Setelah Peradaban Digital, Akan Muncul…
Di tengah keandalan membuat prediksi dengan berbagai bantuan teknologi, ternyata pada ujungnya manusia juga harus pasrah. Kejadian pada masa depan tetap berada di luar jangkauannya.
Saya beruntung berasal dari sebuah kabupaten kecil di Jawa Tengah yang merupakan daerah pertanian. Saya juga berkesempatan meliput sektor pertanian sekian lama. Oleh karena itu, saya sempat mencicipi peradaban berbasis pertanian.
Saya sempat studi di bidang teknologi pangan dan juga meliput industri pangan serta bekerja di industri media. Saya bisa merasakan perkembangan peradaban berbasis industri.
Saya kemudian mendalami bidang teknologi digital dan sempat studi serta ikut pelatihan terkait dengan industri digital. Saya bisa merasakan perubahan-perubahan setelah kehadiran teknologi digital. Olah karena itu, apabila dirangkum, maka saya sempat merasakan peradaban pertanian, peradaban industri, dan peradaban digital atau peradaban informasi. Pergumulan di tiga peradaban itulah yang kemudian memunculkan pertanyaan, apa yang akan terjadi setelah peradaban digital?
Perubahan-perubahan besar sejak dulu hingga sekarang terjadi dalam kehidupan manusia. Jejaknya jelas terlihat dan kita bisa mengamatinya. Manusia mulai mencari makanan, kemudian menemukan api untuk mengolah makanan, hingga ada teknologi modern yang tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan fisik samata, tetapi juga memenuhi kebutuhan jiwa saat istirahat ataupun ingin menikmati hidup.
Orang kerap mempertanyakan masa depan mereka. Cara-cara yang digunakan ialah mulai dari menggunakan ramalan-ramalan pada masa lalu sampai dengan prediksi dan pendekatan ilmiah yang belakangan sering digunakan. Masa depan setelah peradaban digital ternyata juga sudah mulai dipertanyakan dan dicoba dijawab oleh beberapa lembaga dan ahli. Mereka mulai membuat dugaan-dugaan tentang masa depan.
Semua berasal dari rasa penasaran. Saya ternyata tidak sendirian ketika penasaran soal peradaban pascadigital. Salah satu pertanyaan yang muncul adalah kapan era digital itu dimulai dan kapan berakhir? Ada yang mengatakan penemuan cikal bakal komputer dan sistem digital adalah awal mula era digital. Teknologi ini muncul pada pertengahan abad ke-20, setelah itu dilanjutkan dengan berbagai temuan lain sehingga teknologi komputer berkembang sangat cepat.
Pada 1994, sebuah buku terkenal berjudul Digital Economy karya Don Tapscott terbit. Lalu, ada yang menyebutkan pada tahun itulah era digital dimulai. Pada saat itu, prediksi penggunaan teknologi digital pada masa depan sudah diungkapkan oleh Tapscot. Era digital yang berpengaruh kuat pada kehidupan manusia secara menyeluruh boleh dibilang juga mulai sekitar tahun itu dengan ditandai perkembangan internet untuk publik.
Ada pula yang menyebutkan era digital baru mulai belakangan. Sebuah tulisan di Harvard Business Review pada 2018 menyebutkan, era industri telah berakhir dan selanjutnya masuk ke era digital. Era digital ini dimulai saat berbagai teknologi digital digunakan dan memudahkan orang dalam berbagai sisi kehidupan.
Pada saat yang sama, orang sudah mulai mempertanyakan tentang masa depan pascadigital meski tidak terlalu ramai. Pada 2019, berbagai lembaga dan ahli mulai ramai menduga masa depan setelah peradaban digital tanpa memastikan kapan berakhirnya era digital. Setidaknya, apabila kita masuk ke dalam mesin pencari Google dengan kata kunci ”after digital age” dan ”post digital age”, kita akan menemukan beberapa kajian tentang masa depan setelah era digital.
Beberapa orang juga mencari di mesin pencarian itu dengan sejumlah pertanyaan, seperti ”what comes after digital?”, ”what is post digital age?”, dan ”when did the information age end?”. Di platform Quora ada juga pertanyaan, ”What comes next after the information age?”. Orang mungkin penasaran dengan masa depan dan ingin mengetahui lebih cepat berbagai kemungkinan yang akan terjadi dengan kehidupan mereka setelah era digital.
Saya mencari lebih lanjut tentang kapan orang mulai mencari informasi tentang era pascadigital. Saya menggunakan Google Trends untuk membantu mendapatkan informasi tentang hal itu. Sejak fasilitas itu dibangun tahun 2004, pencarian tentang era pascadigital terus naik hingga sekarang. Dari fasilitas itu, kita mengetahui warga negara Amerika Serikat dan India yang mencari informasi tentang ramalan ke depan pascadigital. Orang-orang di kedua negara itu kemungkinan terpapar teknologi digital secara masif sehingga pencarian tentang pascadigital sangat menarik mereka.
Beberapa tahun lalu, Profesor Julian Birkinshaw dari London Business School yang menulis di laman Wired dengan judul ”Beyond Information Age” mengatakan, informasi sebagai produk dari teknologi digital tidak akan kuno, tetapi orang akan makin mudah mendapatkan informasi dengan berbagai cara. Informasi bakal tetap dibutuhkan, tetapi tidak cukup bagi orang atau perusahaan menjadi sukses hanya karena memiliki informasi saja.
Oleh karena itu, ia meramalkan era informasi suatu saat akan berakhir dengan era yang lain. Ia tidak menyebut waktu dan nama era itu. Ia hanya mengajukan beberapa pertanyaan dan kemudian mencoba menjawab. Salah satu pertanyaaan yang diajukan Birkinshaw, apakah yang akan terjadi dengan dunia ketika informasi terlalu banyak?
Ketika informasi melimpah, keluhan bahwa tidak banyak cukup informasi mengenai suatu masalah adalah sebuah pernyataan yang konyol. Mahasiswa dan peneliti tidak bisa lagi mengeluh kalau mereka tidak mendapatkan data yang mencukupi untuk sebuah riset. Informasi bakal melimpah. Karena itu, kemampuan yang lebih dibutuhkan adalah kemampuan analisa dibandingkan dengan kemampuan mendapatkan atau mencari informasi.
Fenomena lain yang bakal muncul adalah ketika informasi melimpah dan orang mudah mengambil keputusan, akan muncul kemalasan intelektual. Sebuah keputusan seolah sudah terpola dan jawaban muncul dengan mudah. Orang tidak lagi mau menggugat, bertanya, dan sangsi. Mereka kalah dengan mesin.
Mesin komputer memiliki kemampuan tinggi untuk mendapatkan data dan mengolahnya sehingga mengalahkan kemampuan berpikir dan mampu membuat keputusan mendekati manusia. Pertimbangan manusia dalam memberi jawaban sudah dilindas oleh kemampuan semikonduktor.
Kemudahan mendapatkan informasi akan memunculkan masalah. Orang mudah memungut informasi, tetapi mereka cenderung tidak hati-hati dalam mendapatkan informasi. Mereka juga tidak mempunyai tingkat sensitivitas yang baik terkait dengan informasi sehingga informasi mengalir tanpa memandang informasi itu privat atau publik. Orang cenderung mengatakan bahwa mereka berhak mendapat informasi, tetapi mereka cenderung tidak hati-hati dalam memperlakukan informasi.
Julian kemudian mengemukakan konsekuensi yang akan dihadapai orang ketika berada pada masa setelah era informasi. Di satu sisi, orang akan terobsesi untuk mencari problem paling dasar, terus menggali lebih dalam lagi, dan mungkin merasa putus asa untuk mencari kebenaran, tetapi tetap akan melakukan terus-menerus. Di sisi lain, akan muncul juga orang yang merasa bahwa informasi begitu melimpah sehingga memilih untuk menyerah. Mereka merasa tak berdaya dengan banjir informasi.
Bagi korporasi, mereka harus fokus dengan sejumlah informasi atau isu. Oleh karena itu, pada masa depan diperlukan orang-orang yang mempunyai kemampuan mengendalikan informasi dan perhatian (attention) di perusahaan. Mereka menjaga orang agar tidak mudah teralihkan oleh informasi-informasi yang lain. Kita jadi ingat pernyataan pemenang nobel Herbert Simon bahwa surplus informasi akan membawa bencana, yaitu defisit perhatian atau atensi.
Pebisnis harus seimbang dalam memperlakukan informasi dan alasan-alasan untuk pengambilan keputusan. Ketika mendapatkan informasi yang melimpah, tidak otomatis orang mudah mengambil keputusan. Mereka malah makin pusing dengan berbagai informasi. Berdasarkan pengalaman eksekutif perusahaan, mereka yang sukses ternyata mempunyai kemampuan menggabungkan antara mengumpulkan alasan-alasan untuk memilih keputusan dan intuisi.
Di tengah kemudahan mendapatkan informasi, pebisnis harus memiliki kemampuan memilah informasi yang dibagikan dan informasi yang tetap dijaga kerahasiannya. Masalah ini akan makin sering muncul dan membutuhkan kemampuan strategis untuk mengambil keputusan dalam mengelola informasi, baik untuk karyawan secara internal maupun ke publik. Menutup informasi secara ketat juga tidak akan mampu, tetapi memberikan informasi secara bebas juga akan memunculkan risiko yang tidak kecil.
Prediksi Julian hanyalah salah satu di antara sejumlah prediksi tentang pasca-era digital. Ada juga prediksi dari lembaga Accenture, laman Inc, dan berbagai media ataupun lembaga kajian. Kajian atau ramalan itu mungkin saja meleset karena dibuat sebelum muncul pandemi. Dalam sejarah, guncangan besar, seperti pandemi, perang, atau bencana alam bakal mengubah secara drastis berbagai pikiran dan keinginan manusia tentang masa depan. Oleh karena itu, berbagai kemungkinan bisa terjadi terkait dengan prediksi atau ramalan yang ada.
Pada masa lalu ada orang yang memiliki kearifan, seperti Nostradamus atau Jayabaya. Mereka mempunyai kemampuan meramal masa depan. Orang pun memercayainya. Kini orang juga masih tetap membutuhkan prediksi tentang masa depan. Di tengah keandalan membuat prediksi dengan berbagai bantuan teknologi, ternyata pada ujungnya manusia juga harus pasrah. Kejadian pada masa depan tetap berada di luar jangkauannya. Mereka hanya bisa menduga, tetapi kehendak lain bisa muncul dan terjadi.