Mitigasi Perubahan Iklim: Mencari Solusi Iklim dari Alam
Dunia menaruh asa pada Indonesia memperjuangkan kesehatan iklim. Upaya Indonesia dalam memperjuangkan krisis ekologi global tak hanya berdampak bagi Indonesia sendiri tetapi juga dunia.
Oleh
NISA NOVITA
·4 menit baca
World Meteorological Organization pada 2 Desember 2020 melansir data bahwa tahun 2020 menjadi satu dari tiga tahun terpanas sepanjang sejarah, yang juga terjadi pada tahun 2016 dan 2019. Tahun ini tercatat rata-rata kenaikan suhu global adalah 1,2 derajat Celsius sejak era praindustri. Sementara berdasarkan kesepakatan internasional yang dicapai melalui Perjanjian Iklim Paris pada 2015, kenaikan suhu global harus dibatasi di bawah 2 oC dari tingkat praindustri dan perlu upaya strategis untuk membatasinya hingga di bawah 1,5 oC.
Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel Climate Change-IPCC) terdiri dari ilmuwan perubahan iklim global, konsensus anggotanya menyatakan bahwa untuk menjaga suhu bumi dari perubahan adalah dengan menghilangkan penyumbang karbon dioksida (CO2) dalam skala besar. Salah satu tindakan efektif adalah mengganti sumber energi dengan energi bersih dan terbarukan. Namun, hal ini tentu saja membutuhkan waktu, strategi, dan dana yang besar.
Hal ini mendorong sejumlah ilmuwan perubahan iklim berinovasi untuk mencari strategi yang lebih terjangkau dari segi biaya, dengan mencakup ruang lingkup lebih luas, dan mudah dilakukan untuk menahan kenaikan suhu global. Upaya ini bisa diwujudkan melalui Solusi Iklim Alami (Nature Climate Solution).
Solusi Iklim Alami merupakan serangkaian upaya mitigasi berbasis sumber daya alam yang mencakup perlindungan hutan dan lahan basah, perbaikan pengelolaan hutan, serta restorasi ekosistem hutan, gambut, dan mangrove. Tidak hanya berfokus pada pencegahan deforestasi, program Solusi Iklim Alami di Indonesia mencakup enam strategi, yaitu reforestasi hutan, pembasahan kembali gambut yang terdegradasi, pencegahan kerusakan gambut, restorasi mangrove, pencegahan kerusakan mangrove, dan pengelolaan hutan secara lestari.
Terminologi ini pertama kali diperkenalkan oleh Griscom et alia dalam penelitian bertajuk “Nature Climate Solutions” yang dipublikasikan di Proceedings of National Academic Sciences, pada 2017. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Solusi Iklim Alami merupakan strategi yang terkuat dan efektif secara biaya. Penelitian ini juga mengungkapkan, solusi iklim alami berkontribusi setidaknya sepertiga dari seluruh upaya yang diperlukan untuk menahan laju pemanasan global di bawah 2 °C.
Strategi solusi iklim alami ini juga didukung oleh penelitian berjudul “Unexpectedly Large Impact of Forest Management and Grazing on Global Vegetation Biomass” yang dilakukan oleh Karl-Heinz Erb et alia dan dipublikasikan di Nature Research (2017). Penelitian tersebut mengatakan bahwa saat ini vegetasi menyimpan 450 petagram karbon.
Namun, mencegah deforestasi saja tidak cukup untuk mitigasi perubahan iklim. Perlu ada upaya lain seperti peningkatan dan perlindungan stok karbon yang potensial terutama dari hutan tropis.
Potensi Indonesia
Berdasarkan catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), luas hutan Indonesia sebesar 120,6 juta hektar, lahan gambut seluas 14,9 juta hektar, dan mangrove seluas 3,49 juta hektar. Modalitas ini memposisikan Indonesia berperan besar dalam upaya menahan kenaikan suhu global.
Indonesia sudah menetapkan strategi prioritas untuk upaya penurunan emisi pada Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional (Nationally Determined Contribution/NDC). Strategi tersebut yaitu pencegahan deforestasi dan degradasi, rehabilitasi gambut, serta manajemen hutan lestari. Semua strategi ini sebenarnya merupakan bagian dari solusi iklim alami yang sekarang sudah diverifikasi dapat menjaga stok karbon dan mengurangi emisi gas rumah kaca.
Bila Indonesia fokus menjalankan aksi prioritas dari Solusi Iklim Alami, target pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen tanpa syarat dapat tercapai pada tahun 2030. Hal ini selaras dengan laporan Griscom et alia (2020) yang menyatakan bahwa potensi Solusi Iklim Alami di Indonesia sebesar 1,39 giga ton karbon dioksida dari tujuh strategi tersebut, paling tinggi di antara negara tropis lainnya.
Namun, perlu diingat bahwa menaruh harapan dalam menjaga pemanasan global pada solusi iklim alami, bukan berarti meniscayakan peran sektor lain seperti upaya menuju energi bersih dan terbarukan. Keduanya harus berjalan pararel.
Upaya dari Indonesia tak hanya berdampak langsung bagi kesehatan iklim di nusantara, tetapi juga di dunia. Dunia menaruh asa pada Indonesia. Kerja kolaboratif, kemitraan antarpihak, transparansi data, serta pembuatan kebijakan berdasarkan sains dalam pengembangan strategi mitigasi perubahan iklim menjadi jawaban agar Bumi tetap lestari.
(Nisa Novita Peneliti Karbon Hutan dan Perubahan Iklim di Yayasan Konservasi Alam Nusantara)