”Parenting” di Masa Pandemi Covid-19
Dengan humor dan permainan yang penuh kejutan, orangtua dapat membantu mengubah hari-hari suram di rumah sedikit lebih menyenangkan.
Menjalankan peran sebagai orangtua bukan tugas yang mudah. Proses mengasuh dan membesarkan anak (parenting) menjadi semakin menantang dengan adanya pandemi global. Perubahan drastis terjadi dalam banyak aspek.
Banyak orangtua tidak bisa pergi bekerja, anak harus bersekolah dari rumah, dan khawatir dengan keuangan keluarga, adalah sebagian penyebab ketegangan dan stres.
Meskipun demikian, Rebecca Schrag Hershberg (2020), seorang psikolog klinis, mengatakan bahwa penutupan sekolah juga merupakan kesempatan bagi orangtua untuk menjalin hubungan lebih baik dengan anak-anak. Waktu untuk bertemu dengan anak menjadi bebas dan menyenangkan, membuat anak-anak merasa aman dan dicintai serta menunjukkan bahwa mereka penting.
Pembahasan kali ini difokuskan pada anak di masa kanak-kanak (sebelum remaja), di mana mereka masih banyak membutuhkan kedekatan dengan orangtuanya.
Lebih lanjut dijelaskan Hershberg bahwa semakin banyak orangtua (ayah-ibu) yang melihat dengan jelas bagaimana pasangannya melakukan pengasuhan selama ini, dan setiap pihak tidak selalu menyukai apa yang mereka lihat.
Apakah masalahnya adalah cara mengajari anak, memberi asupan gula, waktu di depan layar, ataupun masalah pengasuhan lainnya. Orangtua mengalami ketegangan dalam kemitraan mereka karena adanya perbedaan gaya atau prinsip pengasuhan.
Perbedaan ini bukannya tidak ada sebelumnya, melainkan kurang terlihat dan lebih mudah diatasi (atau setidaknya biasa diabaikan). Sekarang, karena situasi dan kebutuhan semua anggota keluarga harus menghabiskan lebih banyak waktu di rumah, parenting bersama jadi muncul sebagai tantangan yang mencolok.
Masalah terbesar adalah ketidakkonsistenan dan ketidakkompakan orangtua. Ketika mereka memandang dan/atau menangani emosi dan perilaku anak-anak secara berbeda, hal itu dapat membingungkan dan membuat anak tidak stabil.
Anak-anak belajar bahwa peraturan tidak dapat diandalkan, tidak jelas siapa yang bertanggung jawab, dan bahwa iklim emosional di rumah tidak dapat diprediksi. Anak-anak sering kali menginternalisasi perasaan seperti itu, menimbulkan stres bagi perkembangan otaknya, yang dapat mengakibatkan masalah emosi ataupun perilaku di kemudian hari.
Bersama pasangan
Hershberg (2020) menyarankan suatu dinamika pengasuhan bersama pasangan yang lebih sehat sebagai berikut:
1. Mulai dari meletakkan nilai dasar. Daripada terus terjebak dalam situasi konflik (misalnya, ibu berkata kepada ayah: ”Saya tidak percaya, kamu pasti memberinya es krim lagi!”), lebih baik diskusikan dengan pasangan soal nilai-nilai pengasuhan yang komprehensif.
Gunakan lembar kerja tentang nilai yang ada di berbagai sumber sebagai panduan. Misalnya, sepakati Anda berdua ingin menjadi orangtua seperti apa? Bagaimana Anda ingin anak mendeskripsikan hubungannya dengan Anda kepada teman saat mereka sudah dewasa? Apakah ada karakteristik yang sangat Anda berdua tanamkan untuk dikembangkan anak? Atau sebaliknya, kualitas yang tidak ingin anak lihat ataupun alami dari Anda berdua?
2. Fokus pada pengalaman yang Anda dan pasangan bertumpang-tindih, bukan pada perbedaannya. Misalnya, ibu mungkin selalu menyerah kepada stres anak, sedangkan ayah lebih suka membiarkan anak berjuang sendiri. Namun, kedua orangtua sama-sama mengalami ketegangan saat anak mereka memiliki perasaan yang sulit.
Dengan mengakui adanya kesamaan akar/sumber, bukan memikirkan bagaimana hal itu dapat terwujud secara berbeda, dapat menumbuhkan saling pengertian dan empati tiap pasangan untuk menetapkan tahapan mengasuh bersama secara lebih efektif.
3. Setelah memperoleh beberapa kesamaan nilai, geser ’persneling’ untuk berbicara dalam istilah-istilah yang lebih konkret dan dapat ditindaklanjuti. Bagaimana Anda berdua dapat berkomitmen untuk mencapai nilai-nilai yang dicita-citakan? Apa jalan menuju ke sana? Bagaimana Anda bisa meminta pertanggungjawaban satu sama lain dengan cara yang mendukung?
4. Kenali secara sadar dan eksplisit bahwa hubungan anak dengan pasangan Anda akan terlihat berbeda daripada hubungan mereka dengan Anda.
Berbagi nilai-nilai parenting, dan menyetujui langkah-langkah yang diperlukan untuk mewujudkan nilai-nilai tadi, tidak berarti tujuannya adalah menciptakan dua orangtua yang saling klon/menyerupai. Setiap orangtua tetap merupakan individu yang berbeda latar belakang, kepribadian, dan cara hidupnya. Jadi, diharapkan dan dimungkinkan anak-anak akan lebih kaya karena itu.
Sama pentingnya dengan berbagi kerangka menyeluruh adalah menerima diri Anda yang berbeda di dalamnya. Percayai anak Anda untuk mengarahkan hubungan dia dengan setiap orangtuanya saat mereka tumbuh.
Kondisi ini adalah ’maraton’ bukan ’lari cepat’, bukan tugas Anda untuk mengatur secara mikro bagaimana hubungan anak Anda dan pasangan Anda berkembang. Biarkan hal itu merupakan milik mereka.
5. Berlatihlah bermain peran dengan anak secara bergantian. Anak diberi pengalaman berperan sebagai ayah, ibu, ataupun sebagai anak. Kemudian diskusikan bagaimana perasaan masing-masing ketika menjalani peran yang berlawanan dengan kenyataan dirinya. Hal ini bisa jadi sumber informasi yang kaya tentang masalah individu ataupun anggota keluarga lain secara lebih mendalam.
”Parenting” tiap orangtua
Alicia Del Prado, Ph.D. (seorang profesor psikologi, 2020) mengatakan bahwa ambiguitas, ketidakpastian, dan masa depan yang tidak diketahui dapat menghambat setiap orangtua dalam menjalankan perannya. Meskipun tidak ada jawaban yang mudah, dia berpandangan bahwa bersenang-senang dan bermain di rumah bisa jadi anugerah yang menyelamatkan bagi keluarga. Orangtua bisa menciptakan momen menggembirakan dan kejutan untuk anak-anak, bahkan saat kesulitan dan kurangnya akses kepada kesenangan. Dia memberikan beberapa ide kreatif yang dapat menambah semangat bagi anak di hari-hari terkarantina di rumah.
Mulailah pagi dengan kekonyolan orang dewasa, seperti mengenakan pakaian secara terbalik, bagian luar di dalam dengan sengaja, atau lakukan ’hari rambut acak-acakan’ yang akan mengejutkan anak-anak, atau kreasikan pertandingan untuk mendapatkan camilan favorit anak Anda. Dengan humor dan permainan yang penuh kejutan, orangtua dapat membantu mengubah hari-hari suram di rumah sedikit lebih menyenangkan.
Unicef, salah satu badan Perserikatan Bangsa-Bangsa, juga memberi berbagai saran praktis agar parenting yang dilakukan selama pandemi bisa lebih efektif. Berikut di antaranya (https://www.unicef.org/coronavirus/covid-19-parenting-tips, diunduh 18 Januari 2021):
- Semua anak, tanpa kecuali, membutuhkan cinta, rasa hormat, pengasuhan, dan waktu, terutama selama masa-masa sulit.
- Setiap orangtua perlu bersikap suportif, empati, dan penuh kasih. Gunakan dukungan fisik dan verbal untuk membuat anak merasa diterima dan dicintai. Bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan kata-kata yang positif akan membuat perbedaan besar.
- Berkomunikasi dengan anak-anak. Turunkan level Anda saat berkomunikasi dengan anak. Pertahankan kontak mata dan sikap positif. Luangkan waktu untuk anak berbicara. Biarkan mereka mengungkapkan dan menerima perasaan mereka. Amati, dengarkan, dan konfirmasikan bahwa Anda memahami anak Anda.
- Perkuat yang telah positif. Lebih fokus memberikan pujian dan menstimulasi kemampuan anak, bukan menyoroti hal-hal yang tidak dapat mereka lakukan. Bantu tugas sekolah anak sejauh mereka membutuhkannya.
- Perkuat rutinitas. Bangun pagi, mandi, memakai seragamnya di hari dan waktu bersekolah, makan siang, tidur, dilakukan seperti sebelum pandemi. Beri anak pilihan agar memiliki rasa kendali, hal yang dapat meningkatkan harga diri mereka.
Selamat menikmati hidup berkeluarga.