Vaksin dan Protokol Kesehatan
Survei Kementerian Kesehatan menunjukkan, dua pertiga masyarakat bersedia menerima, sekitar 7 persen menolak, sisanya masih ragu-ragu. Padahal, efektivitas vaksin di lapangan sangat ditentukan penerimaan masyarakat.
Akhir 2020, Indonesia menerima lagi 1,8 juta dosis vaksin jadi (finished product) CoronaVac dari perusahaan Sinovac, China. Jumlah ini menggenapkan jumlah 3 juta dosis vaksin yang telah dimiliki Indonesia saat ini. Jumlah ini cukup untuk memvaksinasi sekitar 1,5 juta orang.
Selain bentuk jadi, pada bulan ini akan tiba juga vaksin Sinovac dalam bentuk bahan baku (bulk product) sebanyak 15 juta dan di bulan depan 30 juta. Jika semua pasokan ini benar-benar terealisasi, Indonesia akan memiliki stok 48 juta dosis. Cukup untuk memvaksin 20-24 juta orang.
Baca juga: Problematika Vaksin Covid-19
Masyarakat memberi respons berbeda terkait kedatangan vaksin ini. Sebagian merasa takut dan cemas akan mendapat vaksinasi. Alasannya, vaksin yang tersedia dianggap belum terbukti efektif dan aman. Sebagian lagi menyambut antusias dan berharap dapat menerima vaksin dalam waktu dekat. Bahkan, ada yang menganggap pandemi akan segera berakhir dan mereka dapat segera beraktivitas normal seperti sebelum pandemi.
Masyarakat memberi respons berbeda terkait kedatangan vaksin ini.
Keampuhan vaksin Sinovac
Vaksin Sinovac termasuk satu dari beberapa vaksin front-runner Covid-19. Vaksin ini sementara menjalani uji coba di beberapa negara, termasuk Turki, Brasil, dan Indonesia. Di Turki, laporan sementara (interim report) menunjukkan vaksin ini memiliki tingkat keampuhan (efficacy) 91 persen, sementara di Brasil efikasinya dilaporkan telah melewati 50 persen.
Meskipun telah melaporkan efikasinya, Turki secara formal belum melampirkan data penunjang hasil laporannya. Hal sama terjadi di Brasil. Pihak otoritas masih menunggu konsolidasi data lengkap yang diharapkan akan diumumkan pada pertengahan Januari ini. Artinya, meskipun efikasinya telah diumumkan, laporannya secara formal belum solid dan clear.
Baca juga: Kemanjuran Vaksin Oxford-AstraZeneca 70 Persen
Status vaksin Sinovac ini berbeda dengan vaksin front-runner lain, semisal Pfizer, Moderna, AstraZeneca, dan Sputnik-V. Keempat vaksin ini telah lebih dulu melaporkan interim report-nya, telah mendapat persetujuan penggunaan di beberapa negara, dan bahkan telah digunakan dalam program vaksinasi.
Di antara keempatnya, vaksin Pfizer telah mendapat persetujuan penggunaan dari WHO. Saat ini, lebih dari 13 juta orang di 33 negara telah mendapat vaksinasi, dan keempat vaksin tadi mendominasi vaksin yang digunakan.
Persetujuan penggunaan
Karena Indonesia belum memiliki interim analysis report (IAR) yang memuat aspek efikasi dan keamanan (safety)-nya, vaksin Sinovac yang telah tersedia belum bisa segera digunakan. IAR menjadi salah satu syarat bagi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mengeluarkan persetujuan vaksin.
Kalau semua proses berjalan lancar, uji coba vaksin Sinovac fase 3 di Bandung akan menyelesaikan penelitian dan laporannya pada April 2021. Kalau menunggu skedul ini, vaksin Sinovac baru dapat disetujui dan mulai digunakan pada Mei 2021. Sebagai alternatif, BPOM dapat mengeluarkan persetujuan penggunaan darurat (emergency use authorization/EUA). Untuk persetujuan ini, BPOM tidak perlu menunggu selesainya hasil uji vaksin di Bandung.
Baca juga: Vaksin Covid-19 Aman
Persetujuan dapat diberikan berdasarkan adanya IAR. Tim peneliti uji vaksin di Bandung direncanakan melengkapi IAR- nya pada akhir Januari 2021. Apabila laporan ini dapat diterima, besar kemungkinan BPOM dapat mengeluarkan EUA pada Februari. Praktis, program vaksinasi baru dapat dimulai pada pertengahan Februari atau awal Maret 2021.
Selain itu, hingga kini belum diketahui berapa lama vaksin Sinovac dapat memberikan proteksi.
Selain itu, hingga kini belum diketahui berapa lama vaksin Sinovac dapat memberikan proteksi. Hal yang sama terjadi pada vaksin-vaksin Covid-19 lainnya. Apakah hitungan bulan atau tahun? Informasi tentang hal ini baru akan diperoleh apabila vaksinasi ini telah diberikan kepada masyarakat.
Idealnya, semakin lama, daya proteksinya semakin baik. Apabila vaksin hanya dapat bertahan setahun, pemberian vaksin harus diulang setiap tahun. Dan, apabila ini terjadi, sulit diharapkan timbulnya herd immunity (kekebalan komunitas). Padahal, kekebalan kelompok amat diperlukan untuk memutus rantai penyebaran virus.
Stok vaksin
Merupakan hal baik bahwa Indonesia telah memiliki sejumlah stok vaksin. Terlepas dari hal tersebut terdapat sejumlah isu berkaitan dengan ini.
Pertama, target kekebalan komunitas. Target vaksinasi massal adalah mencapai kekebalan komunitas yang berfungsi melindungi semua individu dalam suatu populasi. Dengan kekebalan komunitas, orang yang tidak memperoleh vaksin karena alasan tertentu tetap dapat terlindungi dari infeksi.
Baca juga: Penyangkal Pandemi Covid-19 dan Kematian Berlebih
Jika kekebalan kelompok belum tercapai, efek vaksinasi hanya bersifat individu (individual protection). Pada 2021, pemerintah menargetkan memvaksin 102 juta orang secara bertahap. Jumlah ini 40 persen dari total penduduk. Padahal, untuk mencapai kekebalan komunitas, vaksinasi harus diberikan terhadap paling tidak 70 persen atau 182 juta penduduk.
Artinya, dalam tahun pertama pelaksanaan vaksinasi, kekebalan komunitas belum akan tercapai dan penyebaran virus masih akan terjadi.
Kedua, keterbatasan stok vaksin. Berdasarkan informasi pemerintah, stok vaksin Sinovac yang sudah terkonfirmasi pada 2021 adalah 48 juta dosis, cukup bagi 20-24 juta orang. Hingga kini belum ada informasi dari mana 160 juta dosis sisanya akan diperoleh. Dalam Surat Keputusan Menkes Nomor 01.07/9860 tertanggal 3 Desember 2021, pemerintah telah menetapkan enam jenis vaksin yang akan menjadi vaksin Covid-19 di Indonesia.
Baca juga: Strategi Vaksin Covid-19
Vaksin itu ialah Sinovac, Pfizer, Sinopharm, Moderna, AstraZeneca, dan vaksin buatan Bio Farma (vaksin Merah Putih).
Selain Sinovac, vaksin lain yang berpotensi mengisi keterbatasan stok adalah Sinopharm dan AstraZeneca. Kedua vaksin ini dapat disimpan pada suhu lemari es standar dan karena itu kompatibel dengan kondisi Indonesia. Vaksin-vaksin ini juga telah digunakan pada satu juta lebih orang tanpa efek samping serius dan telah mendapat persetujuan di sejumlah negara.
Selain Sinovac, vaksin lain yang berpotensi mengisi keterbatasan stok adalah Sinopharm dan AstraZeneca.
Vaksin Pfizer dan Moderna dapat menjadi alternatif stok. Namun, distribusi dan penyimpanan kedua vaksin ini butuh fasilitas khusus, termasuk ultra- cold storage. Selain itu, target produksi kedua vaksin juga hampir habis karena diborong AS, Inggris, Kanada, Jepang, dan India.
Ketiga, keterbatasan sasaran vaksinasi Sinovac. Vaksin ini direncanakan hanya diberikan kepada individu berusia 18-59 tahun dan tidak memiliki komorbiditas serius. Alasannya, populasi studi penelitian vaksin ini memang hanya dilakukan pada individu berusia 18-59 tahun. Karena itu, hasil studi tak bisa diekstrapolasi ke individu di luar kelompok usia tersebut.
Baca juga: Jalan Pintas Vaksin, Amankah?
Keterbatasan sasaran vaksinasi menjadi salah satu kelemahan vaksin ini. Orang berusia di bawah 18 tahun serta di atas 59 tahun dan memiliki komorbiditas serius tak eligible untuk vaksin ini. Padahal, orang yang berusia lanjut dan memiliki komorbiditas merupakan kelompok yang berpotensi memperoleh efek serius dari Covid-19 ini (vulnerable group).
Awal dari akhir pandemi
Upaya pemerintah mendatangkan vaksin Sinovac perlu diapresiasi. Negara-negara lain juga berjuang memperoleh stok vaksin. Kedatangan vaksin tak serta-merta bisa mengenyahkan pandemi. Vaksin masih harus disimpan sementara, sambil menunggu IAR vaksin dan persetujuan BPOM. Pemberian vaksinasi dalam jumlah terbatas (under threshold) pada populasi juga tidak akan bisa menimbulkan kekebalan komunitas.
Artinya, penerima vaksin mungkin saja kebal terhadap infeksi, tetapi penyebaran infeksi belum akan terhenti. Apalagi, tingkat penerimaan vaksin di Indonesia masih bervariasi.
Survei Kementerian Kesehatan menunjukkan, dua pertiga masyarakat bersedia menerima, sekitar 7 persen menolak, sisanya masih ragu-ragu. Padahal, efektivitas vaksin di lapangan sangat ditentukan penerimaan masyarakat. Penerimaan yang baik akan meningkatkan cakupan vaksinasi sekaligus mendorong tercapainya kekebalan kelompok.
Keadaan di atas mengisyaratkan bahwa pada tahun-tahun pertama vaksinasi di Indonesia, kewaspadaan dan implementasi 3M dan 3T masih sangat diperlukan. Vaksinasi mungkin dapat memperlambat pandemi, tetapi tidak mengenyahkan pandemi sama sekali. Tak salah apabila sebagian ahli berkomentar, ”Vaksinasi adalah awal dari akhir pandemi, tetapi bukan mengakhiri pandemi.”
Iqbal Mochtar, Dokter dan Pengamat Masalah Kesehatan