Terobosan Presiden Joko Widodo membangun food estate akan mendukung pertumbuhan industri pangan Indonesia yang bisa berdaya saing di pasar global, menyediakan produk yang terjangkau, dan mengurangi ketergantungan impor.
Oleh
ADHI S LUKMAN
·4 menit baca
Presiden Jokowi sudah meluncurkan gagasan besar dan pemikiran out of the box dalam mengatasi ketahanan pangan dan daya saing Indonesia yang sampai saat ini belum sesuai harapan meski Indonesia dianugerahi potensi sumber daya alam yang besar.
Global Food Security Index 2019 Indonesia berada di peringkat ke-62 dari 113 negara, di bawah negara tetangga ASEAN, seperti Singapura (1), Malaysia (28), Thailand (52), dan Vietnam (54). Sementara menurut The Global Competitiveness Index 4.0 tahun 2019, Indonesia di peringkat ke-50 dari 141 negara di bawah Singapura (1), Malaysia (27), dan Thailand (40).
Tak ayal, di awal 2021, Presiden menyampaikan peringatan untuk memperkuat sektor pertanian nasional dengan skala ekonomi dan teknologi.
Ada tiga hal yang diharapkan Presiden: (1) skala luas dan teknologi pertanian dipakai betul sehingga harga pokok produksinya bisa bersaing dengan negara lain; (2) urusan bawang putih, gula, jagung, kedelai, dan komoditas lain yang masih impor dicarikan desain yang baik agar bisa diselesaikan; dan (3) food estate (FE) harus diselesaikan karena ini akan menjadi contoh.
Pemerintah telah menetapkan program FE di dua area sebagai percontohan, yaitu Kalimantan Tengah dan Sumatera Utara. Diharapkan keberhasilannya bisa dimultiplikasi di area lain sehingga ketahanan pangan dan daya saing Indonesia bisa membaik.
Semua pemangku kepentingan, sesuai kapasitasnya, punya peran penting yang tak bisa diabaikan.
Sebagai program terobosan berskala besar, perlu daya dukung dan keterlibatan luas dari semua pemangku kepentingan agar bisa sukses. Prinsip kolaborasi quadruple helix perlu dilakukan, melibatkan pemerintah, dunia usaha, akademisi dan komunitas, serta perlu pengaturan peran masing-masing. Semua pemangku kepentingan, sesuai kapasitasnya, punya peran penting yang tak bisa diabaikan.
Mengelola ”food estate”
FE merupakan program besar terpadu, perlu melibatkan semua pemangku kepentingan, mulai dari kajian awal, penentuan area, penyiapan sarana prasarana, penentuan komoditas yang dikelola, pelaksanaan on farm dengan good agriculture practices (GAP) serta teknologi precise farming, proses pasca-panen dengan pengolahan primer sampai pemanfaatan hasilnya untuk industri bernilai tambah.
Pengelolaan secara berkelanjutan dengan penerapan teknologi baru menjadi keniscayaan, bukan sekadar proyek jangka pendek semata.
Langkah strategis perlu disiapkan. Pertama, kajian awal untuk dapat gambaran bahwa FE merupakan langkah yang tepat dalam mengatasi masalah pangan dan kebutuhan industri pangan. Kajian dengan melibatkan para pemangku kepentingan, penting agar semua pihak sepakat dan mendukung karena sesuai dengan kebutuhan para pihak.
PEMKAB HUMBANG HASUNDUTAN
Peta jalan pengembangan food estate Humbang Hasundutan
Kedua, pengelola FE memetakan lokasi yang sesuai dengan tujuan FE. Apakah FE diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi atau industri atau keduanya, kebutuhan lokal atau nasional, penentuan komoditas, apakah untuk meningkatkan ketersediaan dalam negeri atau menjadi pengganti komoditas impor, dan sebagainya.
Industri pangan berharap komoditas yang dikelola merupakan bagian dari pemenuhan kebutuhan bahan baku industri pangan yang masih banyak tergantung impor sehingga sesuai harapan Presiden, yang masih impor dicarikan desain yang baik agar bisa diselesaikan.
Maka, lokasi FE menjadi strategis disesuaikan dengan lokasi industri yang membutuhkan. Minimal sarana logistik menunjang sepanjang rantai pasok industri atau bisa juga membangun industri baru terintegrasi di lokasi FE.
Ketiga, perlu dilakukan kajian dan pemetaan rantai pasok serta penerapan teknologi terpadu sepanjang rantai pasok agar memenuhi harapan Presiden, harga pokoknya bisa bersaing dengan negara lain.
Minimal sarana logistik menunjang sepanjang rantai pasok industri atau bisa juga membangun industri baru terintegrasi di lokasi FE.
Pertimbangan infrastruktur dan logistik sangat penting mengingat kondisi Indonesia yang negara kepulauan, antara area produksi pertanian dan lokasi industri pemakai harus terintegrasi secara efisien. Keseimbangan arus barang dari dan ke lokasi FE jadi kata kunci dalam menentukan efisiensi rantai pasok, di samping faktor lain seperti kecepatan dan sarana bongkar muat, pergudangan, dan kebijakan transportasi.
Keempat, pembangunan FE diharapkan terpadu dari hulu ke hilir, terintegrasi dengan produksi turunan bernilai tambah. Diawali proses pertanian on farm, pasca-panen, dan proses primer sederhana yang mungkin bisa dipadukan dengan badan usaha milik desa atau koperasi setempat, dengan tujuan mengurangi kerusakan pasca-panen dan memperpanjang masa simpan. Kemudian, diintegrasikan dengan industri terkait untuk diolah lebih lanjut untuk menghasilkan produk bernilai tambah.
Kelima, mendorong peran semua pemangku kepentingan melalui kolaborasi quadruple helix. Pemerintah sebagai fasilitator dan penentu kebijakan mendorong inovasi dan proses produksi oleh dunia usaha, serta menyiapkan suasana kondusif. Akademisi berperan dalam inovasi serta penerapan teknologi terpadu sesuai kebutuhan, baik on farm maupun proses produksi bernilai tambah.
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Petani di Desa Belanti Siam, Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng, menyiapkan benih padi sebelum ditanam di sawah mereka pada Sabtu (10/10/2020). Setidaknya 30.000 hektar bakal ditanami padi sebagai tahap awal megaproyek lumbung pangan (food estate).
Dunia usaha, baik petani maupun industri, menjadi operator pelaksana terpadu hulu-hilir. Komunitas menjadi pendukung dalam menyumbang pemikiran, tenaga kerja, dan lainnya. Dengan demikian, kerja sama berkelanjutan bisa dicapai. Di sejumlah negara yang industri pertaniannya maju, integrasi pertanian dari hulu ke hilir menjadi kata kunci keberhasilan dalam memenangi persaingan global.
Prinsip integrasi industri pertanian dari hulu ke hilir di FE diharapkan bisa menjawab keinginan Presiden. FE akan sukses karena dirancang dengan baik sejak awal, dengan skala ekonomi yang memadai dan menerapkan teknologi terkini serta terpadu.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Adhi S Lukman
Dengan demikian, FE akan mendukung pertumbuhan industri pangan Indonesia yang bisa berdaya saing di pasar global, menyediakan produk yang terjangkau di pasar domestik, secara bertahap mengurangi ketergantungan bahan baku impor, dan berkontribusi lebih besar dalam perekonomian Indonesia Maju.
ADHI S LUKMAN
Ketua Umum GAPMMI, Ketua Komite Tetap Pengembangan Industri Pangan Kadin Indonesia