehatan akan kembali ke layanan semula? Ruang tunggu rumah sakit tak perlu diberi jarak, kita tak perlu screening suhu dan sering cuci tangan?
Dewasa ini banyak teman saya yang memanfaatkan layanan kesehatan lewat daring. Mereka cukup puas meski tak dapat berjumpa tatap muka secara langsung dengan dokternya. Bahkan, mereka dapat berkonsultasi dengan pakar berlainan kota tanpa harus terbang ke kota tempat dokter tersebut praktik. Lebih nyaman dan lebih hemat. Apakah setelah pandemi Covid-19 nanti layanan konsultasi daring masih akan banyak digunakan?
Masyarakat sekarang juga amat peduli pada kesehatan. Layanan vaksin pemerintah diminati, mereka antre cukup lama untuk menjalani imunisasi Covid-19. Kesadaran akan pentingnya memelihara kesehatan bukan tak mungkin akan berpengaruh juga pada pelayanan kesehatan pasca-pandemi Covid-19.
Masyarakat mudah-mudahan akan menerapkan gaya hidup sehat secara lebih konsisten. Saya juga berharap kebiasaan bekerja dari rumah dan belajar dari sekolah masih akan tetap diadakan meski kantor dan sekolah sudah dibuka penuh nantinya. Kami sekeluarga merasakan selama pandemi kehangatan keluarga lebih terasa. Kami lebih sering berkumpul bersama di rumah.
Teknologi berkembang penuh dan apakah mungkin setelah pandemi Covid-19 nanti peranan robot dan artificial intelligence dalam layanan kedokteran akan meningkat? Sementara mungkin kemajuan teknologi akan meningkatkan biaya, tetapi saya yakin dengan perkembangan waktu biaya justru akan semakin menurun karena layanan semakin efisien.
Mohon pandangan Dokter, bagaimana layanan kesehatan setelah pandemi Covid-19 selesai. Apakah layanan kedokteran akan dapat kembali ke situasi semula? Terima kasih.
M di J
Kita belum tahu kapan pandemi Covid-19 akan berakhir. Kita berharap agar pandemi ini cepat selesai. Banyak yang merasa sudah bosan dengan situasi seperti sekarang. Sudah banyak yang ingin berkumpul bersama atau bepergian seperti semula. Namun, kita agaknya harus lebih sabar. Jika WHO menyatakan pandemi sudah selesai, agaknya Covid-19 masih akan ada di sejumlah negara, termasuk negara kita, tetapi situasinya lebih tenang. Tidak lagi dalam keadaan pandemi, tetapi endemik.
Pemerintah mungkin akan memberi petunjuk cara menjaga diri, mungkin di daerah yang sudah jarang kasus barunya, protokol kesehatan diperlunak. Namun, jika masih banyak kasus baru, protokol kesehatan masih harus dijalankan dengan ketat. Kita mungkin akan lebih mudah bepergian, tetapi pencegahan penularan tetap akan dilaksanakan sehingga protokol kesehatan mungkin akan diberlakukan sesuai dengan banyaknya kasus baru.
Hubungan dokter-pasien merupakan faktor penting dalam pengobatan penyakit. Dokter dan pasien beserta keluarga perlu bekerja sama untuk menjalankan diagnosis dan terapi secara baik agar hasil terapi dapat maksimal. Salah satu bentuk komunikasi yang telah lama dikenal dalam dunia kedokteran adalah konsultasi tatap muka.
Wawancara kesehatan dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik serta jika perlu dilakukan pemeriksaan penunjang. Hasil dari semua itu dibicarakan, dokter akan meminta pendapat dan persetujuan pasien tentang terapi yang akan dijalankan. Jika terapi dilaksanakan, hasil pemantauan terapi juga dikomunikasikan. Begitulah seterusnya. Namun, dengan adanya pandemi Covid-19, terjadi perubahan. Jika konsultasi dilakukan, jarak antara dokter dan pasien dijauhkan. Pemeriksaan fisik hanya dilakukan jika perlu. Hasil pemeriksaan penunjang sering dibahas melalui WA atau video call.
Survei di Kanada tentang bagaimana perasaan pasien akibat Covid-19 ini. Ternyata banyak pasien yang mengalami penundaan pemeriksaan dan terapi, termasuk operasi. Mereka dapat memahami keadaan ini, tetapi khawatir perubahan yang terjadi ini akan menetap meski pandemi Covid-19 telah berakhir. Mereka menginginkan dapat berkomunikasi tatap muka lagi dan mencurahkan perasaan lebih bebas kepada dokter.
Karena semua pihak sibuk dengan Covid-19, beberapa layanan kedokteran terganggu. Salah satunya layanan imunisasi. Layanan imunisasi menurun nyata. Padahal, jika cakupan program imunisasi menurun, dapat timbul kejadian luar biasa. Karena itulah WHO mengingatkan agar cakupan program imunisasi pada bayi dan anak jangan sampai turun. Tenaga kesehatan harus mengingatkan masyarakat dan mencarikan jalan agar program imunisasi tetap berjalan seperti biasa.
Anda benar, teknologi juga memengaruhi layanan kesehatan. Sekarang mulai banyak digunakan alat penunjang sederhana yang fungsinya hampir sama dengan alat canggih. Alat ini digunakan dalam layanan point of care. Contohnya untuk mengukur sel kekebalan tubuh CD4, alat yang biasa digunakan adalah flow cytometry, alat yang harganya miliaran rupiah dan harus dijalankan oleh tenaga pakar yang terlatih minimal setingkat sarjana.
Sekarang tersedia alat sederhana yang mudah dibawa, hanya sebesar laptop, harganya ratusan juta. Alat ini dapat digunakan untuk menghitung CD4 yang akurasinya hampir sama dengan flow cytometry. Untuk mengoperasikan alat ini dapat dilatih tamatan SMU, bahkan alat ini dapat dioperasikan dengan baterai sehingga dapat digunakan di daerah terpencil yang belum ada fasilitas listriknya. Alat yang digunakan sebagai point of care ini banyak dibutuhkan di negara yang tenaga teknisi ahlinya kurang dan sarana listrik juga belum merata.
Kita di Indonesia sudah mulai memanfaatkan peralatan yang termasuk point of care ini dan banyak digunakan di daerah terpencil di negeri kita. Penggunaan robot, misalnya, untuk pembedahan juga sudah dimulai di negeri kita. Untuk sementara, memang biaya operasi yang dibantu robot ini lebih mahal karena banyak bahan habis pakai yang harganya cukup mahal. Namun, di masa depan kemungkinan harganya akan lebih murah.
Masyarakat menginginkan proses operasi yang lancar dan hasil yang baik. Jadi, setelah pandemi ini, kita akan menghadapi perubahan dalam layanan kesehatan. Kita berharap perubahan itu akan makin menguntungkan masyarakat. Gaya hidup sehat akan makin banyak diamalkan, upaya pencegahan penyakit mendapat perhatian cukup. Proses diagnosis jadi lebih sederhana. Hasil terapi semakin baik. Tindakan operasi semakin aman dan hasilnya lebih baik. Namun, kebiasaan kita untuk mencegah penularan penyakit juga harus semakin ditingkatkan.