Kondisi Indonesia kontras dengan sejumlah perekonomian berkembang negara lain, seperti China dan India, yang diprediksi tumbuh kuat di 2021 setelah mengalami kontraksi tajam atau pertumbuhan rendah di 2020.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Perkembangan kasus Covid-19 di Indonesia yang tak kunjung menunjukkan tanda mereda memunculkan kekhawatiran akan prospek pemulihan ekonomi di 2021.
Kita memasuki tahun 2021 dengan optimisme cukup tinggi mengingat resesi moderat dan singkat di 2020 dibandingkan dengan banyak negara lain. Namun, dalam hitungan hari, optimisme dengan cepat meredup, digantikan kekhawatiran.
Berbagai lembaga, termasuk Dana Moneter Internasional (IMF), ramai-ramai merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan Indonesia tahun 2021, dengan pertumbuhan bahkan diprediksi di bawah angka pertumbuhan global. Sebagian lembaga malah memprediksi Indonesia tumbuh negatif di triwulan I-2021. Suatu kondisi yang secara tidak langsung menggambarkan kekalahan kita dalam perang melawan Covid-19 dan dampaknya terhadap ekonomi.
Kondisi Indonesia kontras dengan sejumlah perekonomian berkembang negara lain, seperti China dan India, yang diprediksi tumbuh kuat mendekati atau bahkan dua digit di 2021 setelah mengalami kontraksi tajam atau pertumbuhan rendah di 2020. Pertumbuhan tinggi juga diprediksi terjadi di Amerika Serikat, yang mencatat kasus tertinggi Covid-19.
Sementara, pada saat yang sama, kita dihadapkan pada ancaman mutasi virus Covid-19 dengan penyebaran jauh lebih cepat, dan dari sisi ekonomi kemungkinan pengetatan ekonomi global yang cepat atau lambat akan segera terjadi sejalan dengan pemulihan ekonomi global, khususnya AS. Itu sebabnya, para ekonom menegaskan pentingnya kita untuk jangan sampai kehilangan momentum dan harus pulih lebih cepat sebelum kebijakan pengetatan atau tapering terjadi di AS.
Salah satu pesan kuat yang muncul: untuk tak cepat berpuas diri dan buru-buru mengerem stimulus. Menggenjot stimulus pengungkit ekonomi jadi kata kunci, selain percepatan vaksinasi dan pengetatan protokol kesehatan. Kecepatan melakukan vaksinasi akan sangat menentukan pemulihan ekonomi. Persoalannya, kita dihadapkan pada kendala kesediaan vaksin dan kesiapan tenaga medis untuk memvaksin minimal 70 persen penduduk guna mencapai kekebalan komunitas.
Terkait stimulus ekonomi, Presiden Joko Widodo dihadapkan pula pada situasi dilematis mengingat ini tahun-tahun terakhir pemerintahannya, dan adanya komitmen mengembalikan defisit ke 3 persen dari PDB di 2023, sehingga ekspansi fiskal masif melalui pelebaran defisit guna membiayai stimulus menjadi tak mudah. Namun, ini situasi luar biasa dan kita tidak mempunyai pilihan selain memenangi perang melawan pandemi dan dampaknya. Kekalahan akan mengakibatkan bencana lebih besar bagi perekonomian keseluruhan.
Stimulus Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang sudah terbukti mampu menjadi pengungkit ekonomi di 2021 harus dilanjutkan, digelontorkan lebih dini, dan kalau perlu diperluas cakupan dan besarannya. Fokuskan realokasi anggaran ke sektor-sektor yang terbukti ampuh mendorong permintaan domestik karena ekonomi Indonesia terutama ditopang oleh permintaan domestik, khususnya konsumsi rumah tangga.
Selain itu, stimulus bagi pelaku usaha, khususnya UMKM yang menyerap banyak tenaga kerja, juga sektor penunjang penting ekonomi lain. Skala, eksekusi, dan efektivitas stimulus lewat PEN 2021 akan menjadi kunci untuk menciptakan kepercayaan dan juga progres pemulihan ekonomi nasional.