Selama PSBB, restoran tempat saya bekerja harus tutup pukul 19.00. Ironisnya, warung di seberang restoran saya bekerja dibiarkan tetap buka. Padahal, justru di warung itu terjadi pelanggaran protokol kesehatan.
Oleh
Susanti
·3 menit baca
Kompas/Wawan H Prabowo
(Ilustrasi) Seusai memancing ikan, warga singgah di warung makan untuk menikmati beragam kudapan yang dijual pedagang makanan di tepi Situ Cipondoh, Tangerang, Banten, Minggu (7/6/2020). Masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Tangerang Raya baru akan berakhir pada 14 Juni, tetapi banyak warga mulai bebas berekreasi tanpa menjalankan protokol Covid-19 selama PSBB. Mereka tidak patuh melaksanakan aturan selama PSBB, seperti menjaga jarak sosial dan menggunakan masker.
Saya merantau dari daerah dan menjadi pegawai salah satu restoran di DKI Jakarta. Saya sungguh kecewa terhadap putusan Pemprov DKI yang terus saja memperpanjang PSBB transisi dan memperketat aturannya.
Kenyataannya, banyak aturan dilanggar dan dibiarkan. Menurut saya, daripada memperketat aturan PSBB, lebih baik diperketat pengawasannya di lapangan. Awasi kedisiplinan warga dalam menaati aturan, beri sanksi bagi yang melanggar.
Saya mencontohkan apa yang saya alami. Pada masa PSBB transisi terakhir, restoran tempat saya bekerja dipaksa tutup setiap pukul 19.00. Bahkan, pernah ditutup paksa satpol PP karena masih buka pada pukul 19.10.
Ironisnya, warung yang berada tepat di seberang restoran saya bekerja dibiarkan tetap buka. Padahal, justru di warung itu terjadi pelanggaran protokol kesehatan. Tamunya banyak, sampai penuh sesak, sama sekali tidak menerapkan jaga jarak. Ketika pemilik warung saya tanya, ia menjawab, warung selalu buka sampai tengah malam.
Saya hanya berharap agar Bapak Gubernur dan Bapak Wakil Gubernur berkenan turun ke jalan untuk mengetahui kenyataan yang terjadi di lapangan. Jangan hanya asal perintah menutup restoran dan mal.
Saya rasa, saya tidak sendiri dalam hal ini. Apabila restoran harus tutup, ke manakah kami dapat mencukupi kebutuhan hidup? Sebagai catatan, bantuan sosial dari pemerintah pun tidak pernah saya dapatkan.
Susanti
Krajan Timur, Sumbersari, Jember
Suasana Pandemi
Sekarang ini di beberapa daerah dijalankan protokol kesehatan yang ketat. Beberapa kegiatan dibatasi agar tidak terjadi penularan virus korona baru yang menyebabkan penyakit Covid-19. Sebagian masyarakat patuh dan disiplin menjalani, tetapi sebagian lagi abai saja.
Dalam suasana pandemi, berkerumun merupakan pelanggaran protokol kesehatan karena berarti tidak menjaga jarak antara yang satu dan yang lain (social distancing).
Saya minta tolong kepada saudara-saudara yang tampil di televisi, mohon memberi contoh kepada masyarakat untuk tidak terlalu berdekatan tanpa masker. Ini untuk menjaga agar tidak terkena percikan liur atau droplet.
Kalau seseorang sudah tertular, bisa menjalar ke mana-mana. Bagi yang dikenai sanksi pelanggaran, harap diterima dengan bijaksana.
Mari kita jadi bangsa yang pintar dan sehat.
Titi Supratignyo
Pondok Kacang, Tangerang Selatan
Waspada Keramaian
Keputusan Pemerintah Kota Yogyakarta tidak menutup kawasan Malioboro, Tugu Pal Putih, dan kawasan Titik Nol Kilometer pada malam pergantian ke Tahun Baru 2021 perlu diantisipasi.
Kenyataannya, kerumunan terjadi pada malam menjelang Tahun Baru itu meski tidak seramai tahun-tahun sebelumnya. Warga dan wisatawan berkumpul di titik-titik keramaian di atas.
Laporan wartawan Kompas di Kompas.id (1/1/2021) menunjukkan, kerumunan warga dan pelancong terjadi di trotoar sisi selatan Monumen Serangan Umum 1 Maret dan di depan Gedung Bank Indonesia. Mereka menanti detik-detik pergantian tahun.
Sebagian besar warga dan turis tak menjaga jarak, bahkan di antaranya tidak memakai masker dengan benar. Meski petugas gabungan mengimbau mereka bubar, kerumunan tetap berlangsung.
Memang kawasan Malioboro dan sekitarnya adalah salah satu destinasi wisata yang selalu ramai. Tentu ini bisa mendongkrak pemasukan untuk meningkatkan ekonomi Kota Yogyakarta. Namun, di sisi lain, kerumunan itu bisa menjadi salah satu jalan penyebaran virus korona.
Karena sudah terjadi, kini Pemerintah Kota Yogyakarta harus bersiap menghadapi kemungkinan lonjakan kasus.