Setelah bertemu Presiden Donald Trump pada 2018, tetapi gagal mendorong AS untuk mencabut sanksi, Kim Jong Un kini siap menjalankan kembali politik ancaman terhadap AS.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengonsolidasikan kekuasaannya. Dengan jabatan baru sebagai sekretaris jenderal partai, ia tampak kian percaya diri.
Sejak menggantikan ayahnya, yakni Kim Jong Il, sebagai pemimpin Korea Utara pada 2011, Kim Jong Un terus berupaya mempererat cengkeramannya. Laporan menyebutkan ia melakukan pembersihan di kalangan militer dan mengeksekusi pamannya, Jang Song Thaek, yang merupakan tokoh dalam pemerintahan, pada 2013.
Pembunuhan saudara tirinya, Kim Jong Nam, di Malaysia, pada 2017, tidak jelas sampai sekarang. Namun, diduga pembunuhan yang menggunakan racun saraf VX itu dilakukan oleh agen Korea Utara.
Pada 2016, dalam kongres Partai Pekerja, Kim didaulat sebagai ketua partai. Hal ini ”sebuah kemajuan” mengingat sebelumnya, ia memimpin partai berkuasa itu dengan jabatan sekretaris pertama.
Seiring berjalannya waktu, Kim semakin percaya diri. Lima tahun setelah kongres partai tahun 2016, Kim beberapa hari lalu didaulat sebagai sekretaris jenderal. Kim memang telah menjadi pemimpin partai sejak ayahnya meninggal, tetapi baru pada hari Minggu (11/1/2021), ia didaulat sebagai sekretaris jenderal.
Simbolisasi semacam ini penting bagi dirinya karena menjadi tanda bahwa ia telah berhasil mengatasi berbagai penghalang. Posisi sekretaris jenderal menempatkan dirinya ”setara” dengan ayah dan kakeknya, Kim Il Sung.
Konsolidasi yang cukup mulus itu berlangsung di tengah tantangan ekonomi tidak mudah bagi negaranya. Pandemi Covid-19 menghancurkan pariwisata Korut. Dihajar sanksi ketat yang melarang negara itu mengekspor produk ataupun mengimpor barang, Korut kini didera tekanan ekonomi akibat pandemi.
Kim berjanji untuk memperbanyak investasi di industri kimia dan logam serta menambah produksi guna memenuhi kebutuhan konsumsi domestik. Sejumlah ahli menyangsikan rencana ekonomi itu berhasil diwujudkan.
Hal yang juga penting dari kongres itu ialah pernyataan sikap Kim mengenai Amerika Serikat. Seperti biasa, Kim menyebut AS sebagai musuh utama Korut. Kim kemudian menyebut sistem senjata nuklir canggih tengah dikembangkan guna meladeni sikap permusuhan AS.
Setelah bertemu Presiden Donald Trump pada 2018, tetapi gagal mendorong AS untuk mencabut sanksi, Kim kini siap menjalankan kembali politik ancaman terhadap AS. Presiden terpilih AS Joe Biden tampaknya menjadi sasaran pernyataan Kim dalam kongres partai. Ia memberi sinyal kepada Biden bahwa dirinya akan selalu membuat AS tak nyaman.
Posisi sebagai sekretaris jenderal partai, rencana anyar pembangunan ekonomi negerinya, dan musuh bersama dari kalangan asing merupakan kombinasi sempurna bagi Kim untuk melakukan konsolidasi kekuasaan. Tidak ada yang baru dari itu semua.