Pertumbuhan wirausaha, khususnya yang dibangun generasi milenial di Indonesia memberikan harapan yang cerah untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional, termasuk ekonomi kreatifnya.
Oleh
INDRADJAT SOEHARDOMO
·5 menit baca
Istilah milenial diciptakan dan dipopulerkan oleh dua pakar sejarah dan penulis Amerika William Strauss dan Neil Howe pada tahun 1991, yang ditulis dalam buku-buku mereka Generations: The History of America\'s Future Generations, 1584 to 2069 (1991) dan Millennials Rising: The Next Great Generation (2000). Semenjak itu istilah generasi milienial akrab terdengar.
Ada istilah lainnya untuk menyebut generasi ini seperti generasi Y, generasi Me atau Echo Boomers, adalah keturunan dari generasi Baby Boomer, mereka yang lahir dalam rentang waktu tahun 1982 – 2004.
Generasi Y ini muncul setelah generasi yang ada sebelumnya, Generasi X (Gen-X). Ada ciri-ciri dan perilaku menarik yang bisa disorot dari keberadaan kaum milenial ini. Mereka menciptakan gaya hidup (lifestyle) yang tak bisa lepas dari produk teknologi digital yang berbasis internet berupa gawai (gadget) yang bersifat mobile dan asyik membenamkan diri berlama-lama dengan perangkat layar mobile untuk menikmati layanan streaming video, bertukar pesan dengan menggunakan aplikasi, komunikasi verbal melalui video call ataupun bermain gim yang seru.
Adalagi gambaran milenial yang akrab internet untuk melakukan belanja daring (online), membeli beragam produk pakaian atau jasa yang mengantar mereka kepada pola belanja yang konsumtif. Inilah contoh titik lemah (weakness point) yang bisa membahayakan kehidupan mereka.
Stereotip negatif lainnya terhadap para milenial digambarkan sebagai perilaku malas, tidak produktif, menyia-nyiakan kesempatan yang ada , tidak mempunyai target yang harus dicapai, mau serba instan dan gampang serta tidak menghasilkan apa-apa yang bermanfaat.
Namun potret ini bisa ditepis, karena tidak cukup valid untuk mewakili keseluruhan kaum milenial yang ada. Masih banyak dari mereka yang mau bekerja keras dan sungguh-sungguh demi mewujudkan cita-cita, Mereka ini mempunyai semangat dan etos kerja yang tinggi serta motivasi yang kuat untuk mencapai tujuan, tidak mudah menyerah atau putus asa dalam kondisi yang sulit atau kurang menguntungkan.
Masuk pula dalam kelompok ini profil para milenial yang cerdas, berpengetahuan luas serta memiliki ide, inovasi dan kreavitas yang orisinil untuk menghasilkan karya-karya yang produktif dan bermanfaat bagi masyarakat luas. Inilah yang kemudian bisa kita berikan label sebagai kaum milenial yang inovatif dan kreatif (inokraf)
Tuntutan peran bagi para milenial
Jumlah generasi milenial di Indonesia mencapai 69,90 juta jiwa atau 25,87 persen berdasarkan Data Sensus Penduduk dan Data Administrasi Kependudukan 2020 dari BPS. Ini menunjukkan bahwa potensi yang ada pada generasi ini cukup besar untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Jumlah angkatan kerja di Indonesia saat ini sebanyak 138 juta orang terdiri dari 132 juta orang pekerja dan 6 juta orang pengangguran. Diperkiraan tahun 2025 jumlah pengangguran di Indonesia bisa melebihi 9 juta orang. Di antara jumlah pengangguran ini, sudah pasti terdapat angkatan kerja usia muda atau kaum milenial usia produktif didalamnya.
Studi Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia mengungkapkan pada tahun 2020-2024 Indonesia akan menghadapi bonus demografi, suatu kondisi dimana supply tenaga kerja jauh lebih banyak dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Kalau kondisi ini dimanfaatkan dengan benar akan menjadi bonus dan memberikan keberuntungan bagi negara yang mengalami. Namun kalau tidak dimanfaatkan dengan benar atau tidak diimbangi dengan sisi demand-nya (penciptaan lapangan kerja) , maka akan menimbulkan disrupsi atau bencana demografi.
Harus diakui sampai sejauh ini pemerintah belum bisa memberikan lapangan kerja yang mencukupi untuk angkatan kerja, akibatnya jumlah pengangguran setiap tahun bertambah, apalagi masa sekarang pemerintah tengah berjuang menangani pandemi Covid-19 yang berdampak pada berbagai bidang kehidupan.
Inilah persoalan besar yang mesti dicarikan jalan keluarnya. Salah satu upaya yang ditempuh oleh pemerintah guna mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan memberikan kesempatan bagi kelompok milenial menjadi wirausaha. Mereka tidak harus mencari lapangan kerja, tetapi diharapkan malah mampu membuka atau menciptakan lapangan kerja.
Ajakan simpatik diberikan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk mendorong tumbuhnya kewirausahaan di kalangan milenial. Menteri Sandiaga Uno, mengajak kaum milenial mulai merintis usaha dengan menjadi wirausaha mandiri sekaligus ujung tombak pencetakan lapangan kerja di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
Kelesuan dan stagnasi ekonomi sebagai dampak pandemi Covid-19 sangat dirasakan oleh sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Menurunnya kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia mengakibatkan kerugian yang sangat besar.
Indonesia diperkirakan kehilangan devisa sebesar 14,5-15,8 miliar dolar AS. Banyak hotel, restoran, biro perjalanan, tempat wisata dan industri kreatif yang terpukul dan harus menutup kegiatan usahanya. Padahal saat ini terdapat 34 juta warga yang menggantungkan hidupnya pada sektor pariwisata dan ekonomi kreatif (parekraf).
Menteri mengajak para pemuda milenial untuk dapat memenuhi tuntutan peran dalam membantu membuka lapangan kerja yang bisa membangkitkan perekonomian masyarakat di tengah pandemi. Sektor parekraf ini memiliki 17 subsektor termasuk kuliner, fesyen, dan kriya.
Para milenial ini tentunya masih minim pengetahuan dan pengalaman untuk dapat memulai kegiatan bisnis mereka. Oleh karena itu pemerintah perlu memberikan bimbingan teknis dan pelatihan kewirausahaan agar mereka kelak dapat menjadi entrepreneur tangguh yang mempunyai motivasi, semangat bertahan dan kesempatan untuk berkreasi serta berinovasi.
Bagi wirausaha pemula diharapkan pemerintah dapat memberikan bantuan modal awal dan peralatan. Upaya lain, selama ini pemerintah juga telah melaksanakan kurikulum dan praktik kewirausahaan di sekolah menengah dan perguruan tinggi agar anak didik/mahasiswa nantinya memiliki karakter dan perilaku wirausaha yang tinggi.
Namun demikian pemerintah perlu melakukan penataan ulang dan evaluasi terus menerus terhadap kurikulum kewirausahaan sehingga dapat mendorong penciptaan hasil didik yang mampu menjawab kebutuhan SDM untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah diantaranya dengan mengembangkan model link and match.
Jumlah wirausaha di Indonesia saat ini tercatat 8,06 juta jiwa, namun secara persentase jumlah tersebut masih terbilang rendah, dibanding negara tetangga, seperti Singapura yang mencapai 7 persen dan Malaysia sebesar 5 persen dari total penduduk. Semoga pertumbuhan wirausaha khususnya generasi milenial di Indonesia memberikan harapan yang cerah untuk mendukung perekonomian nasional termasuk ekonomi kreatif didalamnya.