Salah satu data penting yang sering diabaikan saat registrasi penumpang adalah tidak dicantumkannya nama dan nomor kontak keluarga terdekat penumpang. Data ini diperlukan untuk menghubungi keluarga saat ada musibah.
Oleh
Budi Sartono Soetiardjo
·6 menit baca
Musibah jatuhnya pesawat Sriwijaya Air menimbulkan duka mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan. Pesawat dengan kode penerbangan SJ-182 itu jatuh di perairan Kepulauan Seribu, Sabtu (9/1/2021). Semua penumpang, 62 orang termasuk awak pesawat, telah dievakuasi.
Dalam proses identifikasi, ada yang berlangsung cepat, ada yang berlangsung lambat. Penyebabnya, antara lain, kurangnya data pendukung. Untuk kepentingan identifikasi, dikenal data antemortem dan postmortem.
Data antemortem adalah data spesifik korban sebelum kematian. Misalnya, warna kulit, warna dan jenis rambut, golongan darah, dan ciri-ciri fisik lain, seperti tato, tahi lalat, bentuk atau susunan gigi, barang bawaan, ataupun pakaian yang dikenakan korban.
Dalam konteks data antemortem, salah satu data penting yang sering diabaikan pada saat registrasi penumpang adalah tidak dicantumkannya nama dan nomor kontak keluarga terdekat penumpang. Data ini diperlukan untuk menghubungi keluarga saat ada musibah.
Dalam berbagai kasus kecelakaan transportasi yang menimbulkan banyak korban jiwa, sering pihak terkait sulit menghubungi keluarga korban karena tidak ada data pendukung berupa contact person.
Terkait dengan kecelakaan pesawat Sriwijaya Air, proses identifikasi bisa saja terkendala kontak keluarga korban. Apalagi daftar nama penumpang (manifes) tidak dipublikasikan sehingga ada kemungkinan beberapa keluarga korban terlambat tahu bahwa ada masalah.
Semoga, ke depan, nama dan nomor kontak keluarga penumpang sebagai pelengkap data antemortem bisa menjadi prasyarat perjalanan dengan moda apa pun.
Budi Sartono Soetiardjo
Cilame, Ngamprah, Kabupaten Bandung
Sikap Baik 1
Vaksinasi perdana bersama Presiden Joko Widodo sudah berlangsung dua minggu dan para tenaga kesehatan juga sudah mulai mendapatkan giliran. Namun, tetap menarik membahas bagaimana orang menyikapi vaksinasi ini.
Di antara mereka yang mendapat vaksinasi perdana adalah selebritas yang sudah banyak disorot karena sikapnya yang kurang baik dan pedagang sayur bernama Narti.
Sebagai rakyat kecil, ia sangat terharu, bahagia, senang, dan merasa tersanjung bisa bertemu langsung dengan Presiden dan para pejabat.
Narti merasakan bahwa mereka ternyata tidak memandang rendah dirinya. Setelah divaksin, Narti juga mendapat bingkisan dari Presiden Jokowi: bahan kebutuhan pokok, baju batik, sarung, uang tunai, dan uang transpor. Rasa syukur Narti tak terhingga.
Pascavaksinasi, Narti merasa sehat, tetapi ia tetap berhati-hati dalam beraktivitas. Ia menjual sayur di Pasar Inpres Kelapa Gading dari pagi dan menutup lapak setelah siang.
Semoga Narti bisa menjadi contoh baik bagi semua orang. Semoga pascavaksinasi, orang-orang bersikap seperti Narti dan tetap berhati-hati menghadapi pandemi. Contoh pula sikap Presiden Jokowi yang egaliter dan santun.
Andreas Joko Wicoyo
Jalan Glagahsari, Yogyakarta 55164
Sikap Baik 2
Kepada mereka yang viral saat ini, saya ingin menulis sedikit. Tanpa bermaksud provokasi atau meniup bara yang hampir padam, tetapi anggap saja introspeksi, sebagai rakyat yang menulis kepada favoritnya dan kepada wakilnya.
Mendapat kepercayaan luar biasa dari pemerintah untuk mewakili generasi milenial, tentunya diharapkan menjadi contoh dan suri teladan agar semua ikut berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan vaksinasi.
Kita semua tahu vaksinasi kita membantu kekebalan masyarakat secara luas, cepat, dan aman. Karena itu, jangan lagi mencederai kepercayaan pemerintah dan rakyat dengan kegiatan yang melanggar protokol kesehatan.
Saya juga mengimbau kepada siapa pun petinggi di negeri ini, pejabat atau wakil rakyat yang terhormat, untuk memberi contoh baik. Berilah rakyat bukti perilaku baik dan pantas dalam kehidupan ini.
Rakyat melihat, mengamati dengan saksama. Kalaupun Anda menolak, tidak mau divaksinasi, silakan simpan untuk kalangan sendiri atau sebatas keluarga Anda saja.
Jangan terang-terangan dalam sidang terhormat, bisa membuat rakyat bingung dan terbelah. Vaksin memang bukan jalan satu-satunya mengatasi Covid-19, tetapi pemerintah sudah berupaya sebaik-baiknya mengedepankan kesehatan masyarakat.
Ing ngarsa sung tuladha. Di depan, berilah contoh baik. Demikian ajaran untuk kita terapkan dalam keseharian.
Sri Handoko
Tugurejo RT 009 RW 001, Kecamatan Tugu, Semarang
Sikap Baik 3
Presiden Joko Widodo telah mewujudkan janji pemerintah untuk memberikan vaksinasi Covid-19 secara gratis untuk seluruh rakyat Indonesia.
Saat ini vaksinasi telah berlangsung untuk para tenaga kesehatan, yang berada di garda depan dalam penanggulangan Covid-19, setelah vaksinasi perdana kepada Presiden dan para wakil masyarakat, Rabu (13/1/2021).
Akan tetapi, upaya penggratisan vaksinasi ini perlu sikap baik dan tindak lanjut dari masyarakat. Seperti yang ditulis Arief Anshory Yusuf, Ketua Dewan Profesor Universitas Padjadjaran (Kompas, 17/12/2020), perlu kesiapan aparat pemerintahan, dari tingkat menteri hingga tingkat lurah, RW dan RT, untuk mengajak warganya agar siap dan bersedia divaksinasi.
Ini memang bukan perkara mudah. Menurut survei, ada 35 persen penduduk Indonesia yang menolak vaksin. Perlu sosialisasi yang jelas, mudah dipahami, dan informasinya sampai kepada masyarakat yang membutuhkan.
Tanggapan dari warga masyarakat penting karena vaksinasi ini untuk kepentingan kita semua, rakyat dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. Jangan sampai anggaran vaksinasi yang sangat besar, puluhan triliun rupiah, terbuang sia-sia.
Sebagai warga negara yang baik, saya mengajak seluruh rakyat Indonesia, tidak hanya mendoakan Presiden Joko Widodo yang telah memutuskan penggratisan vaksinasi ini, tetapi juga mendoakan Ibu Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan.
Ia tidak kalah berat bebannya karena harus memikirkan cara mencari dan menyisihkan anggaran untuk pengadaan dan pendistribusian vaksin untuk seluruh rakyat Indonesia.
Segala tindakan, tanggapan, dan doa ini membuktikan bahwa vaksin Covid-19 sebenarnya tidak gratis. Upaya vaksinasi memerlukan usaha, upaya, dan doa agar terlaksana dan bermanfaat baik.
Semoga Tuhan memberkati bangsa Indonesia seutuhnya.
Dawami Martono
Rawa Bambu RT 08 RW 07, Pasar Minggu, Jakarta 12520
Semakin Memprihatinkan
Belakangan ini kita disuguhi gambaran perilaku bangsa yang makin memprihatinkan. Media publik, juga media sosial, menyajikan berita-berita yang menyayat hati.
Peristiwa keharusan siswi berjilbab di sekolah negeri, peristiwa buka masker, tiup lilin, dan suap-suapan di Bali dalam pertemuan sebuah partai, juga joget para pejabat KPU di Situbondo bersama penyanyi, semuanya mengiris hati.
Saya khawatir inilah gambaran mutakhir bangsa, yang semakin tak peduli pada lingkungan sekitarnya. Perhatian hanya tertuju pada kepentingan dan kesenangan diri pada hal-hal yang sesuai kebutuhan diri dan kelompok.
Sekalipun ada alasan perda dan ada siswi beragama lain yang ”tidak keberatan”, aturan itu menunjukkan ketidakmampuan kita menghargai dan menghormati sesama yang berbeda keyakinan, yang juga makhluk Tuhan.
Peristiwa makan-makan yang viral, penuh canda sehingga lupa masker, suap-suapan, duduk bersandingan, tiup lilin bersama, tidak hanya melanggar protokol kesehatan, tetapi juga tidak berbela rasa kepada warga lain yang tengah kesusahan.
Adanya sejumlah petugas negara yang ”berjoget-joget” lagi-lagi menunjukkan ketidakpekaan terhadap kondisi keprihatinan masyarakat.
Tiga contoh di tiga wilayah dan oleh lembaga yang berbeda menunjukkan bahwa kita bukan bangsa yang peduli sesama. Semua yang ada di luar lingkaran kita bukan urusan kita!
Kita memang tidak dilarang berpikir dan bertindak untuk diri atau kelompok sendiri, tetapi kita juga diharapkan memperhatikan dampak perbuatan kita.
Kini banyak orang ”bangga” dengan dirinya, berhasil mencapai cita-citanya. Namun, buat apa banyak ”orang pintar” yang berhati ”beku”?
Kalau kelakuannya dipersoalkan, dengan mudah mengaku khilaf. Berharap orang mau mengerti. Pertanyaannya, apakah hati dan pikirannya menjadi terbuka dan berubah? Bisa lebih menghargai dan menghormati sesama?
Kalau tidak salah, apa yang saya kemukakan di atas berkaitan dengan nilai kepedulian (care) dan tanggung jawab sosial (social responsibility). Dua nilai ini yang agaknya perlu diperhatikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, juga Menteri Agama, agar dalam proses pendidikan yang selama ini dikelola sekolah (umum dan keagamaan), sikap toleransi, tenggang rasa, dan berbela rasa menjadi ajaran budi pekerti yang utama.
Tentunya, seiring dengan nilai kepedulian dan tanggung jawab sosial, apa yang diajarkan di sekolah perlu dievaluasi secara sungguh-sungguh. Mari, melalui proses yang ada, kita tanamkan nilai-nilai moral yang dikehendaki untuk ”tumbuh” pada diri generasi masa depan bangsa kita, dengan cara-cara yang tepat.