Menyentuh jenazah orang yang meninggal karena Covid-19 cukup berbahaya. Penelitian menunjukkan, masih terjadi replikasi virus di saluran pernapasan atas setidaknya hingga 35 jam setelah kematian.
Oleh
ATIKA WALUJANI MOEDJIONO
·4 menit baca
Tak hanya di awal pandemi, saat ini pun masih ada jenazah korban Covid-19 yang dibawa pulang paksa oleh keluarganya. Tindakan itu bisa dibilang sangat berbahaya.
Sebagaimana diketahui, transmisi SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 dapat terjadi melalui penularan langsung, dari percikan cairan tubuh orang yang terinfeksi baik batuk, bersin, maupun air liur yang tepercik saat berbicara. Selain itu, lewat penularan tak langsung, ketika percikan cairan tubuh yang mengandung virus menempel pada benda, seperti meja, kursi, pegangan pintu, selusur tangga, eskalator, dan benda-benda lain, terpegang. Tangan kemudian menggosok mata atau hidung serta memegang makanan sehingga virus masuk tubuh.
Otopsi 28 jenazah orang yang meninggal karena Covid-19 yang dilakukan Kristijan Skok dan kolega dari Rumah Sakit Pendidikan serta Fakultas Kedokteran Universitas Graz, Austria, mendapatkan, usap tenggorokan dalam waktu-waktu tertentu hingga 128 jam yang diperiksa dengan reaksi berantai polimerase transkripsi terbalik (RT-PCR) menunjukkan keberadaan asam ribonukleat (RNA) virus.
Hal itu terbukti dari nilai cycle threshold (Ct) virus, rendah hingga tinggi bergantung pada waktu pengambilan sampel. Virus juga terdeteksi pada paru dan usus. Sedangkan pada darah, empedu, dan otak tak ditemukan.
Nilai Ct adalah jumlah siklus amplifikasi yang diperlukan sampel yang diberi sinyal fluoresens untuk melewati ambang batas dari alat agar virus dalam sampel terdeteksi. Semakin rendah jumlah siklus amplifikasi, semakin besar jumlah materi genetik atau virus dalam sampel. Sebaliknya, semakin tinggi nilai Ct, semakin sedikit materi genetik yang ada alias mungkin tinggal sisa virus saja.
Kesimpulan penelitian yang dimuat di Virchows Archiv, sebuah jurnal patologi Eropa, 20 Agustus 2020, itu menyatakan, RNA virus masih terdeteksi beberapa hari setelah kematian. Meski nilai Ct menunjukkan jumlah materi genetik sedang hingga sedikit, potensi penularan tidak bisa diabaikan.
Hal itu diperkuat dengan laporan tim peneliti Italia, Pasquale Beltempo dan kolega, di Forensic Science International edisi Februari 2021 yang bisa diakses secara daring 9 Desember 2020.
Mereka meneliti keberadaan SARS-CoV-2 di saluran pernapasan atas korban Covid-19 sesaat setelah meninggal dan setelah disimpan. Yang diteliti adalah jenazah pria berusia 60 tahun yang meninggal karena radang paru akibat Covid-19 pada 17 Maret 2020, dua hari setelah dirawat. Karena istrinya juga sakit dan dirawat, sementara menunggu persetujuan dikremasi, jenazah disimpan di lemari pendingin.
Pada 22 April 2020, izin kremasi turun. Jenazah pria tersebut dikeluarkan dari lemari pendingin, diambil sampel usap dari hidung dan tenggorokan. Sampel dianalisis dengan RT PCR. Hasilnya, masih ditemukan RNA virus 35 hari setelah kematian.
Penelitian sebelumnya mendapatkan, pendinginan dapat memperpanjang kelangsungan hidup virus korona. Bertahannya RNA SARS-CoV-2 diperkirakan akibat kurangnya terapi antivirus selama dirawat inap serta adanya proses pendinginan jenazah.
Penelitian itu menunjukkan pentingnya deteksi virus pada jenazah untuk menentukan penyebab kematian orang yang belum terkonfirmasi Covid-19 serta pasien dengan beberapa penyakit penyerta. Kondisi klinis yang ada sebelumnya bisa menyembunyikan gejala klinis Covid-19. Deteksi virus pada jenazah penting untuk melacak kontak kasus dan mengisolasi mereka.
Bisa menular
Potensi penularan virus dari jenazah kasus Covid-19 dipastikan oleh Fabian Heinrich dan kolega dari Rumah Sakit Pendidikan Universitas Hamburg-Eppendorf, Jerman. Dalam laporan di Emerging Infectious Diseases, Januari 2021, dipaparkan analisis stabilitas RNA SARS-CoV-2 pada 11 jenazah selama tujuh hari (168 jam).
Penelitian menunjukkan, replikasi virus terdeteksi di tenggorokan hingga 35,8 jam setelah kematian.
Jenazah datang pada beda waktu 3-32 jam, langsung disimpan di lemari pendingin. Rata-rata nilai Ct virus dalam sampel usap yang diambil saat datang adalah 29,52. Penelitian menunjukkan, replikasi virus terdeteksi di tenggorokan hingga 35,8 jam setelah kematian. Artinya, SARS-CoV-2 pada jenazah masih bisa menginfeksi.
Karena itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan panduan penanganan jenazah. Panduan itu mengatur keharusan mengenakan alat pelindung diri berupa baju hazmat, masker, kacamata atau pelindung wajah, sarung tangan medis, dan sepatu tertutup, dalam pemulasaran ataupun otopsi jenazah akibat Covid-19. Hal itu untuk mencegah penularan virus pada tenaga kesehatan, petugas kamar jenazah, teknisi, dan ahli patologi forensik.
Keluarga diizinkan melihat jenazah. Namun, dilarang menyentuh atau mencium jenazah, menjaga jarak setidaknya 1 meter satu sama lain, serta melaksanakan protokol kesehatan lain secara ketat.
Jadi, jangankan membawa pulang. Menyentuh pun dilarang bagi mereka yang tidak memiliki pengetahuan untuk menangani jenazah akibat Covid-19 dan tanpa alat pelindung diri lengkap. Jika salah langkah, bisa mengancam jiwa.