Hari Pers Nasional, Konvergensi dan Pemulihan Ekonomi Bangsa
Andil pers nasional yang paling signifikan itu adalah pada perubahan cara pandang terhadap pandemi dan kesadaran melakukan tindakan-tindakan mandiri dalam menghadapi pandemi.
Oleh
WIDODO MUKTIYO
·5 menit baca
Satu tahun lalu, salah satu tema Hari Pers Nasional yang mengemuka adalah koeksistensi. Suatu istilah yang mencoba mendudukkan praktik jurnalistik, antara pers berbasis daring dan yang tidak. Ia sekaligus cerminan untuk mendudukkan praktik jurnalisme daring sebagai partner dan bukan sebagai kelas dua.
Intinya, proliferasi dalam jurnalisme ini harus diakui dan nyata sekaligus menjadi kekuatan penuh bagi pers secara keseluruhan. Lagi pula, media-media yang semula tidak daring pun meluruh dan berkonvergensi sehingga tidak dapat lagi dibedakan, apalagi didiskriminasikan, mana media lama dan mana media baru.
Saat kita merayakan Hari Pers Nasional (HPN) tahun lalu, pandemi Covid-19 belum terjadi sehingga tantangannya pun tidak seperti sekarang. Akibat pandemi ini, perekonomian kita terpuruk.
Meskipun Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beberapa waktu lalu menyatakan bahwa triwulan III-2020 telah menunjukkan turning point bagi arah pertumbuhan ekonomi yang membaik, yakni dari minus 5,32 persen menjadi minus 3,49 persen dari triwulan sebelumnya, angka itu masih jauh dari capaian pertumbuhan ekonomi pada 2019 sebesar 5,02 persen.
Responsibilitas dan akuntabilitas pers nasional kita terpanggil dan sudah semestinya berkewajiban untuk terus mengawalnya.
Membangkitkan optimisme
Jadi, tema Hari Pers Nasional kali ini semestinya tidak lagi memperbincangkan koeksistensi dan memboroskan waktu dalam perdebatan semacam itu, tetapi lebih dari itu, saatnya kita bergandeng tangan dalam dimensi co-multiple existence. Kita harus menyinergikan kekuatan semua elemen bangsa untuk bangkit. Responsibilitas dan akuntabilitas pers nasional kita terpanggil dan sudah semestinya berkewajiban untuk terus mengawalnya.
Pada momen penting Hari Pers Nasional itu, peran pers pasti, selain dipertanyakan secara reflektif, juga diharapkan sumbangsihnya, terutama dalam mengatasi penularan Covid-19 dan perubahan perilaku serta cara-cara hidup dalam situasi normal baru.
Kita mengharapkan dengan sungguh-sungguh bagaimana caranya agar apa yang diberitakan pers menjadi referensi primer dan pada saat bersamaan menunjukkan tulisan-tulisan yang membangkitkan optimisme dan kebangkitan bangsa. Kita juga mengharapkan pers nasional tetap mengagendakan pemberitaannya pada lima kebijakan strategis, yakni menjaga persatuan, pencegahan penularan, menyukseskan vaksinasi nasional, memupuk optimisme, dan mendorong kebangkitan ekonomi.
Acara Hari Pers Nasional kali ini dipusatkan di Jakarta. Tentu, pilihan tersebut bukan tanpa alasan. Pers dan Jakarta, pada satu sisi, sedangkan di sisi lain Jakarta dan pandemi telah mengimajinasikan konstelasi yang tidak saja riskan, berpengaruh secara signifikan secara nasional, tetapi juga kita memiliki harapan besar di sana.
Dari Data Pemantauan Covid-19 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, tingkat mortalitas, yang diberitakan di dua pekan awal bulan Januari ini, mencapai 247 jiwa. Bagi kita, secara nasional dan bagi penduduk Jakarta, angka kematian itu mencemaskan. Karena itu, kita tidak perlu terkejut (shock) dengan pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk wilayah Jawa dan Bali, terlebih bagi Jakarta. Kita wajib tetap optimistis dan tegar.
Jakarta memiliki magnitudo yang luar biasa. Ia adalah ibu kota negara. Secara administratif, birokratif, ekonomis, politis, dan pemerintahan, Jakarta adalah episentrumnya. Karena itu, masalah pandemi harus selesai di Jakarta terlebih dulu. Begitu selesai di Jakarta, roda pemerintahan, laju pertumbuhan ekonomi, dan rencana-rencana pembangunan akan berjalan.
Skema-skema penghentian penularan mesti dilakukan secara berjenjang, simultan, dan menyeluruh mencakup penduduk Jakarta serta kendali terhadap mobilitas penduduk dari daerah-daerah yang menjadi penyangga dan satelitnya. Perpaduan antara kebijakan, PSBB, dan vaksinasi massal, serta perubahan perilaku setelah itu diyakini menghentikan penularan dan penyirnaan Covid-19 di Jakarta.
Kekuatan pers terletak pada kemampuannya dalam melakukan pengarusutamaan, peresonansian, dan pembingkaian.
Pers solutif
Sejak dulu Jakarta adalah prioritas bagi pers nasional. Namun, dengan momentum Hari Pers Nasional ini, kiranya perlu direnungkan, perhatian pers tentang Jakarta yang menjadi kebiasaannya selama ini. Politik dan konfliknya yang disorot tajam. Namun, semestinya, perhatian semacam itu diubah haluannya menjadi pers solutif yang memberi Jakarta jalan keluar dari masalah.
Pers kali ini, dengan Hari Pers Nasional-nya di Jakarta, diharapkan memberi perhatian pada cara-cara mendorong penduduk Jakarta secara sukarela menerima vaksinasi, memberi prioritas perhatian pada pemulihan ekonomi, membangun kohesivitas sosial, hadirnya rasa saling percaya, dan mendorong perubahan perilaku.
Kekuatan pers terletak pada kemampuannya dalam melakukan pengarusutamaan, peresonansian, dan pembingkaian. Sepanjang hal ini dilakukan terus-menerus dan konsisten, pada gilirannya pers akan memberi andil paling signifikan di tengah pandemi dan situasi krisis ini.
Andil pers nasional yang paling signifikan itu adalah pada perubahan cara pandang terhadap pandemi dan kesadaran melakukan tindakan-tindakan mandiri dalam menghadapi pandemi. Melalui peran pers nasional pula, perubahan rasa tanggung jawab yang lebih besar pada bangsa terjadi dan kemanusiaan tumbuh dan menjadi bagian dari setiap warga negara.
Kami menyadari betul bahwa usia pers nasional kita bukan anak-anak lagi. Harus diakui bahwa kiprahnya bagi bangsa dan negara tidak dapat dinafikan dan diragukan. Terlalu banyak untuk disebutkan dan diingat-ingat. Karena itu, juga tidak perlu lagi diajari tentang bagaimana mereka memiliki integritas, cara kerja, dan kepentingan utamanya.
Ada dedikasi, norma, dan kode etik yang menjadi panduan mereka dalam bekerja. Semuanya semata-mata adalah harapan dan hadirnya perasaan untuk turut memberikan apresiasi terhadap perjalanan pers nasional kita yang dirayakan 9 Februari 2021 ini. Momentumnya di Jakarta itulah yang membersitkan harapan yang sangat besar agar kekuatan pers yang dimilikinya, resonansi, pengarusutamaan, dan pembingkaiannya turut mendorong menyelesaikan krisis.
Karena apa? Sebab, Jakarta adalah episentrum dari Indonesia dan merupakan perwujudan simbolisasi Indonesia di mata dunia. Sebagai episentrum ekonomi bangsa, kita berharap kondisi Jakarta segera terkendali dan pemulihan ekonomi bangsa di tengah pandemi Covid-19 bangkit dari kota yang sama-sama kita banggakan ini.
Akhirnya, perkenankan saya mengucapkan Selamat Hari Pers Nasional. Semoga sukses dan jaya selalu.
Widodo Muktiyo,Dirjen IKP Kementerian Komunikasi dan Informatika RI; Guru Besar Ilmu Komunikasi UNS.