Sudah saatnya pelindungan HKI ditingkatkan penegakannya dalam sistem penyediaan jasa e-dagang dengan mengatur persoalan ”safe harbour” dan data pribadi.
Oleh
Gunawan Suryomurcito
·3 menit baca
Adalah suatu keniscayaan bahwa pada masa pandemi ini, orang beralih ke bisnis perdagangan elektronik (e-commerce). Banyak penyedia jasa atau penyedia platform bermunculan, memfasilitasi perniagaan daring ini.
Tersedianya moda berniaga secara daring ini mengubah cara berjualan dan banyak pedagang baru bermunculan. Namun, di sisi lain, kemudahan menjual tanpa kesempatan bagi konsumen meneliti produk juga memunculkan masalah. Beberapa pedagang nakal menjual barang yang melanggar hak kekayaan intelektual (HKI), seperti barang merek palsu atau bajakan.
Mahal murahnya harga barang tidak lagi bisa menjadi patokan karena ada penjual barang palsu yang mematok harga sama dengan barang asli dan ada barang asli dijual dengan diskon. Konsumen yang dirugikan biasanya pasrah atau jadi jera berbelanja daring.
Pemilik HKI asli sudah berusaha menutup toko virtual pedagang-pedagang nakal itu dengan mengajukan komplain kepada penyedia jasa e-dagang, tetapi muncul yang baru. Pertanyaannya: dapatkah penyedia jasa e-dagang dianggap memfasilitasi pelanggaran HKI dan bertanggung jawab secara hukum? Ternyata jawabnya: tidak bisa.
Ada ketentuan safe harbour yang membebaskan penyedia jasa e-dagang dari tanggung jawab jika kesalahan atau kelalaian ada pada pedagang (Surat Edaran Menkominfo Nomor 5 Tahun 2016). Komplain dapat dilayani hanya dengan memutus akses (take down) pedagang nakal.
Dalam hal penjualan pedagang nakal mencapai jumlah besar, dibutuhkan data identitas dan alamat pelaku tindak pidana itu untuk mengadukannya kepada polisi. Penyedia jasa e-dagang mempunyai data identitas pedagang nakal itu, tetapi tidak mau memberikan kepada pemilik HKI dengan alasan bertentangan dengan kewajiban menjaga kerahasiaan data pribadi. Terkesan tidak ada pelindungan HKI dalam e-dagang.
Sudah saatnya pelindungan HKI ditingkatkan penegakannya dalam sistem penyediaan jasa e-dagang dengan mengatur persoalan safe harbour dan data pribadi. Juga penegakan hukum HKI dalam e-dagang, khususnya dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), tidak sekadar surat edaran Menkominfo.
Gunawan Suryomurcito
Konsultan HKI, Pondok Indah, Jakarta
Tanggung Jawab Asuransi 1
Jiwasraya mengalami masalah keuangan karena skandal korupsi di manajemen top walau dalam pengawasan OJK dan Kementerian BUMN. Akibatnya, dana nasabah tidak dibayar sampai hari ini.
Anehnya, Jiwasraya malah mengajukan opsi restrukturisasi yang menawarkan kepada nasabah cicilan 15 tahun tanpa bunga. Pilihan lain, dana akan dikembalikan dengan dicicil dalam waktu 5 tahun dengan pemotongan uang nasabah 29 persen atau 31 persen, dengan syarat sedikit berbeda.
Rencana restrukturisasi atau ”penyelamatan” itu merupakan tindakan penyayatan yang sangat pedih bagi nasabah yang telah memercayai BUMN sebagai pengelola tabungannya.
Kalau dibalik, misalnya kami ada masalah, apakah utang kami di bank BUMN, misalnya, bisa direstrukturisasi dengan cicilan tanpa bunga?
Kami hanya bisa berharap agar pejabat terkait di Kementerian BUMN memikirkan keadilan bagi kami nasabah.
Kami percaya Tuhan Mahaadil. Gusti mboten sare!
Jadi Soejono
Jl Pulo Asem Utara XI, Rawamangun, Jakarta Timur
Tanggung Jawab Asuransi 2
Saya pemegang polis asuransi AJ Bakrie dengan nomor 05.30.2006.01xxx. Sudah 11 tahun (sejak 2010 sampai dengan 2021) tidak ada kejelasan atas nasib premi yang sudah saya setorkan.
Ke mana saya harus mengurus premi asuransi tersebut?