BI perlu melakukan upaya untuk mengedukasi masyarakat karena masyarakat perlu mengetahui mengenai kewajiban menggunakan rupiah untuk transaksi yang dilakukan di Indonesia dan sanksi yang diberikan jika melanggar.
Oleh
WURIANALYA MARIA NOVENANTY
·4 menit baca
Kewajiban untuk menggunakan mata uang rupiah di Indonesia ditegaskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, dalam bagian pertimbangannya, menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai suatu negara yang merdeka dan berdaulat memiliki mata uang sebagai salah satu simbol kedaulatan negara yang harus dihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga negara Indonesia.
Pasal 21 Ayat (1) undang-undang tersebut mengatur mengenai kewajiban penggunaan rupiah dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang, dan/atau transaksi keuangan lain yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kemudian, tersurat dalam Pasal 2 Ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Republik Indonesia: ”Setiap pihak wajib menggunakan Rupiah dalam transaksi yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Tampak jelas bahwa seluruh pihak yang melakukan transaksi di Indonesia wajib menggunakan rupiah walau peraturan memberikan pengecualian untuk beberapa transaksi tertentu, sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Ayat (2) Undang-Undang Mata Uang, di antaranya adalah transaksi perdagangan internasional.
Belakangan ini ramai diberitakan mengenai penggunaan dinar dan dirham dalam transaksi pembayaran di suatu pasar muamalah.
Penggunaan dinar dan dirham
Belakangan ini ramai diberitakan mengenai penggunaan dinar dan dirham dalam transaksi pembayaran di suatu pasar muamalah. Merujuk pada definisi yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dinar adalah ”mata uang emas lama”, sementara dirham adalah ”mata uang emas atau perak”.
Dalam praktik, dinar dan dirham dibedakan dari bahan utamanya. Dinar merupakan suatu koin yang sebagian ataupun seluruhnya terbuat dari emas dan dirham merupakan koin yang terbuat dari perak.
Di Indonesia, dinar dan dirham ini dijual oleh PT Aneka Tambang Tbk. Untuk memperoleh keuntungan dari dinar dan dirham, masyarakat dapat menjadikan kedua koin ini sebagai instrumen investasi, tetapi bukan sebagai alat pembayaran.
Mengapa dinar dan dirham tidak dapat digunakan sebagai alat pembayaran di Indonesia? Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa terdapat kewajiban untuk menggunakan rupiah sebagai alat pembayaran dalam transaksi yang dilakukan di Indonesia sehingga ketika ada pihak-pihak yang tidak melakukan kewajiban tersebut, mereka dapat dikenai sanksi berdasarkan Pasal 33 Ayat (1) Undang-Undang Mata Uang, yaitu dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah).
Sebab yang halal
Selain mendapatkan sanksi, apa akibat hukum lain dari suatu transaksi yang menggunakan alat pembayaran berupa dinar atau dirham? Bagaimana keabsahan transaksi tersebut?
Dalam suatu transaksi terkandung suatu perjanjian, misalnya dalam transaksi jual-beli terkandung suatu perjanjian jual-beli. Syarat sahnya perjanjian tercantum dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yakni kesepakatan para pihak, kecakapan para pihak, adanya suatu obyek tertentu, dan sebab yang halal.
Yang dimaksud dengan sebab yang halal adalah isi dari suatu perjanjian tidak melanggar peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum. Apabila isi suatu perjanjian ternyata melanggar peraturan perundang-undangan, perjanjian tersebut melanggar syarat sebab yang halal, konsekuensinya adalah perjanjian tersebut seharusnya menjadi batal demi hukum.
Yang dimaksud dengan sebab yang halal adalah isi dari suatu perjanjian tidak melanggar peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Oleh karena itu, perjanjian jual-beli yang memperjanjikan bahwa alat pembayaran yang digunakan bukanlah rupiah, padahal transaksinya dilaksanakan di Indonesia seharusnya menjadi batal demi hukum karena melanggar ketentuan Undang-Undang Mata Uang dan Peraturan Bank Indonesia.
Pengawasan Bank Indonesia
Bank Indonesia (BI) adalah bank sentral Republik Indonesia. BI memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah di mana untuk mencapai salah satu tujuan itu, BI memiliki tugas untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
Perihal penggunaan alat pembayaran selain rupiah, Bank Indonesia melalui Erwin Haryono (Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Komunikasi BI) telah memberikan pernyataan: ”Seiring dengan adanya indikasi penggunaan alat pembayaran selain rupiah di masyarakat, Bank Indonesia menegaskan bahwa rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 menjelaskan mengenai kewenangan BI untuk melakukan pengawasan terhadap kepatuhan setiap pihak dalam melaksanakan kewajiban penggunaan rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) peraturan tersebut.
Dalam melakukan pengawasan, BI dapat menempuh beberapa cara, yaitu meminta laporan, keterangan, data, dan/atau dokumen pendukung (dengan atau tanpa melibatkan instansi terkait), kemudian BI dapat melakukan pengawasan langsung terhadap setiap pihak, dan/atau BI pun dapat menunjuk pihak lain untuk melakukan penelitian dalam rangka pengawasan terhadap kepatuhan setiap pihak.
Dengan ditemukannya penggunaan dinar dan dirham sebagai alat pembayaran di Indonesia, BI seharusnya meningkatkan pengawasan atas kepatuhan penggunaan rupiah sebagai alat pembayaran. Di samping itu, BI harus mulai gencar melakukan sosialisasi mengenai kewajiban penggunaan rupiah di Indonesia.
Sosialisasi ini dapat disebarluaskan dengan menggunakan teknologi informasi, misalnya melalui media sosial, short message service (SMS), serta melalui perantaraan bank-bank umum yang saat ini telah memberikan fasilitas internet banking atau mobile banking kepada para nasabahnya sehingga sosialisasi dapat dilakukan melalui media tersebut.
Masyarakat perlu mengetahui mengenai kewajiban menggunakan rupiah untuk transaksi yang dilakukan di Indonesia dan sanksi yang bisa diberikan jika ketentuan tersebut tidak dipatuhi. Oleh karena itu, BI perlu melakukan upaya-upaya untuk mengedukasi masyarakat, tentunya upaya tersebut harus didukung oleh kesadaran hukum masyarakat.
(Wurianalya Maria Novenanty, Dosen Hukum Perbankan dan Surat Berharga Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan)