Alat itu mendeteksi pola ”volatile organic compound” (VOC) atau senyawa organik mudah menguap pada embusan napas seseorang. Pola khas VOC pada penderita Covid-19 itu dibaca dengan teknologi kecerdasan buatan.
Oleh
Gunawan Suryomurcito
·3 menit baca
Media massa akhir-akhir ini gencar memberitakan alat pendeteksi napas untuk mengetahui apakah seseorang sedang terinfeksi Covid-19 atau tidak. Alat tersebut dinamai GeNose C19, singkatan dari Gadjah Mada Electronic Nose Covid-19.
Selanjutnya, diinformasikan bahwa alat itu pada 24 Desember 2020 telah mendapat izin edar dari Kementerian Kesehatan (AKD 20401022883). Alat tersebut juga telah mendapat paten di dalam negeri.
Namun, sebagai orang yang bergerak di bidang hak kekayaan intelektual, menurut saya, paten untuk GeNose C19 ini menimbulkan tanda tanya. Ini karena proses pemberian paten di Indonesia pada umumnya memakan waktu setidaknya tiga tahun.
Dari hasil penelusuran ke basis data di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, diketahui memang ada permohonan paten Nomor P00201911564 dengan tanggal penerimaan permohonan paten 10 Desember 2019.
Judul invensi yang dimohon untuk dipatenkan adalah ”Alat dan Metode Karakterisasi Sensor Gas Berbasis Quartz Crystal Microbalance”.
Para inventor adalah Kuwat Triyana, Trisna Julian, Shidiq Nur Hidayat, dan Ahmad Kusumaatmaja. Dari data ini diketahui bahwa alat tersebut masih dalam taraf permohonan, belum diberi paten.
Alat tersebut mulai dicoba untuk mendeteksi napas penderita Covid-19 pada Mei 2020 oleh dr Dian Kesumapramudya Nurputra atas persetujuan dari Prof Kuwat Triyana, inventor kepala.
Alat itu mendeteksi pola volatile organic compound (VOC) atau senyawa organik mudah menguap yang terdapat pada embusan napas seseorang. Pola khas VOC pada penderita Covid-19 itu dibaca dengan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence).
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan akan menggunakan alat GeNose C19 tersebut di stasiun kereta api mulai 5 Februari 2021.
Semoga alat tersebut betul-betul efektif untuk mendeteksi dan membedakan orang yang sehat dengan orang yang sedang terpapar virus Covid-19.
Gunawan Suryomurcito
Konsultan HKI, Pondok Indah, Jakarta
Terima Kasih UGM
Pandemi korona tidak menyurutkan bangsa Indonesia untuk berkarya. Selain dampak buruk yang memprihatinkan, Covid-19 ternyata juga memunculkan inovasi. Secercah berkah bagi bangsa ini.
Universitas Gadjah Mada, yang banyak disebut sebagai kampus rakyat, mampu menorehkan tinta emas dengan menciptakan alat pendeteksi virus korona yang disebut GeNose C19.
Alat dengan cara kerja sederhana, efisien, dan murah bisa mendeteksi orang yang terinfeksi Covid-19 secara realtime (seketika). Deteksi dilakukan melalui embusan napas ke dalam balon plastik. Hasil embusan dibaca oleh instrumen digital.
Ini suatu karya fenomenal yang sangat membanggakan. Apalagi tingkat akurasi alat lebih dari 90 persen, menjadikan GeNose C19 sangat layak diaplikasikan.
Yang tak kalah penting, alat ini sangat ekonomis dan murah sehingga bisa menjangkau segala lapisan masyarakat, terutama rakyat kecil. Biaya per tes hanya sekitar Rp 20.000, amat signifikan membantu pemerintah dalam upaya 3T (testing, tracing, treatment) guna menekan laju penyebaran Covid-19. Saat ini Covid-19 masih sulit dikendalikan.
Terima kasih, UGM. Engkau telah berkarya nyata menciptakan kemaslahatan. Apresiasi perlu disampaikan pula kepada Kementerian Perhubungan yang menyatakan bakal menggunakan GeNose C19 untuk tes Covid-19 di stasiun kereta, terminal, bandara, dan pelabuhan di seluruh Indonesia.