Maksud lawatan Paus ke Irak tidak hanya untuk kepentingan umat Katolik, tetapi juga ingin membawa misi persaudaraan, perdamaian, dan toleransi di kalangan umat beragama serta sesama manusia.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Tidak sedikit kalangan bertanya-tanya apa urgensi lawatan Paus Fransiskus ke sejumlah kota di Irak pekan ini. Pertanyaan itu muncul karena perasaan khawatir.
Bukankah lawatan ke Irak berisiko tinggi dari segi keamanan dan keselamatan, termasuk ancaman pandemi Covid-19? Taruhannya tidak kecil. Tentu tidak bermaksud mengabaikan risiko itu, Paus menjelaskan, lawatan ke Irak dilakukan karena tidak ingin mengecewakan umat untuk kedua kalinya. Umat Katolik di Irak, sekitar 1 juta orang dari 39 juta penduduk, pernah kecewa karena rencana kunjungan Paus Yohanes Paulus II tidak jadi dilaksanakan pada 2000, di era pemerintahan Presiden Saddam Hussein.
Maksud lawatan Paus ke Irak kali ini tidak hanya untuk kepentingan umat Katolik, tetapi juga ingin membawa misi persaudaraan, perdamaian, dan toleransi di kalangan umat beragama dan sesama manusia. Misi itu tidak hanya dibicarakan dengan PM Adnan al-Zurfi dan Presiden Barham Salih, tetapi juga dengan berbagai komunitas di Irak.
Secara simbolis pula Paus memberikan pesan perdamaian dengan mengunjungi Mosul, kota yang porak-poranda karena perang. Ia juga akan ke Ur, tempat yang diyakini umat Yahudi, Kristen, dan Islam sebagai tanah kelahiran Ibrahim. Tidak kalah penting, Paus akan mengunjungi daerah otonomi Kurdi, salah satu suku minoritas Irak.
Sangat ditunggu, tentu pertemuan Paus dengan Imam Agung Ayatollah Ali al-Sistani (90). Pertemuan pada Sabtu (6/3) di Najaf, Irak selatan, itu menarik perhatian karena Sistani hampir tak pernah muncul di muka umum dan jarang sekali menerima tamu, apalagi tamu asing. Pertemuan dengan pemimpin spiritual tertinggi Islam Syiah Irak itu kian menarik karena dilakukan setelah Paus bertemu dengan salah satu pemimpin spiritual terkemuka Islam Sunni, Sheikh Ahmed al- Tayeb, Imam Agung Al-Azhar, dua tahun lalu di Abu Dhabi.
Meski pertemuan di Najaf tidak akan melahirkan dokumen persaudaraan bagi perdamaian dunia, seperti di Abu Dhabi, pertemuan Paus dan Ayatollah Sistani diharapkan akan memperkuat komitmen bagi penciptaan perdamaian dan persaudaraan di kalangan umat beragama.
Terlepas dari agenda pertemuan yang sangat penting dan strategis, lawatan Paus ke Irak juga menarik perhatian dari aspek risiko keamanan dan bahaya pandemi Covid-19.
Paus pertama kalinya dipastikan memakai mobil antipeluru. Kondisi keamanan Irak memburuk sejak invasi pasukan Amerika Serikat tahun 2003, yang menjatuhkan pemerintahan Presiden Saddam Hussein. Kejatuhan Saddam sempat diikuti kevakuman kekuasaan, yang memicu perang saudara antara Syiah dan Sunni. Kekacauan kian runyam oleh aksi brutal Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), yang sejak 2014 melancarkan serangan bersenjata, termasuk bom.
Lawatan Paus ingin dijadikan Pemerintah Irak untuk memberi pesan kepada dunia tentang kondisi keamanan yang kian terkendali di Negeri 1001 Malam itu. Tentu diharapkan kondisi keamanan Irak segera pulih sebagai bangsa besar.