Kabar rencana merger antara Gojek dan Grab serta Gojek dan Tokopedia menarik dicermati karena melibatkan dana yang sangat besar dan dapat mengubah dominasi bisnis berbasis daring.
Oleh
Andreas Maryoto
·4 menit baca
Sejak beberapa waktu lalu kita mendengar kabar tentang rencana merger antara Gojek dan Grab. Kabar itu kemudian meredup begitu saja. Di awal pekan ini kembali ada kabar lain yaitu, rencana merger antara perusahaan teknologi Gojek dan Tokopedia. Apa yang sebenarnya tengah terjadi di antara perusahaan teknologi di Indonesia?
Secara umum, usaha rintisan di Indonesia memang harus memasuki fase komersial alias menjadi pemenang di pasar sehingga tidak ada lagi “proyek bakar-bakar uang”. Para pendiri dan eksekutif usaha rintisan tengah berpikir keras untuk mengarah ke sana. Apalagi, setelah rencana penawaran saham perdana perusahaan properti di Amerika Serikat WeWork yang berantakan tahun lalu maka kejelasan masa depan bisnis menjadi tuntutan bagi usaha rintisan.
Investor juga mulai pusing dengan sejumlah usaha rintisan yang didanai karena tidak juga kunjung memberi keuntungan atau setidaknya tidak lagi membakar uang. Situasi ini mendorong mereka untuk meminta agar para pengelola usaha rintisan melakukan sejumlah langkah. Gosip rencana merger Gojek dengan Grab sebenarnya bukanlah bualan semata. Ada keinginan dari investor agar mereka yang berseteru segera akur dan menguasai pasar sehingga segera membuat langkah komersial.
Dorongan investor itu setidaknya bisa kita ketahui dari setiap gosip yang selalu muncul di media-media asing dibanding dari media lokal. Sumber-sumber mereka tak lain adalah orang-orang yang berada di lingkaran para investor yang berada di luar negeri. Akan tetapi mereka tak paham sisi lain dari Gojek dan Grab yang tidak mudah untuk disatukan meski investor besar terus berjuang menyatukan mereka.
Masa lalu para pendiri keduanya memiliki jurang yang lebar. Mereka tidak mudah untuk disatukan. Kedua perusahaan ini juga tak gampang untuk bersatu dari berbagai sisi. Gojek sudah lekat sebagai ikon produk Indonesia. Sementara Grab tentu banyak maunya. Di sisi lain mereka akan berhadapan dengan aturan persaingan usaha ketika dua entitas bisnis yang berbisnis di lahan yang sama melakukan merger.
Tentang gosip merger antara Tokopedia dengan Gojek mungkin agak berbeda. Kedua entitas bisnis ini berada di lahan yang berbeda sehingga kemungkinan terhalang undang-undang persaingan usaha akan sangat kecil. Mereka bisa melaju dengan rencana merger ini sehingga tak perlu pusing dengan otoritas setempat ataupun menyediakan juru lobi bila mereka akan melakukannya melalui jalan lain.
Keduanya merupakan entitas bisnis yang selalu membanggakan produk Indonesia. Apalagi, Tokopedia tidak tergoda untuk memasukan para penjual impor langsung (cross border). Mereka konsisten untuk mempromosikan produk-produk usaha di dalam negeri. Gojek pun demikian. Mereka selalu merasa bahwa Gojek adalah produk Indonesia yang mendunia. Resistensi pasar terhadap isu nasionalisme dan lain-lain, yang kadang mudah muncul, akan berkurang.
Dukungan berbagai investor sepertinya akan muncul. Mereka tentu ingin keduanya cepat-cepat memasuki fase komersial. Investor Tokopedia yaitu Softbank mungkin agak alergi dengan Gojek karena dia memiliki usaha rintisan sebagai pesaing Gojek, yaitu Grab. Mereka seharunya lebih mudah mengawinkan Tokopedia dengan Grab. Akan tetapi, kali ini Softbank yang betul-betul mengalami masalah finansial di tengah proyek sindikasi pendanaan Vision Fund 2 yang tidak terlalu sukses dibanding Vision Fund 1 kemungkinan akan merestui atau bahkan mendorong merger Tokopedia dengan Gojek. Apalagi Softbank sudah pusing dengan rencana merger Gojek dan Grab yang buntu.
Tokopedia yang menjalankan bisnis laman perdagangan sementara Gojek kuat di sistem pembayaran dan logistik akan memunculkan kolaborasi bisnis yang saling menguatkan. Pertarungan di kedua bisnis itu sangat ketat maka kolaborasi keduanya akan menghasilkan bisnis e-dagang dan logistik yang sangat efisien. Ambil contoh pemesanan barang di seputar Jabodetabek yang kian hari kian efisien dari semula hitungan hari, kini sudah dalam hitungan jam sejak pemesanan hingga pengiriman. Kolaborasi keduanya akan makin memudahkan konsumen dan sangat boleh jadi pengiriman akan makin cepat.
Kolaborasi lainnya semisal Tokopedia yang tengah berkompetisi dengan Shopee akan makin kuat dalam melayani konsumen sementara Gojek yang sepertinya tengah mengubah citra dari usaha rintisan transportasi akan makin kuat di berbagai lini bisnisnya seperti sistem pembayaran, pengantaran barang, dan juga pemesanan makanan. Di luar itu tentu mereka mempunyai rencana bisnis yang masih dirahasiakan dan mungkin bakal membuat kita terkaget. Keduanya pasti tak akan sekadar melakukan merger yang biasa-biasa saja kalau memang kelak rencana itu akan dijalankan.
Lepas dari itu, rencana merger diperlukan untuk mendukung mereka melakukan penawaran saham perdana. Valuasi keduanya yang diperkirakan mencapai 18 miliar dollar AS akan makin mudah untuk mendapatkan dana lebih besar di pasar berapapun mereka akan menjual saham di bursa. Dengan persiapan yang cermat gabungan valuasi mereka akan menarik investor di pasar saham. Apalagi kalau mereka bisa menaikkan lagi valuasi sebelum IPO.
Benar atau tidaknya gosip merger keduanya, kita masih perlu menunggu. Waktu yang lama dibutuhkan keduanya untuk sampai pada kesepakatan merger. Ada kabar mereka tengah melakukan penelitian mendalam (due diligence) salah satunya untuk memastikan valuasi. Banyak hal kecil dan hal besar yang perlu dipersiapkan dan disepakati sebelum akhirnya mereka mengumumkan merger dan melakukan penawaran saham perdana. Sekali lagi semua ini masih gosip tetapi gosip kali ini lebih menarik.