Program vaksinasi menghadapi banyak masalah, antara lain distribusi vaksin. Akan lebih baik pemerintah fokus menjalankan program vaksinasi mengutamakan kelompok prioritas, yaitu tenaga kesehatan dan kelompok rentan.
Oleh
HENDRY JULIAN NOOR
·4 menit baca
Program vaksinasi Covid-19 memasuki ”diskusi” baru. Pemerintah berencana membuka atau menyiapkan regulasi jalur vaksinasi mandiri bagi sektor industri tertentu meskipun menggunakan sumber vaksin yang berbeda dengan vaksin yang digunakan pemerintah.
Hal tersebut dikhawatirkan memicu ketidaksetaraan dan ketidakadilan akses terhadap kesehatan dan keselamatan warga (Kompas, 21-22/1/2021). Terlebih dahulu perlu dijelaskan bahwa makna kata ”seluruh” rakyat Indonesia dalam judul tulisan ini adalah setiap orang yang memang memenuhi syarat secara medis untuk dapat diberikan vaksin Covid-19.
Pemerintah dapat dikatakan cenderung ke arah mewajibkan pemberian vaksin. Dengan mengutip McGaughey dan Rizzi (UWA’s Law School) and Maguire (University of Newcastle), pemerintah sebagai suatu badan publik memang memiliki kewenangan menerapkan kebijakan yang mewajibkan vaksinasi meskipun mungkin memiliki tujuan berbeda.
Tanggung jawab negara
Prinsipnya, langkah-langkah tersebut ditujukan untuk melindungi hak asasi manusia (HAM) yang paling mendasar, yaitu hak untuk hidup, di mana hak atas kesehatan menjadi salah satu bagian di dalamnya. Hukum tentang HAM internasional juga memperbolehkan beberapa pembatasan hak dalam keadaan tertentu, yang tunduk pada pengujian ketat atas kebutuhan dan proporsionalitas.
Vaksin akan sangat berkaitan dengan hak atas kesehatan. Sebagai bagian dari hak untuk hidup, sebagaimana pendapat di atas adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun (Pasal 28I Ayat (1) UUD 1945).
Selanjutnya, diatur bahwa setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu (Pasal 28I Ayat (2)), yakni perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah, sebagaimana amanah Pasal 28I Ayat (4) UUD 1945.
Dalam kaitan hak untuk hidup yang diamanahkan untuk diatur dalam peraturan perundang-undangan, Indonesia memiliki Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan). Vaksin dapat dikatakan sebagai bagian dari upaya kesehatan, yang didefinisikan sebagai setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi, dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat (Pasal 1 Angka 1).
Kontraproduktif
Pada dasarnya, vaksinasi mandiri tidak akan menjadi masalah jika pelaksanaannya tidak merusak tata urutan prioritas penerima vaksin yang telah dibuat oleh pemerintah sebelumnya, yang telah melalui banyak kajian, khususnya secara medis, atau bahkan justru dapat membantu mempercepat program vaksinasi pemerintah.
Namun, jika yang terjadi adalah sebaliknya, dapat menjadi jalan legitimasi atau bahkan legalitas bahwa golongan ekonomi yang lebih mampu dapat menerima vaksin terlebih dahulu. Bukan tidak mungkin kemudian justru kontraproduktif dengan pengaturan penting dalam UU Kesehatan bahwa setiap orang berhak atas kesehatan dan mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan.
UU Kesehatan juga memberikan tanggung jawab kepada pemerintah untuk, pertama, merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat.
Kedua, ketersediaan lingkungan; tatanan; fasilitas kesehatan, baik fisik maupun sosial; serta sumber daya di bidang kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi- tingginya. Ketiga, ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau.
Berdasarkan interpretasi teleologis (melihat tujuan), tanggung jawab tersebut adalah dalam kerangka pelayanan publik yang memang menjadi tugas pemerintah, khususnya untuk merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau.
Secara stipulatif, pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan bagi setiap warga negara dan penduduk, termasuk barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif. Dapat dinyatakan kemudian bahwa vaksin merupakan salah satu perwujudan pelayanan publik dalam bidang kesehatan oleh negara terhadap warga negaranya.
Hal prinsip dalam pelayanan publik setidaknya dua hal, memastikan kualitas pembangunan masyarakat dan memastikan agar setiap orang memang tidak ada yang tertinggal dalam mendapatkan haknya, terlepas dari latar belakangnya. Pemerintah adalah aktor utama dalam penyelenggaraan pelayanan publik, harus menempatkan masyarakat sebagai pemangku kepentingan (stakeholder) yang harus dilayani dengan baik (Osborne & Gaebler, 2000).
Dapat dinyatakan kemudian bahwa vaksin merupakan salah satu perwujudan pelayanan publik dalam bidang kesehatan oleh negara terhadap warga negaranya.
Fokus kelompok prioritas
Berkaitan dengan asas geen bevoegheid zonder verantwoordelijkheid atau there is no authority without responsibility, yang berarti tidak ada kewenangan tanpa pertanggungjawaban (Ridwan, 2016: 105), setiap kewenangan akan membawa pertanggungjawaban hukum.
Dan dengan menggunakan logika penemuan hukum argumentum a contrario, tidak mungkin ada pertanggungjawaban apabila tidak ada kewenangan. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa pemerintah berkewajiban melakukan program vaksinasi bagi sekitar 181,5 juta rakyat Indonesia sebagai salah satu upaya dalam mengatasi pandemi Covid-19.
Sebagaimana disampaikan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, sifat vaksinasi adalah sosialis (bukan individualis) dan untuk membangun kekebalan kelompok (herd immunity), bukan kekebalan orang ataupun golongan tertentu.
Perkembangan aktual, program vaksinasi masih mendapatkan banyak permasalahan, di antaranya masalah distribusi vaksin ataupun jumlah orang yang divaksin yang masih belum sesuai dengan yang ditargetkan. Akan lebih baik (setidaknya untuk saat ini) pemerintah fokus menjalankan program vaksinasi mengutamakan kelompok prioritas, yaitu tenaga kesehatan dan kelompok lain yang rentan terpapar, sebagaimana rekomendasi dari WHO.
Hendry Julian Noor, Dosen Departemen HAN Fakultas Hukum UGM