Korupsi sebagai kejahatan memiliki daya rusak sangat fatal. Karena itu, korupsi harus dilawan dengan berbagai cara agar Indonesia bersih dari korupsi. Pemberdayaan arsip soal korupsi adalah salah satu pilihan.
Oleh
AZMI
·4 menit baca
Di tengah bangsa Indonesia sedang berjibaku berperang melawan pandemi Covid-19, masyarakat dikejutkan dengan ditangkapnya tiga pejabat negara oleh KPK, yaitu Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo terkait dugaan korupsi ekspor benur, Menteri Sosial Juliari Peter Batubara terkait dugaan korupsi pengadaan bansos penanganan Covid-19, dan Wali Kota Cimahi nonaktif Ajay Muhammad Priatna terkait dugaan korupsi perizinan pengembangan Rumah Sakit Kasih Bunda Cimahi.
Korupsi sebagai kejahatan kerah putih menjadi permasalahan cukup pelik bagi bangsa Indonesia. Pasalnya, korupsi sudah terjadi sejak lama dan pelakunya kebanyakan para elite (kelas menengah, kalangan terdidik, profesi terhormat) dan memiliki karier yang mapan di lingkungan kerjanya masing-masing.
Selalu berulang
Dalam konteks sejarah perjalanan bangsa Indonesia, korupsi merupakan kejahatan yang sudah ada sejak masa kolonial, khususnya masa Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) 1602-1799. Korupsi yang terjadi di tubuh VOC mengakibatkan perusahaan besar (conglomerate) yang mendapat dukung penuh Pemerintah Belanda tidak mampu mempertahankan eksistensinya sehingga akhirnya bangkrut.
Pengalaman buruk sejarah akibat korupsi ternyata tidak menjadi pembelajaran terbaik bagi sebagian anak bangsa di negeri ini sehingga korupsi masih terus terjadi. Bahkan, wilayah kerjanya kian meluas tidak hanya di lingkungan pemerintahan (pusat/daerah), tetapi juga di lingkungan perusahaan negara/daerah (BUMN/BUMD) dan partai politik dengan melibatkan kalangan swasta.
Sepertinya tidak ada lagi institusi di negeri ini yang steril dari kasus korupsi.
Sepertinya tidak ada lagi institusi di negeri ini yang steril dari kasus korupsi. Perilaku korupsi seakan membudaya dalam diri oknum-oknum pelakunya. Mereka tidak peduli dengan uang yang dikorupsinya. Apakah uang itu untuk rakyat miskin, korban bencana, lingkungan hidup, keagamaan, kesehatan, dan lain-lain.
Perbuatan korupsi sejak masa VOC hingga masa kemerdekaan merupakan rekaman kegiatan kegagalan tata kelola pemerintahan oleh oknum-oknum elite di negeri ini (penguasa, pengusaha, birokrat, politikus). Rekaman kegiatan korupsi yang tersimpan dalam berbagai bentuk media (kertas, foto, film, video, audio, gambar, digital, dan lain-lain) adalah arsip yang memiliki nilai kesejarahan tinggi untuk digunakan sebagai bahan pembelajaran publik dan rujukan nasional dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Arsip korupsi yang pernah terjadi di Tanah Air merupakan memori bangsa dan ingatan sosial yang menjadi bukti abadi kesaksian terhadap kegagalan bangsa Indonesia dalam menyelenggarakan tata kelola pemerintahan yang bersih. Pramoedya Ananta Tour mengatakan, ”Arsip membantu seseorang memperbaiki ingatan. Arsip menunjukkan kekuatan pribadi pemiliknya. Arsip tidak akan berbohong karena ia tidak bisa membantah dirinya.”
Memberdayakan Arsip Korupsi
Rakyat sudah lama menderita akibat korupsi. Bahaya laten korupsi bisa terjadi dalam kondisi apa pun yang menjadi ”teror baru” bagi bangsa Indonesia. Kesadaran untuk melawan korupsi harus terus dilakukan oleh segenap elemen bangsa dengan berbagai cara. Salah satu alternatifnya menggunakan kekuatan arsip (the power of archives) sebagai sumber pembelajaran publik, rujukan sejarah, dan jejaring intelektual pemberantasan korupsi lintas masa.
Arsip korupsi yang dimiliki bangsa Indonesia sejak masa kolonial hingga kemerdekaan merupakan legacy informasi yang sangat berharga bagi pemerintah dalam memberantas bahaya laten korupsi di Tanah Air. Dalam konteks ini, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) sebagai lembaga kearsipan nasional perlu membangun kolaborasi dan sinergi dengan DPR, Mahkamah Agung, pemerintah (Polri, Kejaksaan Agung, KPK), dan masyarakat.
Kolaborasi dan sinergi diwujudkan dengan membangun Pusat Studi Arsip Korupsi (Pusdipkor) sebagai upaya bersama menciptakan Indonesia yang bermartabat dan bersih dari korupsi melalui pemberdayaan arsip korupsi yang ada di ANRI sejak masa kolonial hingga masa kemerdekaan (kebijakan, pencegahan, penindakan, koordinasi kerja, kelembagaan, SDM, pelaku, korban, dampak, kerugian, reaksi publik, dan lain-lain) sebagai sumber pembelajaran pemberantasan korupsi di Indonesia.
Pusdipkor dikelola ANRI sebagai centre of excellence dengan dukungan dari DPR, MA, pemerintah (Polri, Kejaksaan Agung, KPK), dan masyarakat. Pusdipkor dirancang sebagai smart building pemberdayaan arsip korupsi yang memiliki beberapa ruangan, yakni: (a) ruang layanan arsip, (b) area pameran arsip, (c) ruang seminar, (d) ruang penelitian arsip, (e) ruang akses informasi arsip, (f) ruang baca arsip, (g) perpustakaan, dan (h) area publik.
Pemberdayaan arsip korupsi adalah salah satu pilihan.
Masyarakat dari berbagai latar belakang dan profesi (pelajar/santri, mahasiswa, taruna kepolisian/akabri, peserta diklatpim/Lemhanas, jaksa, hakim, penyidik, pengacara, dosen, sejarawan, peneliti, wartawan, ASN, politikus, rohaniwan, budayawan, seniman, dan profesi lainnya) dapat menjadikan Pusdiptipikor sebagai tempat tujan ”wisata studi korupsi” untuk melihat, mengetahui, dan mempelajari informasi terkait korupsi lintas masa yang bersumber dari arsip.
Least, korupsi sebagai kejahatan memiliki daya rusak yang sangat fatal. Daya rusak korupsi tidak kalah fatalnya dengan konflik yang berkelanjutan, separatisme, dan perang. Karena itu, korupsi harus dilawan dengan berbagai cara agar Indonesia bersih dari korupsi. Pemberdayaan arsip korupsi adalah salah satu pilihan. (Azmi, Direktur Kearsipan Pusat ANRI)