Efektivitas PPKM
Selain meningkatkan koordinasi dan keterpaduan dalam penanganan pencegahan dan penanggulangan Covid-19, juga dibutuhkan kebijakan komprehensif, konsisten, dan tegas, serta partisipasi masyarakat.

Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM jilid satu (11-25 Januari 2021) telah selesai, disusul PPKM jilid 2 (26 Januari-8 Februari 2021).
Daerah yang harus menjalankan PPKM sudah diatur di dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2021 tentang PPKM Mikro, yaitu jika memenuhi salah satu unsur/kriteria berikut.
Pertama, tingkat kematian di atas rata-rata tingkat kematian nasional. Kedua, tingkat kesembuhan di bawah rata-rata tingkat kesembuhan nasional. Ketiga, tingkat kasus aktif di atas rata-rata tingkat kasus aktif nasional. Keempat, tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit (bed occupancy ratio/BOR) untuk unit gawat darurat (intensive care unit/ICU) dan ruang isolasi di atas 70 persen.
Demikian juga dengan kegiatan masyarakat yang dibatasi telah diatur dalam instruksi itu dan ada beberapa perubahan dibandingkan PPKM jilid satu.
Baca juga: PPKM Mikro Dinilai Diskriminatif dan Tidak Akan Efektif
Kebijakan PPKM ini terlihat merupakan kebijakan yang bersifat kompromis antara upaya menekan laju penambahan kasus Covid-19 dan penyelamatan ekonomi. Bidang kesehatan dan ekonomi adalah hal yang sama- sama penting, tetapi selama masalah kesehatan menjadi ancaman keamanan berinvestasi, maka akan menjadi tantangan/kendala bagi pertumbuhan ekonomi itu sendiri.
Oleh karena itu, menjadi sangat urgen untuk menentukan skala prioritas dan kebijakan PPKM yang sudah bersifat kompromis ini seharusnya dapat diimplementasikan secara konsisten dan tegas agar tidak terkesan setengah hati.
Esensi dari kebijakan PPKM adalah membatasi mobilitas/pergerakan masyarakat/penduduk, menghindari kerumunan, dan upaya untuk terus meningkatkan kepatuhan terhadap protokol kesehatan dengan harapan dapat menekan penambahan jumlah kasus dan kematian akibat Covid-19.

Warga pelanggar protokol kesehatan menjalani hukuman sosial di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat, Minggu (14/2/2021).
Tren mobilitas penduduk
Tren mobilitas penduduk Indonesia sejak diterapkan PPKM tercatat fluktuatif, cenderung menurun di bawah baseline data, yaitu berkendara (driving) turun 20 persen dan jalan (walking) turun 41 persen per 3 Februari 2021. Namun, jika diperhatikan, saat akhir pekan terlihat pergerakan penduduk meningkat kembali di atas baseline data sekitar 6 persen sampai dengan 10 persen.
Data ini dapat diakses melalui laman https://covid19. aplle.com/mobility. Salah satu kebijakan yang diwacanakan pemerintah, di Provinsi Jawa Tengah dengan program ”Jateng di rumah saja” selama akhir minggu, misalnya, diharapkan bisa membantu menekan mobilitas penduduk di akhir minggu.
Sementara jika dilihat dari community mobility trend dari Google, per 31 Januari 2021 ada penurunan mobilitas yang berhubungan dengan tempat belanja, rekreasi, farmasi, taman, stasiun transit, dan tempat kerja 5-36 persen di bawah baseline. Namun, mobilitas di tempat permukiman penduduk/tempat tinggal menunjukkan peningkatan 6 persen di atas baseline.
Baca juga: Kasus Penularan Covid-19 di Daerah Tinggi
Penambahan kasus terkonfirmasi Covid-19 sejak diterapkan PPKM tercatat fluktuatif cenderung meningkat rata-rata hampir di atas 10.000 kasus per hari. Positivity rate juga cenderung meningkat di atas 15 persen. Per 5 Februari 2021 tercatat penambahan kasus terkonfirmasi di Indonesia 11.749 dan positivity rate 29,46 persen. Bagaimana mungkin ini terjadi, padahal tren mobilitas penduduk cenderung menurun?
PPKM diharapkan dapat menekan laju penambahan kasus Covid-19 sehingga dapat menurunkan beban kerja di RS dan menurunkan angka kematian.

Anggota Polri memegang poster kampanye pemakaian masker sembari mengenakan helm berhias ikon virus korona saat berlangsung pembagian masker gratis kepada pengguna jalan di kawasan Kalimalang, Kota Bekasi, Jawa Barat, Rabu (10/2/2021). Pembagian masker itu bertujuan untuk menerapkan protokol kesehatan 3M, khususnya menggunakan masker yang diisertai edukasi agar masyarakat pakai masker terus untuk mencegah penyebaran Covid-19 di tempat umum.
Belum efektif
Berdasarkan data yang ada, sejak diterapkan PPKM, penambahan kasus terkonfirmasi dan positivity rate tetap tinggi meskipun tren mobilitas penduduk cenderung menurun. Dengan kata lain, penerapan PPKM belum efektif menekan penambahan kasus terkonfirmasi Covid-19 di Indonesia.
Beberapa kemungkinan penyebabnya, pertama, kebijakan PPKM bersifat kompromis, setengah hati, dan sedikit terlambat karena diterapkan setelah hampir satu tahun pandemi dan ada lonjakan luar biasa kasus. Implementasi dan penegakan PPKM di sejumlah daerah juga belum sepenuhnya dilaksanakan secara konsisten dan tegas.
Baca juga: Manusia Bersama Pandemi
Kedua, penularan Covid-19 di Indonesia sudah bersifat community transmission, ditunjukkan oleh tingginya penularan di tingkat lokal, bahkan kluster keluarga mencapai 70 persen kasus, khususnya di Jawa Tengah. Ketiga, adanya ancaman bias ecological fallacy dari data agregat tren mobilitas penduduk di Indonesia, maka secara teori harus dilihat faktor-faktor risiko yang bersifat individual.
Implementasi dan penegakan PPKM di sejumlah daerah juga belum sepenuhnya dilaksanakan secara konsisten dan tegas.
Pendekatan teori yang dapat diterapkan dalam konteks ini adalah pendekatan teori segitiga epidemiologi, yaitu faktor host (manusia/orang/individu), agent (virus SARS-CoV-2), dan lingkungan.
Dari sisi host, faktor risiko individual yang sangat mungkin berperan dalam peningkatan kasus terkonfirmasi Covid-19 adalah tingkat kedisiplinan terhadap protokol kesehatan, yaitu 5M (memakai masker, menjaga jarak minimal 1,5 meter, mencuci tangan dengan sabun minimal 15 detik, menjauhi kerumunan, dan membatasi mobilitas).
Faktor lain dari sisi host adalah usia, jenis kelamin, dan penyakit komorbid. Faktor risiko dari sisi host yang dapat dikendalikan/kontrol adalah kedisiplinan terhadap 5M dan penyakit komorbid yang dapat diupayakan terkontrol.

Proses pemakaman korban Covid-19 di lahan baru TPU Srengseng Sawah, Jakarta Selatan, Rabu (10/2/2021). Di tengah upaya pengendalian Covid-19 melalui pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro, jumlah warga yang terifeksi Covid-19 dan korban meninggal terus bertambah. Merujuk data dari Satgas Penanganan Covid-19, hingga tanggal 10 Februari 2021 jumlah korban meninggal karena Covid-19 mencapai jumlah 32.167 jiwa.
Dari sisi agent (penyebab penyakit/virus SARS-CoV-2) adanya mutasi virus yang bersifat lebih menular dan ditengarai 30 persen lebih fatal. Sementara dari sisi lingkungan, risiko tertular tinggi jika berada pada lingkungan tertutup, lingkungan rumah/tempat kerja dan lain-lain dengan ventilasi buruk/ penuh sesak/overcrowded.
Baca juga: Covid-19: Uji Kedisiplinan Suatu Bangsa
Upaya yang dapat dilakukan saat ini adalah, pertama, meningkatkan koordinasi dan keterpaduan dalam penanganan pencegahan dan penanggulangan Covid-19 di level nasional. Kebijakan harus komprehensif, konsisten, dan tegas. Kedua, pemberdayaan masyarakat, melalui keterlibatan mereka secara aktif untuk bersama-sama keluar dari pandemi Covid-19. Di level mikro dengan membangun RT, RW, dan Desa Tangguh melawan Covid-19.
Ketiga, meningkatkan kedisiplinan masyarakat terhadap protokol kesehatan 5M. Jika pendekatan persuasif sudah dirasa cukup, saatnya diterapkan pendekatan hukum. Keempat, meningkatkan kapasitas testing dan tracing. Kelima, meningkatkan kapasitas fasilitas pelayanan kesehatan, terutama ketersediaan tempat tidur, ruangan isolasi, ruangan ICU, ventilator, HFNC/NIV dan obat- obatan standar ataupun terapi tambahan sesuai rekomendasi WHO, serta sumber daya manusia kesehatan baik secara kuantitas maupun kualitas.
Yudhi Wibowo, Epidemiolog Lapangan Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman