Saat ini semakin banyak orang menulis pendapat, opini, asumsi, bahkan hujatan dan hoaks dengan begitu mudah. Tulisan-tulisan itu sering tidak terkontrol sehingga akhirnya menjadi masalah hukum.
Yang memprihatinkan, para penulis itu ternyata banyak yang berpendidikan yang seharusnya juga berwawasan luas, bukan sekadar kaleng-kalengan. Apa sebenarnya yang dicari? Sensasi, nama besar, panggung, atau identitas yang ”UUD”, ujung-ujungnya duit?
Kalau akhirnya polisi bergerak dan membawa persoalan ke ranah hukum, mereka merengek-rengek meminta keringanan. Alasannya klise. Punya anak, istri, suami, khilaf. Beda dengan tulisan-tulisan mereka yang nyinyir dan penampilan garang seolah kebal hukum.
Sudahlah, bangsa ini akan kelelahan kalau disibukkan dengan pertikaian yang tidak ada manfaatnya. Buang-buang energi. Negeri ini tidak akan maju jika kita sibuk mengurusi euforia kebebasan yang kebablasan.
Dengan surat ini saya ingin mengingatkan, berhati-hatilah dengan jari Anda. Kendalikan dan kelola dengan baik. Semoga bangsa ini mendapat berkah dan kemajuan dengan semakin tumbuhnya masyarakat yang pandai mengelola budi pekertinya.
SRI HANDOKO
Pemerhati Sosial, Tugurejo RT 009 RW 001, Semarang
Narahubung
Rubrik Bahasa di Kompas (Selasa, 9/2/2021) menyajikan artikel ”Contact Person”.
Tidak dapatkah kata dalam bahasa Inggris ini dipadankan dengan ”narahubung” untuk ”menemani” nara-nara lainnya, seperti narasumber, narapraja, narpati, narendra, dan narapidana?
L Wilardjo
Klaseman, Salatiga
Catatan Redaksi:
Terima kasih atas masukan yang Anda sampaikan. Kami sependapat bahwa ”narahubung” adalah salah satu padanan bagi contact person dalam bahasa Indonesia.
Kita serahkan kepada pemakai bahasa dan waktu, apakah ”narahubung” bisa sintas atau tenggelam. Tentu saja peran media massa ataupun media digital sangat menentukan.
Pembetulan
Dalam Opini Kompas (Kamis, 4/2/2021) halaman 7, dimuat tulisan saya berjudul ”Ancaman Epidemi Nipah”.
Dalam tulisan itu ada kesalahan. Pada alinea terakhir tertulis ”BBVet” seharusnya adalah ”Balitvet”.
Saya mohon maaf atas kesalahan ketik ini.
Soeharsono
Mantan Penyidik Penyakit Hewan, Denpasar
Catatan Redaksi:
Terima kasih atas koreksi yang Anda sampaikan. Dengan ini kesalahan telah diperbaiki.
Pelangi Usai Hujan
Sudah hampir setahun pandemi berlangsung di Indonesia dan seluruh dunia. Dulu dikira pandemi bisa teratasi segera, ternyata sampai sekarang belum ada tanda-tanda usai.
Banyak keluarga, saudara, sahabat yang telah berpulang karena terjangkit Covid-19. Kegiatan ataupun acara yang telah direncanakan mendadak harus dibatalkan, diundur, atau dimodifikasi.
Jika tahun lalu saya berharap pandemi usai tahun 2021, agar bisa berkumpul lagi bersama saudara dan juga teman, nyatanya sampai sekarang masih belum ada kesempatan. Setiap hari angka kenaikan kasus masih tinggi.
Pandemi ini sangat berdampak bagi semua lapisan masyarakat, termasuk saya pribadi. Namun, satu yang harus diingat adalah bahwa rencana Tuhan selalu lebih baik. Maka, saya percaya akan adanya pelangi setelah hujan.
Terima kasih saya ucapkan kepada tenaga kesehatan, garda terdepan dalam menanggulangi Covid-19. Juga kepada semua orang yang telah menahan diri untuk tidak kumpul-kumpul dan tidak keluar rumah jika tidak perlu.
Saya harap pemerintah dan masyarakat Indonesia dapat bekerja sama agar pandemi ini segera usai dan semua kehidupan normal kembali.
Defina Putri
Mahasiswa Beasiswa Unggulan Kemendikbud, Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti