Penemuan kembali burung pelanduk kalimantan ini dapat dimaknai sebagai momentum untuk menggairahkan kembali penelitian atas burung pelanduk kalimantan dan kekayaan satwa Nusantara.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Mendengar namanya pertama kali, kita segera ingin tahu burung pelanduk kalimantan. Penasaran makin dalam ketika diberitakan burung itu datang kembali setelah 170 tahun hilang.
Dunia sains kembali bergairah. Seperti diberitakan harian ini pada 27 Februari 2021, burung pelanduk kalimantan (Malacocincla perspicillata) pertama kali ditemukan ahli geologi dan naturalis Jerman, Carl ALM Schwaner, saat ekspedisi ke Hindia Timur (sekarang Indonesia) pada 1840-an. Ahli burung Perancis, Charles Lucien Bonaparte, mendeskripsikan burung tersebut pada 1850. Namun, sejak 1850 sampai ditemukan kembali 170 tahun kemudian, tidak ada informasi yang jelas dan lengkap tentang burung ini.
Penemuan kembali pelanduk kalimantan termuat dalam artikel terbitan Oriental Bird Club melalui jurnal BirdingASIA pada 25 Februari 2021. Panji Gusti Akbar, salah satu penulis utama artikel tersebut, mengemukakan, pelanduk kalimantan tidak sengaja ditemukan dua warga lokal, Muhammad Suranto dan Muhammad Rizky Fauzan, pada Oktober 2020 saat mereka mengumpulkan hasil hutan.
Suranto dan Rizky menangkap dan memotret burung pelanduk kalimantan untuk didokumentasikan karena mereka belum pernah mengenali burung tersebut meski kerap ke hutan. Setelah dipotret, burung dilepaskan kembali. Mereka menghubungi kelompok pengamat burung setempat BW Galeatus dan Birdpacker.
Panji dan kelompok pengamat burung membuat perbandingan secara daring bentuk dengan spesimen sama di Naturalis Biodiversity Center, Belanda. Bentuk burung dalam foto dan spesimen di Belanda cocok. Tubuhnya berwarna coklat tua dengan ekor relatif pendek, bergaris mata hitam yang khas, dan berparuh kokoh. Kecocokan ini juga dikonfirmasi peneliti burung lainnya.
Kita memaknai penemuan kembali burung pelanduk kalimantan ini sebagai momentum untuk menggairahkan kembali penelitian atas burung pelanduk kalimantan. Kita sepakat dengan pendapat Direktur Senior Konservasi Spesies Global Wildlife Conservation Barney Long yang menyatakan bahwa penemuan burun pelanduk kalimantan memberikan harapan penemuan spesies lain yang telah hilang dari ilmu pengetahuan selama beberapa dekade.
Berbagai lembaga penelitian dan perguruan tinggi dapat berlomba-lomba mendokumentasikan kekayaan satwa liar Nusantara yang sebagian besar sudah langka atau punah. Pemerintah telah membuat daftar satwa langka yang dilindungi dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Dalam lampirannya terdapat 794 jenis satwa yang dilindungi, yang sebagian besar adalah 563 jenis burung. Kalau dibaca daftarnya, kita mengira satwa ini adalah satwa luar negeri, padahal ada di sekitar kita, tetapi langka. Oleh karena itu, datangnya kembali burung pelanduk kalimantan dapat menjadi pendorong kita mengenali kembali kekayaan satwa Nusantara sekaligus peduli untuk melestarikannya.