Pada 16 Desember 2020, Presiden Joko Widodo mengumumkan bahwa seluruh penduduk Indonesia akan mendapatkan vaksin Covid-19 secara gratis. Tidak usah bayar. Sungguh pengumuman yang sangat menggembirakan.
Menurut penjelasan pemerintah, vaksinasi gratis ini akan diberikan secara bertahap berdasarkan prioritas yang ditentukan menurut kelompok usia (18-59 tahun) dan status kemasyarakatan. Prioritas utama diberikan kepada tenaga kesehatan.
Prioritas selanjutnya adalah vaksinasi kepada anggota TNI, Polri, aparat hukum, dan petugas pelayanan publik lainnya. Setelah itu, vaksin akan diberikan kepada tokoh masyarakat dan agama, pelaku perekonomian strategis, perangkat daerah kecamatan, perangkat desa, dan perangkat RT/RW. Giliran berikutnya adalah bidang pendidikan, mencakup guru dan tenaga pendidik dari PAUD, TK, SD, SMP, SMA, atau sederajat, dan perguruan tinggi.
Selanjutnya adalah aparatur kementerian dan lembaga, aparatur organisasi perangkat pemda, dan anggota legislatif. Setelah itu masyarakat rentan dari aspek geospasial, sosial, ekonomi, dan masyarakat pelaku perekonomian lain akan mendapat prioritas vaksinasi.
Pada kenyataannya, lapisan masyarakat begitu banyak dan beragam, yang tidak semuanya tercakup dalam skala prioritas di awal. Oleh karena itu, untuk warga yang tidak termasuk ke dalam kelompok usia dan status kemasyarakatan prioritas, saya mengusulkan untuk memberi kesempatan mengikuti vaksinasi mandiri gratis berdasarkan syarat dan ketentuan yang ditetapkan.
Selanjutnya, untuk anggota masyarakat di luar kelompok usia dan status kemasyarakatan yang diprioritaskan bisa diputuskan berbayar. Dengan demikian, ada jalan keluar untuk mengatasi perasaan terpinggirkan dan tidak memperoleh keadilan bagi anggota masyarakat yang tidak termasuk dalam prioritas yang ditetapkan.
Semoga pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, dapat menentukan kebijakan vaksinasi yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Semoga dengan demikian cakupan vaksinasi yang bisa membentuk herd immunity atau kekebalan alami dalam kelompok dapat segera tercapai dan Indonesia bebas dari Covid-19.
Gunawan Suryomurcito
Pondok Indah, Jakarta
Merawat Kerukunan
Surat Kepada Redaksi Diah Imaningrum berjudul ”Selamat Natal” (Kompas, 29 Desember 2020) membuat hati saya tergugah.
Penulis surat tersebut mengungkapkan kerinduan akan tradisi kerukunan beragama pada masa kecilnya di sebuah kampung di Malang. Kebiasaan itu diwujudkan dengan saling mengunjungi ketika Idul Fitri dan Natal. Namun, pada tahun 1990-an, menurut penulis surat, tradisi itu memudar.
Menurut saya, banyak dari kita yang sudah lanjut usia, yang lama tinggal di permukiman yang warganya majemuk dari segi agama, merasakan ”kerinduan” serupa.
Saya sekeluarga sudah lebih dari 40 tahun menetap di kediaman saat ini. Ada beberapa tetangga kami yang beragama Nasrani. Selama puluhan tahun, sampai sekarang kami saling mengucapkan selamat dan mengirim penganan saat Idul Fitri dan Natal.
Di tengah ”suasana zaman” yang kadang terasa kurang kondusif, dengan cara yang berbeda-beda, saya percaya selama ini masih banyak orang yang merawat kerukunan seperti itu di seluruh pelosok negeri ini. Kita merasa bahwa kegembiraan saudara-saudara kita yang berlainan iman adalah kegembiraan kita juga.
Perkembangan di tingkat nasional belakangan ini mudah-mudahan menguatkan toleransi dan kerukunan antarwarga di negeri yang sejak awal berdirinya memang sudah majemuk dalam berbagai dimensi. Insya Allah.
Eduard Lukman
Jalan Warga RT 014 RW 003, Pejaten Barat, Jakarta, 12510