Sejumlah negara menyuarakan perlunya sertifikat vaksin untuk membuka arus perjalanan global dan menggerakkan roda ekonomi. Namun, sertifikat dikhawatirkan menimbulkan diskriminasi, padahal tak menjamin bebas penularan.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, Rabu (24/2/2021), melontarkan gagasan perlunya pengakuan bersama atas sertifikat vaksin Covid-19 antarnegara.
Tujuannya, membuka kembali arus perjalanan global dan memulihkan ekonomi melalui sektor pariwisata. Ia juga menyatakan pentingnya kerja sama internasional agar semua negara memiliki akses terhadap vaksin.
Sertifikat vaksin Covid-19 menjadi perbincangan hangat terutama di Eropa sejak akhir tahun lalu. Sejauh ini belum ada kata sepakat, meski ada desakan dari sejumlah negara yang ingin segera menggairahkan sektor pariwisata. Ide itu didukung Yunani, Siprus, Spanyol, Italia, Portugal, Ceko, Denmark, Swedia, Estonia, Hongaria, Polandia, Slovakia, serta Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA).
Di sisi lain, Perancis dan Jerman menyuarakan keprihatinan bahwa paspor alias sertifikat vaksin akan memberi perlakuan istimewa bagi kelompok warga tertentu dan menimbulkan diskriminasi bagi mereka yang tidak divaksinasi karena alasan kesehatan ataupun keterjangkauan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun belum memberi lampu hijau mengingat efek vaksin dalam meminimalkan penularan belum diketahui serta terbatasnya ketersediaan vaksin bagi seluruh warga dunia. Sikap sama ditunjukkan Belanda, Begia dan Komisi Eropa. Menteri Kesehatan Inggris Nadhim Zahawi menyatakan, tidak berencana menerbitkan sertifikat vaksin dengan alasan sama.
Para guru besar universitas di Inggris merekomendasikan, penerbitan sertifikat vaksin harus memenuhi syarat, antara lain pemegangnya bebas dari Covid-19 dan tidak bisa menularkan virus. Perlu dibuktikan kemanjuran vaksin dan efektivitasnya terhadap varian baru. Hal lain yang dikhawatirkan terkait privasi data.
Sebetulnya, sertifikat vaksin bukan barang baru. Sejak lama sejumlah negara mensyaratkan vaksinasi demam kuning bagi warga negara atau orang yang hendak ke wilayah endemis di Afrika atau Amerika Selatan dan Tengah. Untuk beribadah ke Tanah Suci, kita diwajibkan memiliki bukti vaksinasi meningitis oleh pemerintah.
Sampai saat ini, belum dipastikan kemanjuran vaksin. Mensyaratkan sertifikat vaksin akan memberikan keamanan semu, apalagi jika tidak disertai penerapan protokol kesehatan secara ketat.
Namun, sertifikat vaksin Covid-19 berbeda. Sampai saat ini, belum dipastikan kemanjuran vaksin. Mensyaratkan sertifikat vaksin akan memberikan keamanan semu, apalagi jika tidak disertai penerapan protokol kesehatan secara ketat. Orang yang divaksinasi masih bisa tertular ataupun menularkan virus penyebab Covid-19.
Bagi negara berkembang, berdasarkan pengalaman sertifikat tes Covid-19 yang bisa dipalsukan, sertifikat vaksin yang diterbitkan akan sulit mendapat kepercayaan internasional.
Bagi Indonesia, jika hendak menggerakkan roda ekonomi melalui pariwisata, sertifikat vaksin tidak cukup. Agar bisa mengundang wisatawan datang, sangat penting memastikan bahwa pandemi terkendali. Hal itu ditunjukkan lewat rendahnya jumlah kasus dan kematian akibat Covid-19.
Untuk mencapai hal tersebut, pelacakan, pemeriksaan, isolasi, dan perawatan penderita Covid-19 harus dilaksanakan secara maksimal. Kalau tidak, maka kita hanya akan menjadi pengirim wisatawan, sedangkan wisatawan mancanegara masih enggan datang.