Dalam musik, Januari bukan sekedar bulan. Januari adalah nyanyian, tempat bergumulnya segala peristiwa. Banyak hal terjadi di bulan ini, tidak ada salahnya jika kita membekukannya dalam alunan nada, tangis atau bahagia.
Oleh
ARIS SETIAWAN
·5 menit baca
Bulan bukan sekadar deretan angka dalam kalender, tertancap pada paku di kantor atau kamar rumah kita. Bulan bukan pula kumpulan hari. Bulan adalah sebentuk pengisahan kehidupan, tidak terkecuali tentang cinta dan asmara. Bukankah tidak ada musik paling pilu, yang menandai sebuah bulan paling keramat bagi perayaan putus cinta selain Glenn Fredly (44). Januari! Bulan pengingatan bagi luka-lara asmara; ”Dengarkan/Dengarkan lagu, lagu ini/Melodi rintihan hati ini/Kisah kita berakhir di Januari/Selamat tinggal kisah sejatiku.”
Lewat lagu Januari (2003), Glenn menerobos batas-batas musik melampaui bunyi. Januari adalah setumpuk kisah dan kenangan kesedihan berlarat. Lagu itu disenandungkan oleh segenap kaum muda-mudi Indonesia dengan berliang air mata, mengingat kekasih yang telah menjadi mantan, berpisah tepat di bulan yang sama, Januari. Aduh!
Glenn Fredly adalah pria yang membuat Januari menjadi serangkaian nada yang jauh lebih romantis, tapi juga melankolis. Lewat lagu itu, suaranya bening, menggambarkan sosok laki-laki lembut yang tak garang, penuh cinta kasih, tapi terluka karena perpisahan.
Lagu ”Januari” diciptakan dalam kondisi musik Indonesia belum sengkarut seperti sekarang. Di zaman itu, musik pop Indonesia tumbuh dengan penuh gairah. Ukuran keberhasilan dan kesuksesan musik tidak dilihat dari seberapa kontroversial lirik ataupun tingkah polah penyanyinya, tetapi berdasarkan atas kualitas karya yang diciptakan.
”Januari” menjadi primadona hingga kini, digemari dan disenandungkan bagi generasi yang patah hati. ”Januari” menjadi sebuah siklus, akan terus menyapa setiap tahun. Manusia sibuk membekukan kenangan, bulan Januari pun sesak dengan pelbagai narasi tentang kehidupan. Musik menjadikan bulan Januari sebagai monumen pengekalan, tidak terkecuali tentang tragedi dan kesedihan.
Jangan lupakan juga 22 Januari (1981) yang didendangkan sangat merdu oleh Iwan Fals. Dengan petikan gitar akustik yang khas Ia bersenandung; ”22 Januari kita berjanji/Coba saling mengerti apa di dalam hati/22 Januari tidak sendiri/Aku berteman iblis yang baik hati”.
Liriknya sederhana, tapi begitu sulit untuk menangkap narasi pengisahan di baliknya. Iwan membiarkan pendengar larut dalam tafsirnya masing-masing terhadap lagu itu. Banyak yang menduga bahwa 22 Januari adalah awal perkenalan Iwan dengan istrinya (Kompas.com, 22/1/2019).
Terlepas dari itu, upaya untuk menjadikan hari -tanggal- dan bulan sebagai judul lagu bukannya tanpa resiko. Umumnya, musisi akan menggunakan idiom-idiom dalam bentuk lirik maupun judul yang mampu menampung geliat musikal masyarakat pada umumnya, tanpa harus dibatasi secara spesifik tentang waktu kejadiannya.
Hal itu dimungkinkan agar lagunya dapat dinyanyikan kapanpun, mengambil momentum yang senantiasa pas. Sementara lagu dengan spesifik menyebut bulan (apalagi tanggal), hanya dimiliki dan dirasakan oleh orang-orang yang mengalami kisah sama di bulan itu. Selebihnya sekadar menjadi dendang biasa yang barangkali tak dalam makna.
Gejala serupa Iwan di atas dilanjutkan oleh kelompok band Gigi lewat lagunya yang berjudul ”11 Januari (1997)”. Apabila ”Januari” milik Glenn Fredly berkisah tentang kesedihan, maka ”11 Januari” milik Gigi berujar tentang kebahagiaan. Lagu itu dinyanyikan oleh Armand Maulana dengan gayanya yang khas; ”Sebelas Januari bertemu/Menjalani kisah cinta ini/Naluri berkata engkaulah milikku/Bahagia selalu dimiliki/Bertahun menjalani Bersamamu/Kunyatakan bahwa Engkaulah jiwaku”.
Setiap lirik menjadi unik karena warna vokal Armand yang sering kali memberi penekanan untuk suku kata tertentu sehingga pada satu sisi terkesan dibuat-buat dan tidak jelas, tapi pada sisi lain membentuk citra dirinya yang khas.
”11 Januari” enak didengarkan sebagai sebuah musik, tapi terlalu sulit untuk ikut terlibat dalam pesan yang hendak disampaikan jika tidak memiliki gejala konteks yang serupa. Hanya orang-orang tertentu, kebetulan di tanggal itu sedang menjalani momentum penting bermadu kasihlah yang akan mengabadikan ”11 Januari” sebagai lagu kenangan. Dan yang demikian tentu saja tidak banyak.
Jika lagu-lagu di atas berkisah tentang tanggal dan bulan Januari, maka Rita Effendy memberi alternatif lain, ada nama tempat yang disematkan. Lagu berjudul ”Januari di Kota Dili” populer di tahun 1998. Lagu itu juga berkisah tentang persoalan asmara, dilantunkan bersama kenangan yang tertinggal pada bulan Januari di Kota Dili; ”Januari di Kota Dili/Kian hangat dalam ingatan/Nantikankah aku kembali/Tuk menjemput cintamu”.
Lagu itu menghantarkan Rita sebagai penyanyi yang diidolakan. Tidak banyak yang mengetahui di mana dan seperti apa kota Dili. Tapi lewat itu, Dili dilukiskan sebagai sebuah kota romantis. Kota dambaan bagi generasi yang sedang memadu kasih. Dili terlukiskan dengan begitu indah.
”Januari di Kota Dili” menjadi penanda bahwa tempat atau kota mampu tampil gagah sebagai judul dan tema lagu. Gejala demikian di kemudian hari mengagungkan nama Didi Kempot sebagai penyanyi yang paling banyak berkisah tentang tempat lewat lagunya. Sebut saja ”Stasiun Balapan”, ”Pantai Kelayar”, ”Terminal Tirtonadi”, ”(Pelabuhan) Tanjung Mas Ninggal Janji”, dan lain sebagainya.
Januari menjadi primadona sebagai tema dan judul lagu sejak dahulu kala. Setidaknya lagu berjudul ”Januari yang Biru” (1980) bisa dikatakan sebagai karya pertama yang membawa nama Januari dalam belantika musik pop Tanah Air.
Lagu yang disuarakan oleh Andi Meriem Mattalatta itu berkisah tentang kerinduan yang tak terbendung; ”Januari Januari yang biru/Asmaramu asmaraku membisu/Entah kapan entah kapan hadir di hati/Saat-saat yang indah di diriku”. Andi Meriem membawakannya dengan mimik sendu, bahwa kenangan indah telah berlalu, dan Januari mengingatkannya kembali.
Dalam musik, Januari bukan sekedar bulan. Januari adalah nyanyian, tempat bergumulnya segala peristiwa. Banyak hal yang terjadi di bulan ini, tidak ada salahnya jika kita membekukannya dalam alunan nada, baik tangis maupun bahagia. Januari…oh!
(Aris Setiawan Etnomusikolog, Pengajar di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta)