Kota Jakarta keluar dari 10 besar kota termacet di dunia. Hal ini perlu ditindaklanjuti dengan program pengurangan kendaraan pribadi yang lebih terpadu dan terencana.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Ketiadaan Jakarta dari daftar kota termacet itu termasuk langka karena beberapa dekade terakhir ibu kota RI selalu di 10 besar. Daftar 10 kota termacet 2020 itu sesuai indeks lalu lintas lembaga statistik transportasi global TomTom.
Prestasi ini berkat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sepanjang 2020 demi penanganan pandemi Covid-19. Menurut TomTom, tahun lalu, kemacetan Jakarta di posisi ke-31. Persentase kemacetan Jakarta 2020 adalah 36 persen, atau menurun 17 persen ketimbang angka kemacetan 2019.
TomTom mencatat, situasi termacet Jakarta terjadi pada Februari 2020 dengan angka 60 persen. Sejak Maret, bersmaan dengan PSBB fase pertama, angka kemacetan menurun signifikan. Jumlah terendah terjadi April, yaitu 11 persen. Kemacetan naik lagi per Mei seiring pelonggaran PSBB. Namun, angka rata-rata sampai bulan Desember tidak pernah mencapai 40 persen (Kompas, 18/1/2021).
Pada daftar peringkat kota termacet tersebut, Moskwa teratas. Di bawah Moskwa tertera beberapa kota di Asia, seperti Mumbai (kedua), lantas Manila (keempat), Bangalore (keenam), New Delhi (kedelapan), dan Bangkok di posisi ke-10.
Sudah sejak dasawarsa 1980-an, Jakarta didera kemacetan. Dari pemberitaan Kompas kurun 1986 hingga 1990, terdata banyak berita terkait kemacetan Jakarta, terutama saat banjir. Solusi kala itu ditempuh dengan membangun jalan layang (flyover) dan jalan bawah tanah (underpass) serta jalan tol. Namun, secara kasatmata, penambahan ruas jalan tak kuasa mengimbangi pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi.
Pada 1990-an pernah diterapkan aturan three in one (satu mobil wajib minimal tiga penumpang). Namun, yang terjadi kemudian, tak sedikit pengendara mobil menyiasati peraturan itu dengan menyewa joki three in one yang menawarkan jasanya di pinggir jalan protokol.
Sembari menunggu pandemi sepenuhnya diatasi, ini kesempatan terbaik bagi pemerintah DKI Jakarta beserta pemerintah di Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek) untuk memperbaiki kehidupan warga, salah satunya dengan membenahi lalu lintasnya.
Pembatasan jumlah kendaraan, terkini dengan aturan pelat ganjil genap, juga belum efektif mengatasi kemacetan. Terbukti, sesuai data TomTom, pada Februari 2020, ketika belum masuk masa pandemi, jalanan Jakarta masih macet. Perlu dipikirkan solusi terbaik seputar pembatasan kendaraan ini.
Jika masalah-masalah ini tak segera diatasi, kesempatan untuk membenahi lalu lintas Ibu Kota di tengah pandemi bakal hilang percuma.
Pelayanan angkutan umum, baik bus Transjakarta, KRL, maupun moda raya terpadu (MRT), juga perlu dioptimalkan. Ini penting supaya pengguna kendaraan pribadi benar-benar mau ”hijrah” menggunakan angkutan umum.
Jika masalah-masalah ini tak segera diatasi, kesempatan untuk membenahi lalu lintas Ibu Kota di tengah pandemi bakal hilang percuma. Andai itu terjadi, Jakarta lagi-lagi masuk daftar 10 besar kota termacet di dunia. Mari kita cegah.