Virus ebola pada kelelawar tidak dapat dihilangkan. Acaman virus di kelelawar akan lestari. Apabila lingkungan kelelawar diganggu, maka virus ebola dapat menular ke manusia secara tidak langsung maupun langsung.
Oleh
SOEHARSONO
·4 menit baca
Belum selesai dengan pandemi Covid-19, epidemi ebola kembali muncul di Guinea, Afrika Barat (Kompas TV 15/2/21). Tujuh orang tertular, 3 meninggal dunia, sisanya masih dirawat.
Epidemi saat ini, mengingatkan epidemi ebola terbesar di dunia di Afrika Barat (Guinea, Sierra Leon dan Liberia) 2014-2016, dengan jumlah kasus 28.646, meninggal dunia 11.323. Memperhatikan situasi yang memprihatinkan, WHO melalui the SAGE working group on Ebola Virus Disease Vaccine (Maret 2017), merekomendasikan pengunaan vaksin rVSV-ZEBOV.
FDA menyetujui pemakaian vaksin ebola rVSV-ZEBOV secara darurat (EUA), Desember 2017. Vaksinasi dilakukan terhadap 12.000 orang di Conakry, ibukota Guinea . Hasil vaksinasi masal ebola dinyatakan berhasil.
Dalam tempo hampir bersamaan dengan di Guinea, dilaporkan juga epidemi ebola di Kivu Utara, Republik Demokratik Kongo (RDK). Empat orang dinyatakan tertular ebola, 2 diantaranya meninggal dunia sampai 14/2/21.
Sebenarnya wabah ebola pertama ditemukan di Zaire, kemudian disebut RDK (1976). Di RDK, epidemi ebola terjadi lebih dari 10 kali. Pada 2019, terjadi epidemi terbesar kedua di dunia. Jumlah kasus lebih dari 3.400, meninggal lebih 2.200.
Memperhatikan situasi yang makin parah di RDK (2018), Direktur Jenderal WHO, Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyatakan situasi epidemi sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).
Untuk mengendalikan epidemi ebola di RDK, dilakukan vaksinasi massal dengan strategi ring vaccination menggunakan vaksin rVSV-ZEBOV. Setelah vaksinasi massal, epidemi ebola mereda.
Epidemi ebola yang terjadi baru-baru ini (Pebruari 2021), mengejutlan banyak orang termasuk WHO. Mengapa epidemi ebola muncul kembali? Pelajaran apa yang kita peroleh dari munculnya kembali ebola?
Penularan
Untuk menjawab pertanyaan mengapa ebola muncul lagi, kita perlu mengetahui bagaimana ebola menular.
Reservoir (sumber) virus ebola adalah kelelawar besar (kalong) pemakan buah, Famili Pteropodidae yang tersebar di Afrika. Kelelawar ini mempunyai bentangan sayap sekitar 1 meter.
Kelompok Famili Pteropodidae yang lain, tersebar dari Australia Utara, Asia Tenggara, India sampai Mauritus, dikaitan dengan penyakit hendra di Australia (1994) dan nipah di Malaysia (1998), Bangladesh (1998), India (2018).
Kelelawar hanya sebagai carrier (pembawa) virus ebola, tanpa sakit. Satwa primata bisa tertular ebola, lewat makan sisa buah-buahan yang digigit kelelawar, atau dedaunan tercemar urine kelelawar.
Kematian sekitar 5.000 gorila (2002-2003) di Afrika, diduga disebabkan oleh ebola (Bermejo dll, Science 2006). Gejala klinis gorila tertular ebola mirip dengan gejala pada manusia.
Hewan liar lain seperti dilukiskan dalam infografil CDC, misalnya rusa bisa tertular ebola. Apabila satwa terinfeksi virus ebola diburu, maka pemburu dan keluarganya atau yang membeli daging buruan (bush meat) dapat tertular ebola. Penularan virus ebola dari kelelawar ke manusia bisa terjadi, meskipun sangat langka.
Bila habitat kelelawar teraganggu, maka virus bisa menular ke manusia secara tidak langsung, melalui hewan antara (intermediate host), maupun secara langsung.
Membebaskan virus ebola dari kelelawar tidaklah mungkin. Virus lain dari kelelawar seperti hendra, nipah, marburg, Covid-19, SARS, MERSCoV, juga akan terus bersiklus pada kelelawar. Bila habitat kelelawar terganggu, maka virus bisa menular ke manusia secara tidak langsung, melalui hewan antara (intermediate host), maupun secara langsung.
Selama orang masih memburu hewan liar, terutama satwa primata sebagai bush meat, maka ebola akan muncul lagi. Penularan dari satwa ke manusia atau antar manusia terjadi melalui cairan tubuh seperti darah, urine dll. Upacara memandikan orang meninggal karena ebola dapat menularkan ebola, melalui air tercemar cairan tubuh.
Indonesia aman
Ada 4 strain (galur) virus ebola di dunia, 3 di Afrika yakni strain Zaire (EBOV), strain Sudan (SUDV), Tai Forest (TAFV) dan 1 strain Reston (RESV) di Filipina. Strain Reston bisa menulari monyet, namun tidak ganas pada manusia. Dari 3 strain di Afrika, EBOV dan SUDV menimbulkan banyak korban.
Bila dideteksi antibody ebola pada monyet di Indonesia kemungkinan besar adalah strain Reston, tidak perlu ditakutkan berlebihan. Andaikan masuk ke Indonesia strain dari Afrika, terbawa orang tertular di Afrika, maka dengan pengalaman menangani Covid-19, penularan antar manusia bisa dihindari.
Pelajaran
Pertama, pemburuan hewan liar (terutama satwa primata) sebagai sumber protein hewani, mempunyai potensi besar menularkan ebola ke manusia. Hewan buruan lain diduga bisa menularkan ebola ke manusia, namun peluangnya kecil.
Kedua, virus ebola pada kelelawar tidak dapat dihilangkan. Acaman virus di kelelawar akan lestari. Apabila lingkungan kelelawar diganggu, maka virus ebola dapat menular ke manusia secara tidak langsung melalui intermediate host atau secara langsung.
Ketiga, menjaga lingkungan dari kerusakan akan menempatkan virus ebola pada reservoirnya, yakni kelelawar.
Keempat, kemungkinan ebola ganas dari Afrika masuk Indonesia sangat kecil. Andaikan terjadi, rantai penularan akan terputus, melalui penanganan yang serius.