Visi Indonesia 2045
Agar Indonesia benar-benar masuk kekuatan ekonomi lima besar dunia pada 2045, visi tersebut harus ditetapkan menjadi keputusan politik nasional, tidak berubah meskipun kepemimpinan negara berganti.
Seandainya Menteri Riset dan Teknologi/Kepala BRIN Bambang PS Brodjonegoro tidak menulis dan dimuat Kompas (Rabu, 24/2/2021), tidak banyak yang tahu bahwa kita sudah memiliki Visi Indonesia 2045. Visi itu atas prakarsa Presiden Joko Widodo.
Negara kita diproyeksikan menjadi negara maju dan masuk sebagai kekuatan ekonomi lima besar dunia dengan kualitas manusia yang unggul, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian visi Indonesia pada 2045, satu abad setelah kemerdekaan.
Visi tersebut sangat optimistis, spesifik, dan terukur untuk dapat dicapai sesuai tenggat. George T Doran (1981) menyebutnya kaidah SMART: specific, measurable, achievable, relevant, time-based. Kita dapat merealisasikan dengan komitmen kuat dan konsistensi.
Sudah terbukti banyak negara tetangga menjadi jauh lebih maju, melompat ekonominya, karena visinya jelas. Negara ibarat kapal besar dengan banyak penumpang. Maka, kepala negara sebagai nakhoda harus satu pandangan dengan kru tentang tujuan akhir perjalanan.
Sebaliknya, semua penumpang juga harus tahu, termasuk jika ada gelombang besar ataupun pelabuhan persinggahan yang akan dilewati. Penumpang dan juga kru yang kegiatannya dapat membahayakan keselamatan kapal dan seisinya wajib mendapat sanksi.
Agar Indonesia benar-benar masuk kekuatan ekonomi lima besar dunia pada 2045, visi tersebut harus ditetapkan menjadi keputusan politik nasional, tidak berubah meskipun kepemimpinan negara berganti.
Selanjutnya, harus ada langkah konkret dalam bentuk rencana kerja berkesinambungan dengan target terukur yang senantiasa dievaluasi. Semua program di daerah, hingga tingkat desa atau kelurahan, boleh berinovasi, tetapi tetap harus mengacu pencapaian visi nasional.
Negara kita adalah negara kesatuan dengan pemerintahan republik yang memiliki sumber daya alam banyak dan lengkap, dengan jumlah penduduk 270 juta, dan berideologi Pancasila. Ini semua menjadi modal dan kekuatan untuk kemajuan dan kepentingan bangsa.
Indonesia harus bisa menjadi negara maju, keluar dari lingkup negara menengah ke bawah seperti selama ini.
Pangeran Toba P Hasibuan
Sei Bengawan, Medan 20121
Bansos Covid-19
Saya merupakan penerima bantuan sosial yang terdaftar di Kementerian Sosial dengan nomor data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) 1273040005000359.
Sejak tahun 2017 saya telah pindah dari Kota Pematang Siantar ke Desa Sigodang Barat di Kabupaten Simalungun. Saya telah mendapat KK dan KTP baru dari Kabupaten Simalungun.
Ketika ada program penerima bansos Covid-19, pemerintah mengirim undangan kepada saya, di kediaman saya yang lama, di Pematang Siantar. Saya mendapatkan uang tunai bantuan terkait Covid-19 di Kantor Pos Besar Pematang Siantar pada 13 Mei 2020.
Pada kesempatan itu, saya menyampaikan bahwa saya telah memiliki KK dan KTP baru di domisili baru. Petugas yang meladeni mengatakan bahwa saya tetap berhak menerima karena, meskipun sudah pindah alamat, nomor induk kependudukan (NIK) saya tidak berubah.
Menurut Permensos Nomor 5 Tahun 2019, jika pindah alamat, harus lapor kepada desa/kelurahan. Laporan kemudian akan diteruskan kepada kecamatan, kabupaten, provinsi, dan akhirnya ke Kementerian Sosial supaya yang bersangkutan tetap dapat menerima bantuan pemerintah.
Saya telah melapor ke desa dan dijawab laporan sudah diteruskan ke Jakarta. Namun, hingga kini saya belum lagi mendapat bantuan sosial yang masih menjadi hak saya.
Untuk itu, saya mohon perhatian kepada Ibu Menteri Sosial yang budiman, juga pihak-pihak terkait, agar saya kembali mendapat bantuan.
Binawan Lingga
Persatuan Baru, Desa Sigodang Barat,
Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun
Legalisasi Ijazah
Pada 17 Februari 2021, saya mengirim pesan ke akun Twitter Ditjen Dikti, @ditjendikti, untuk mencari informasi legalisasi fotokopi penyetaraan ijazah dan transkrip luar negeri. Admin akun tersebut menginformasikan bahwa legalisasi hanya bisa dengan datang ke kantor Unit Layanan Terpadu (ULT) Kemendikbud yang berlokasi di Gedung D.
Pada 1 Maret 2021, saya datang ke ULT Kemendikbud untuk memasukkan berkas fotokopi kedua dokumen. Namun, petugas memberi tahu bahwa hasil legalisasi baru dapat diambil Jumat, 5 Maret 2021.
Setelah saya desak, petugas tersebut akhirnya mengakui bahwa waktu yang dijanjikan pun waktu tercepat kemungkinan hasil legalisasi siap. Artinya, hasil bisa saja baru ada setelah 5 Maret 2021.
Petugas mengatakan bahwa hal ini terjadi karena petugas berwenang bergantian bekerja (sif). Padahal, pada kuitansi pengajuan tertulis hasil legalisasi maksimal empat hari dari sejak diajukan.
Saat pandemi Covid-19, proses legalisasi ini justru mengharuskan pemohon hadir. Sungguh berisiko, apalagi kalau dari luar kota. Selain itu, ada ketidakjelasan waktu pasti, kapan hasil dapat diterima.
Saya membayangkan bagaimana nasib pemohon dari luar Jawa, terbatas waktu dan uang, dan tidak ada kerabat yang bisa mendapat kuasa mengurus legalisasi.
Saya mengusulkan supaya proses legalisasi ijazah dan transkrip luar negeri menggunakan mekanisme daring. Pengajuan dapat dilakukan dengan mengumpulkan berkas elektronik (soft files) terlebih dulu seiring dengan pengiriman fotokopi berkas ke ULT Kemendikbud.
ULT Kemendikbud mengirim berkas kembali kepada pemohon menggunakan Pos Indonesia, misalnya. Semua biaya ditanggung pemohon.
ULT Kemendikbud sebaiknya mampu menunjukkan inisiatif terobosan sebagai pelopor pendidikan, termasuk dalam hal administratif.
Yohanes Ivan, SIP, MA
Bumi Wana Mukti, Semarang
Selamat ”Kompas”
Harian Kompas meraih lima penghargaan Indonesia Print Media Awards 2021 dan penghargaan Indonesia Young Readers Awards 2021 dari Serikat Perusahaan Pers.
Di tengah tugasnya, insan pers harus berjuang menghadapi segala keterbatasan dalam masa pandemi ini. Mereka bekerja keras menyajikan foto dan berita terbaik bagi pembaca, tentu dengan menaati protokol kesehatan.
Selamat, Kompas. Semoga para awak media tetap sehat.
Vita Priyambada
Kompleks Perhubungan, Jatiwaringin, Jakarta 13620
Demokrasi Indonesia
Ada seseorang, entah benar pakar, dipakar-pakarkan, atau memakarkan diri, menilai dirinya boleh dan wajar melontarkan cemoohan kepada orang lain, bahkan presiden.
Kata dia, Presiden Jokowi tidak mengerti arti Pancasila dan demokrasi. Bukan main! Cara mengutarakan pikirannya saja sudah mengabaikan kesantunan, apalagi ini ditujukan kepada tokoh hasil pilihan rakyat yang sah. Apakah ia paham yang ia bicarakan?
Dengan gayanya, ia mungkin merasa lebih pantas menjadi presiden. Jangan-jangan ia malah curi start mau ”nyalon”. Bukankah dia lebih ”pakar” daripada Jokowi?
Jokowi memang berasal dari kota kecil, bukan doktor, apalagi profesor. Namun, ia yang pernah tak dipandang sebelah mata menunjukkan hal yang berbeda.
Sang ”pakar” yang berasal dari kultur antah-berantah merasa boleh bicara sesuka hatinya. Kita tidak perlu marah dan ikut mengumpat. Bukankah kita juga tak terusik dengan seseorang yang bicara dan tertawa-tawa sendiri di tepi jalan, menghujat, dan mencaci maki pengguna jalan yang lalu lalang?
Akan tetapi, ihwal Pancasila patut kita perhatikan. Pahamkah kita semua akan makna Pancasila yang sesungguhnya? Apa perwujudannya dalam keseharian? Apakah ”demokrasi” yang kita pertontonkan sesuai dengan harapan?
Ataukah Pancasila hanya sebuah konsep abstrak, sulit dicerna dan dimengerti?
Saya tidak berpretensi sudah paham dan dapat menerapkan. Namun, dengan itikad baik, saya berusaha memahami dengan terus belajar dan mengejawantahkan yang saya pahami. Bagi saya, kehidupan bersama yang berkeserasian sangat penting dan kita butuh pegangan untuk mempertahankannya.
Acuannya sederhana saja. Tap MPR No I/MPR/2003 (memuat 45 butir nilai, sikap, dan laku Pancasilais). Juga ada upaya menelusuri sejarah pembentukan dan pengembangan Pancasila untuk memahami esensinya.
Misalnya, sila ke-4: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan (10 butir). Sila ini erat hubungannya dengan praktik demokrasi di negeri kita.
Ada tertulis, tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain; mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan; musyawarah dan mufakat diliputi semangat kekeluargaan; menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan hasil musyawarah; beritikad baik dan bertanggung jawab melaksanakan hasil keputusan musyawarah. Musyawarah mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Kita boleh kritis terhadap pelaksanaan pemerintahan, tetapi tentunya juga kritis terhadap kegiatan sejumlah pihak yang menjalankan fungsi kritik terhadap pemerintah.
Kritik harus ada untuk mematangkan kualitas gagasan ataupun keputusan yang dibuat sekaligus mengendalikan timbulnya dampak buruk. Tetapi, ada hal-hal yang harus diluruskan lebih dulu.
Pertama, apakah para wakil rakyat yang ada memang merupakan representasi rakyat yang sesungguhnya? Apakah keputusan sidang-sidang DPR/DPRD dibuat berdasarkan musyawarah/mufakat, bukan pemaksaan kehendak melalui kekuatan jumlah (pengambilan suara)?
Kepentingan siapakah yang diutamakan, rakyat, partai, atau koalisi partai? Nyatanya banyak wakil rakyat yang terjerat hukum karena terlibat korupsi. Jika tidak setuju pendapat sidang, bolehkah para wakil ini absen atau meninggalkan ruangan?
Sila ke-4 dan sila-sila lain yang saling topang bertujuan mewujudkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sang pakar, tokoh utama kita, mungkin perlu ditanya, demokrasi macam apa lagi yang ia harapkan?
Zainoel B Biran
Ciputat Timur, Tangerang Selatan