Meski di masa pandemi Covid-19 Pemerintah tetap harus bekerja bahu-membahu dengan semua pihak, bekerja keras menyusun dan melaksanakan program yang tepat sasaran untuk mewujudkan cita-cita penurunan stunting.
Oleh
ASTRID AYU BESTARI
·4 menit baca
KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA
Ibu-ibu di Desa Manamas, Kecamatan Naibenu, Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT, membawa anak-anak mereka ke puskesmas setempat untuk pemeriksaan gizi dan stunting, Minggu (1/3/2020).
Covid-19 telah menempatkan dunia pada krisis yang mengkhawatirkan dan anak-anak adalah korban tak kasat mata dari pandemi ini. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB pada Selasa (28/7/2020), krisis sosial dan ekonomi yang disebabkan pandemi virus korona berpotensi menyebabkan hampir tujuh juta anak mengalami stunting akibat kekurangan gizi.
”Fasilitas kesehatan yang terbebani, rantai pasokan makanan yang terganggu, dan hilangnya pendapatan karena Covid-19 dapat menyebabkan peningkatan tajam dalam jumlah anak-anak yang mengalami masalah gizi di Indonesia, kecuali jika tindakan cepat diambil,” kata Unicef, Selasa (30/6/2020).
Bahkan, sebelum Covid-19, Indonesia sudah menghadapi masalah gizi yang tinggi. Saat ini, lebih dari dua juta anak menderita gizi buruk dan lebih dari tujuh juta anak di bawah usia 5 tahun mengalami stunting.
Kerja keras pemerintah dalam upaya percepatan perbaikan gizi di Indonesia dapat dilihat dari penurunan prevalensi stunting selama 2013-2019. Hasil Riskesdas tahun 2018 menunjukkan adanya penurunan prevalensi stunting (pendek) pada anak bawah lima tahun (balita) dari 37,2 persen (2013) menjadi 30,8 persen (Riskesdas, 2018).
Tren ini terus berlanjut dan pada 2019 prevalensi stunting anak balita turun menjadi 27,67 persen (SSGBI, 2019). Pada September 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan Indeks Khusus Penanganan Stunting (IKPS) menurut provinsi periode 2018-2019.
IKPS merupakan indeks yang digunakan untuk mengetahui seberapa baik penanganan stunting di Indonesia. Berdasarkan indeks tersebut dapat diketahui adanya kenaikan sebesar 2,16 poin pada 2019, yaitu nilai IKPS sebesar 63,92 pada 2018 menjadi 66,08 pada 2019, tetapi ini saja belum cukup.
KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA
Ketua Pokja Penangananan Stunting NTT Sarah Lery Mboeik menggendong anak stunting dan gizi buruk di Wejewa, Sumba Barat Daya, Selasa (28/7/2020).
Presiden Joko Widodo menginstruksikan bahwa pembangunan SDM, termasuk anak, merupakan fokus pembangunan pada 2024. Oleh karena itu, menjadi kewajiban semua pihak untuk memperhatikan tumbuh kembang anak, mulai sejak dalam kandungan, bayi, sampai mereka memasuki masa emas. Presiden Jokowi menargetkan angka stunting turun hingga 14 persen pada akhir 2024.
Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama, umumnya karena asupan makan yang tidak sesuai kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun. Stunting juga dikaitkan dengan perkembangan otak yang tidak maksimal, menyebabkan kemampuan mental dan belajar yang kurang serta prestasi sekolah yang buruk.
Anak yang mengalami stunting juga memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menderita penyakit tidak menular (PTM). Anak-anak yang kekurangan gizi memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah dan mungkin menghadapi risiko kematian yang lebih besar akibat Covid-19. Pada saat yang sama, mungkin lebih sulit bagi anak-anak ini untuk mengakses perawatan yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup dan berkembang.
Pandemi Covid-19 dikhawatirkan meningkatkan jumlah stunting di Indonesia. Hal ini dapat mengakibatkan target penurunan stunting yang dicanangkan, yaitu sebesar 14 persen pada 2024 akan sulit tercapai mengingat posyandu tidak lagi beroperasi dan tenaga kesehatan di puskesmas juga tidak luput dari dampak Covid-19.
Kompas/Priyombodo
Ibu-ibu mendaftarkan anak balita mereka di Posyandu Bougenvile, Larangan Selatan, Kota Tangerang, Banten, Sabtu (11/1/2020). Pemeriksaan kesehatan, tumbuh kembang anak balita, serta pemberian imunisasi dilakukan secara berkala sebulan sekali. Posyandu tersebut memantau tumbuh kembang sekitar 200 bayi dan anak balita di kawasan tersebut. Pascabanjir, posyandu tersebut ramai dikunjungi. Pemberian imunisasi untuk anak balita di posyandu tersebut dibantu oleh tenaga medis dari Puskesmas Larangan Utara. Posyandu adalah garda terdepan pelayanan kesehatan bayi dan anak balita di Indonesia, termasuk penanggulangan tengkes (stunting).
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, pada masa pandemi Covid-19 ini, jumlah kunjungan ke Posyandu mengalami penurunan yang tajam. Demikian juga dengan jumlah ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya secara rutin mengalami penurunan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan peningkatan persentase kemiskinan di Indonesia, yaitu dari sebesar 9,78 persen pada Maret 2020, meningkat 0,56 poin terhadap September 2019 dan meningkat 0,37 poin terhadap Maret 2019.
Peningkatan persentase kemiskinan ini seharusnya menjadi ”warning” bagi pemerintah mengingat kemiskinan merupakan faktor penting penyebab terjadinya stunting pada anak balita. Rumah tangga yang miskin tidak dapat memenuhi asupan gizi untuk anaknya sehingga anak tersebut menjadi stunting.
Selain peningkatan kemiskinan, terjadi juga peningkatan jumlah penganggur. Berdasarkan data BPS, jumlah penganggur pada 2020 di Indonesia adalah sebesar 9,7 juta jiwa dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 7,07 persen. Angka ini menunjukkan peningkatan yang signifikan jika dibandingkan dengan tahun 2019, yaitu terdapat penambahan 2,6 juta penduduk yang menganggur.
Situasi pandemi Covid-19 di Indonesia terus memberikan dampak negatif pada perekonomian, terutama pada penduduk kelas menengah ke bawah. Pola dan asupan makanan yang memburuk, hilangnya sumber penghasilan keluarga, terbatasnya kesempatan kerja, serta kesulitan untuk mengakses fasilitas Kesehatan di masa pandemi terus dirasakan oleh penduduk kelas menengah ke bawah.
Besar upaya pemerintah dalam menekan angka penularan dan angka kematian akibat Covid-19. Pemerintah Indonesia dipaksa untuk mengencangkan ikat pinggang dan memusatkan perhatian pada penanganan Covid-19. Di tengah hiruk pikuk penanganan pandemi ini, masalah terkait stunting tidak boleh diabaikan karena dampak stunting akan memengaruhi kualitas masa depan generasi penerus bangsa Indonesia.
Pemerintah harus bekerja bahu-membahu dengan semua pihak, bekerja keras menyusun dan melaksanakan program yang tepat sasaran untuk mewujudkan cita-cita penurunan stunting dalam rangka mempersiapkan Generasi Emas Indonesia nantinya.
(Astrid Ayu Bestari, Kordinator Fungsi Statistik Sosial Badan Pusat Statistik Kabupaten Timor Tengah Selatan)