Perempuan di Parlemen, Penyeimbang yang Bukan Sekadar Hiasan
Esensi keberadaan perempuan di parlemen adalah untuk ikut memberi pengaruh terhadap pengambilan keputusan di parlemen, terutama dalam penyusunan undang-undang. Penetapan kuota 30 persen bukan tanpa alasan.
Catatan:
Tahun 1977, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan tanggal 8 Maret sebagai Hari Perempuan Internasional dan dirayakan secara tahunan sebagai bentuk penghargaan memperjuangkan hak perempuan dan mewujudkan perdamaian dunia. Peringatan itu pertama kali dilakukan pada 28 Februari 1909, mengenang aksi yang dilakukan perempuan buruh, yang memperjuangkan haknya, di New York pada 8 Maret 1908. Tiga tulisan untuk menyambut Hari Perempuan Internasional itu diturunkan mulai hari Minggu (7/3/2021) ini, selama tiga hari.
Tanggal 8 Maret selalu diperingati sebagai Hari Perempuan Internasional. UN Women, entitas PBB untuk kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan, mengambil tema ”Women in leadership: Achieving an equal future in a Covid-19 world” dalam peringatan tahun 2021.
Tema kepemimpinan perempuan dalam mencapai masa depan yang setara di tengah pandemi Covid-19 sangat sejalan dengan peran perempuan di parlemen. Perempuan di parlemen adalah pilihan dari rakyat yang mempercayakan harapan mereka akan masa depan yang lebih sejahtera dan adil. Bukan hanya untuk perempuan, melainkan juga untuk anak-anak mereka sebagai penerus masa depan bangsa.
Keberadaan perempuan di parlemen seharusnya bukan hiasan untuk sekadar memenuhi definisi demokrasi yang harus dapat mewakili semua kelompok dan kepentingan di masyarakat. Perempuan merupakan separuh dari penduduk Indonesia dan hak-hak perempuan adalah hak asasi manusia. Karena itu, demokrasi tanpa perempuan bukanlah demokrasi sesungguhnya.
Keberadaan perempuan di parlemen seharusnya bukan hiasan.
Indonesia sudah mengakui kedudukan perempuan setara di hadapan hukum sejak kelahirannya pada 17 Agustus 1945. Perempuan sudah memiliki hak pilih dan hak untuk dipilih di parlemen. Perempuan secara normatif juga tidak dihalang-halangi berkarier di dunia politik melalui partai politik, parlemen, pemerintahan, dan bidang-bidang layanan publik lain.
Meskipun demikian, tidak mudah mengajak perempuan masuk ke dunia politik. Sama tidak mudahnya dengan membuat partai politik menerima tindakan khusus sementara (affirmative action) menempatkan 30 persen perempuan pada posisi kepemimpinan partai politik dan di parlemen. Perjuangan tersebut panjang, dimulai saat reformasi tahun 1998. Saat itu tidak banyak perempuan berminat masuk ke dunia politik karena menganggap politik adalah dunia yang ”kotor”, memerlukan dukungan logistik yang kuat, dan perempuan belum tentu mendapat dukungan keluarga.
Walakin, semakin ke sini, kita melihat perempuan semakin bergairah terjun ke dunia politik. Undang-undang pun menjamin kuota 30 persen keterwakilan dalam susunan kepengurusan partai politik dan dalam daftar calon anggota legislatif melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Sewindu Reformasi, pada periode 2009-2014, jumlah perempuan di DPR meningkat tajam menjadi 101 perempuan atau 18,04 persen dari 560 anggota DPR. Jumlah tersebut justru menurun pada periode 2014-2019 yang hanya menempatkan 97 perempuan (17,32 persen) dari 560 anggota DPR. Namun, jumlah perempuan di DPR bertambah secara nominal ataupun dalam perbandingan dengan anggota laki-laki pada DPR periode 2019-2024 yang mencapai 20,5 persen dari 575 anggota Dewan terpilih atau sebanyak 118 orang. Jumlah ini jauh lebih baik dibandingkan dengan saat awal Reformasi, yaitu hanya terdapat 8 persen perempuan di DPR.
Dalam perjalanan waktu, jumlah perempuan anggota DPR bertambah lagi dikarenakan ada pergantian antarwaktu. Pada Januari 2021, jumlah perempuan di parlemen kembali bertambah menjadi 124 orang (21,56 persen). Adapun perempuan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) berjumlah 42 orang dari total 136 anggota (30,88 persen).
Kenaikan jumlah perempuan sebagai anggota DPR memperlihatkan gairah untuk memasuki dunia politik dan karena penerimaan gagasan pentingnya suara perempuan di parlemen mulai diterima oleh partai politik. Selain itu juga memperlihatkan paksaan melalui undang-undang mampu menambah jumah perempuan di DPR dengan lebih cepat.
Memberi pengaruh
Esensi keberadaan perempuan di parlemen adalah untuk ikut memberi pengaruh pada pengambilan keputusan di parlemen, terutama dalam penyusunan undang-undang. Penetapan kuota 30 persen bukan tanpa alasan. Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN Economic and Social Council (Ecosoc) Resolution in 1990 merekomendasikan target untuk meningkatkan proporsi perempuan dalam posisi kepemimpinan sebesar 30 persen pada 1995 dan 50 persen pada 2000.
Hingga saat ini, jumlah 30 persen keterwakilan perempuan di DPR belum tercapai. Jumlah keterwakilan perempuan bahkan lebih rendah lagi di Dewan Perwakilan Rakyat tingkat kabupaten dan kota. Lebih separuh dari 514 kabupaten dan kota memiliki keterwakilan perempuan kurang dari 15 persen.
Hingga saat ini, jumlah 30 persen keterwakilan perempuan di DPR belum tercapai.
Rendahnya keterwakilan perempuan tersebut berhubungan erat dengan tidak tercapainya target pembangunan yang berhubungan dengan kesejahteraan perempuan dan anak, antara lain penurunan angka kematian ibu melahirkan. Meskipun demikian, jumlah perempuan yang lebih banyak di lembaga legislatif tidak serta-merta memperbaiki kesejahteraan perempuan.
Sebagian dari perempuan di politik atau di partai politik menganggap perempuan di parlemen tidak selalu harus memperjuangkan isu jender. Perempuan harus bersikap netral, memperjuangkan segala isu secara umum.
Namun, penduduk dunia dan Indonesia separuhnya adalah perempuan. Hampir tidak ada persoalan yang tidak menyangkut, memengaruhi, atau dipengaruhi perempuan.
Dari sisi ekonomi, partisipasi perempuan dalam dunia kerja akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia secara nyata untuk mencapai sasaran menjadi negara dengan ekonomi terbesar ketujuh pada 2030. Menurut proyeksi lembaga konsultan McKinsey Global Institute pada September 2012, dibutuhkan tambahan 20 juta perempuan memasuki dunia kerja untuk dapat mencapai pertumbuhan tersebut.
Namun, mendorong perempuan memasuki dunia kerja bukan sekadar urusan keinginan dan kapasitas perempuan. Bahkan, sebelum terjadi pandemi Covid-19, perempuan dan perempuan usia anak mengalami diskriminasi di tempat kerja, dalam layanan kesehatan dan pendidikan, serta mengalami kekerasan fisik, psikologis, ekonomi, dan seksual.
Pada era pandemi, perempuan mengalami dampak negatif lebih besar dibandingkan dengan laki-laki. Banyak perempuan kehilangan pekerjaan karena bekerja disektor jasa yang berhadapan langsung dengan konsumen, seperti jasa layanan makanan dan minuman, pendidikan, layanan kesehatan, dan pariwisata. Keharusan mengurangi kegiatan di tempat umum dan memindahkannya ke rumah meningkatkan beban ganda perempuan sebagai pencari nafkah sekaligus pengasuh anak, pengelola kebutuhan sehari-hari rumah tangga, dan perawat anggota keluarga.
Dari 17 Sustainable Development Goals (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/TPB), Tujuan 5 ditujukan khusus bagi perempuan dan perempuan usia anak, yaitu mencapai kesetaraan jender dan memberdayakan semua perempuan dan perempuan usia anak. Meski demikian, 15 tujuan lainnya memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung dengan TPB, yaitu tuntutan kepemimpinan dunia dalam mengatasi kemiskinan, kesenjangan, dan perubahan iklim dalam bentuk aksi nyata.
Kepemimpinan perempuan
Peran perempuan begitu besar dan untuk itu dibutuhkan kepemimpinan perempuan agar tercapai masa depan bersama yang lebih setara, makmur, dan membahagiakan.
DPR sangat berperan dalam membangun masyarakat yang lebih adil dan sejahtera melalui fungsi pengawasan, penganggaran, dan legislasi.
Kepempinan perempuan akan sangat menentukan produk perundangan yang dihasilkan bersama oleh DPR dan pemerintah. Melalui fungsi anggaran, anggota DPR dapat memengaruhi sektor-sektor pembangunan yang harus mendapat perhatian agar Indonesia dapat segera keluar dari tekanan pandemi Covid-19 dan dengan membentuk arah baru yang tercipta oleh kebutuhan zaman.
Dalam sektor pendidikan, misalnya, anggaran dapat diarahkan untuk mengadakan pendidikan yang mengajarkan kemampuan adaptasi pada kondisi yang terus berubah, menekankan pada penguasaan ilmu pengetahuan (sains) dan teknologi untuk menjawab hadirnya era digital dan biosains, selain tetap menjaga pengetahuan mengenai keindonesiaan, toleransi, kejujuran, disiplin, rela berkorban untuk kepentingan bersama. Anak perempuan umumnya tertinggal dalam penguasaan fisika, matematika, dan teknologi.
Anggaran infrastruktur, selain untuk pembangunan fisik, seperti jalan, listrik, dan bendungan, juga harus diarahkan untuk membangun infrastruktur digital fisik ataupun kemampuan sumber daya manusianya. Jalan desa yang baik akan memudahkan anak-anak pergi ke sekolah, memudahkan mencapai akses pendidikan dan layanan kesehatan, serta membuat perempuan lebih produktif. Dalam diplomasi luar negeri, DPR aktif terlibat di dalam International Parliament Union. Lembaga ini harus difungsikan sebagai jembatan komunikasi Indonesia ke masyarakat parlemen dunia dan sumber pengetahuan bagi perempuan di parlemen.
Isu yang aktual saat ini adalah memastikan Rancangan Undang-Undang Pencegahan Kekerasan Seksual yang sudah disepakati sebagai prioritas Program Legislasi Nasional dapat segera dibahas dan diloloskan. Rancangan undang-undang ini akan berdampak luas, termasuk dalam mencegah perkawinan usia anak yang masih terus terjadi dengan berbagai modus.
Ada begitu banyak harapan pada kehadiran perempuan di parlemen. Meskipun jumlah menentukan, lebih penting lagi kualitas perempuan parlemen. Kepemimpinan perempuan hanya dapat diperoleh melalui proses membangun kapasitas diri dan kelompok.
Kaukus Perempuan Parlemen Indonesia menjadi tumpuan membangun solidaritas dan saling dukung memperjuangkan isu bersama, membangun penguatan dan pengetahuan, membangun kapasitas, dan membangun parlemen yang sensitif jender. Masyarakat berharap kepekaan terhadap kebutuhan rakyat dapat mengalahkan kepentingan partai politik tempat asal perempuan anggota DPR.
Melalui pameran foto ”Kiprah Caleg Perempuan, Jalan Harapan Bangsa”, 8 -17 Maret 2021, di selasar Gedung Nusantara II dan III, Kompleks Parlemen, Senayan, kita ingin anggota parlemen RI dapat mengenalkan kerja dan capaian mereka sebagai wakil rakyat. Selamat Hari Perempuan Internasional dan mengambil peran kepemimpinan.
Baca Senin (8/3/2021) besok: Mematahkan Pedang Bermata Dua