Menghargai
Saya merasakan satu hal yang disodorkan pandemi ini, yakni membayar harga atas apa yang tak saya hargai selama ini.
Saya membaca beberapa komentar dari teman-teman saya di akun media sosial mereka, mengenai kesan mereka akan tahun 2020. Hampir sebagian besar mengatakan bahwa tahun lalu itu merupakan tahun pembelajaran untuk lebih menghargai apa yang mereka punyai.
”Take it for granted”
Setelah membaca komentar-komentar itu, saya bertanya dalam hati. Apakah selama ini mereka tak pernah bersyukur? Apakah selama tahun-tahun yang sudah mereka lalui mereka tak pernah belajar menghargai apa yang mereka punyai?
Kemudian suara nurani yang sudah lama sekali tertidur mulai bernyanyi. ”Gak usah sarkas gitu. Coba tanya saja sama diri elo sendiri, apa elo itu menghargai apa yang elo punya?”
Dari membaca komentar itu, saya kemudian mempunyai pekerjaan rumah, yaitu menjawab apa yang diperintahkan suara nurani itu.
Tentu saya setuju dengan pernyataan teman-teman saya itu. Tahun 2020 betul memberikan pelajaran buat saya untuk tidak take it for granted. Kalaupun saya bersyukur sebelum pandemi terjadi, saya bersyukur hanya di mulut saja dan tak benar-benar bersyukur dari hati.
Setelah saya tinggal di pulau dewata selama satu bulan lalu pulang ke Jakarta, kembali berada di dalam apartemen berukuran sangkar burung itu, untuk pertama kalinya saya melihat tempat tinggal itu begitu penuh sesak dengan barang-barang. Beberapa hari setelah itu, saya membersihkan isi apartemen mungil itu.
Hasilnya, begitu banyak barang dan baju yang saya beli dan tak saya gunakan. Yang pada akhirnya di hari saya menyetor tulisan ini, barang-barang itu saya berikan kepada beberapa orang, dan beberapa disumbangkan.
Satu dos besar berisi baju bekas pakai yang masih bagus dan beberapa tak pernah tersentuh badan alias tidak pernah dipakai. Piring makan berjumlah setengah lusin dan beberapa piring makanan lainnya. Dua kursi dan satu sofa juga saya berikan kepada seorang teman.
Pembelian yang hanya secara emosional bukanlah sebuah tindakan mensyukuri dan menghargai. Saya membeli karena saya merasa bahwa bulan depan saya masih punya gaji. Karena masih ada pemasukan dari mengajar di beberapa perusahaan besar. Itu sebabnya, barang-barang itu tak pernah saya gunakan. Saya hanya membeli, titik. Saya tidak menghargai artinya punya uang.
Ketika pandemi terjadi, ketika usaha saya menghantam jurang kebangkrutan, ketika saya tak lagi bisa menerima gaji puluhan juta rupiah itu, ketika perusahaan besar itu tak lagi bisa membayar dua digit, tetapi menjadi satu digit upah mengajar, kemudian saya keder.
Membayar harga
Mengapa saya keder? Karena saya tak pernah menghargai apa yang saya dapati. Mengapa saya tak dapat menghargai? Karena mendapatkannya dengan mudah dan pasti. Setelah pandemi datang, kemudahan dan kepastian itu raib ditelan bumi. Tak ada kemudahan dan tak ada kepastian. Kemudian saya baru merasakan betapa bernilainya uang Rp 10.000 itu.
Waktu saya membongkar sepatu yang saya miliki, saya menghitung ada 70 pasang sepatu. Kalau saja itu dihitung satu per sepatu dengan mematok harga satu juta rupiah saja, maka saya telah menghabiskan dana sebesar Rp 70 juta.
Dari 70 sepatu itu, hanya lima pasang yang saya gunakan setiap hari sepanjang tahun. Sepatu-sepatu yang tak pernah saya gunakan itu masih bagus dan menjadi rusak karena tak pernah digunakan. Apakah menurut Anda saya menghargai apa yang saya punyai itu?
Tentu jawabannya tidak. Bagaimana ada orang mengatakan ia menghargai yang dimilikinya kalau yang dimilikinya itu saja tak dirawatnya, tak diperhatikannya. Kalau sekarang saya bertanya kepada Anda semua, apa saja yang Anda perlakukan dengan tidak bertanggung jawab atau take it for granted?
Apakah selama ini Anda telah merawat dengan benar diri Anda? Di apartemen saya sekarang jarang saya temui orang berjemur tak seperti pada awal pandemi ini terjadi. Apakah menghargai diri dan menghargai kesehatan Anda, itu dapat dihentikan karena rasa muak dan bosan melanda?
Apakah Anda telah benar-benar menghargai dan merawat hubungan kekeluargaan ataupun dengan pasangan Anda? Kalau Anda termasuk yang berselingkuh, apakah itu sebuah tanda bahwa selama ini Anda tidak menghargai, tidak merawat, dan muak serta bosan terhadap yang Anda miliki? Atau Anda seorang manusia yang menghargai dan merawat begitu banyak perempuan dan pria selain pasangan Anda?
Apakah selama ini Anda dengan mudah membeli ini dan itu tanpa berpikir apakah Anda akan menggunakannya atau tidak? Apakah selama ini Anda seperti saya tak pernah memberikan penghargaan kepada uang, tetapi kepada diri sendiri. Itu mengapa saya membeli apa saja dan mendiamkannya sampai rusak.
Apakah Anda pernah di masa sebelum pandemi mengerti artinya cukup dan kemudian menghargai kata itu? Apakah Anda seperti saya, baru menghargai arti cukup setelah dihantam virus keparat ini? Kalau saya boleh bertanya, apakah Anda mengalami kebangkrutan seperti saya? Apa yang Anda rasakan?
Saya telah merasakan satu hal yang disodorkan pandemi ini. Membayar harga atas apa yang tak saya hargai selama ini.